×

Penana
search
Loginarrow_drop_down
Registerarrow_drop_down
Please use Chrome or Firefox for better user experience!
Me, My Self & I
G
0
0
0
217
0

swap_vert

Haloo!!
Apa kabar? Semoga hari-harimu menyenangkan. Perkenalkan nama saya Fahrul, memiliki kepanjangan Triana Nugraha, tapi kalo didaftar hadir biasa ditulis Fahrul.TN, biar gak ribet. Saya adalah mahasiswa semester 4 disalah satu Universitas Swasta. Usia saya masih terhitung muda dikalangan teman-teman saya, yaitu 19 tahun. Walaupun tidak sesuai dengan porsi raut wajah. Seringkali teman-teman saya mengatakan bahwa saya memiliki usia yang lebih 20 tahun dari yang sekarang, yaitu tepatnya 39. Hal tersebut mereka lontarkan tak lepas hanya untuk candaan semata, dan saya pun tidak peduli atas apa yang mereka katakan dan menganggapnya seperti angin berlalu. Oiya, diusia saya yang sekarang ini, saya telah mendapati banyak pembelajaran mengenai hidup. Baik dan buruknya telah saya lewati, hal tersebut semata-mata untuk proses pendewasaan diri.

Sedari kecil, saya memiliki cita-cita untuk menjadi seorang pelaut. Pemikiran tersebut saya miliki ketika perjalanan pulang dari rental PlayStation didekat rumah, hasil dari bermain video game berjudul Sid Meier's Pirates yang saya sewa selama 1 jam. Membayangkan betapa gagahnya menjadi seorang kapten dengan memiliki nama Nathaniel Hawk, seorang pelaut Inggris, yang ditugaskan untuk berlayar ke Negara Karibia. Selama perjalanan ke Negara Karibia, terdapat banyak rintangan yang dihadapi olehnya, seperti diterpa angin kencang, badai hujan yang mengganggu penglihatan sang Nahkoda, diterjang ombak besar hingga membuat kapal tersebut hampir terbalik, dan yang paling mengerikan ialah serangan pembajak laut yang hampir merenggut nyawa sang Kapten. Berkat kegigihannya, Kapten Nathaniel Hawk berhasil menghadapi semua permasalahan tersebut. Alhasil saya ingin seperti dia. Dengan membeli poster berlatar wajah sang Kapten, dan membeli miniatur Kapal yang entah tidak ada kaitannya sama sekali dengan kisah tersebut, saya berbangga diri dan berangan-angan menjadi seorang yang berada pada kisah Sid Meier's Pirates. Sungguh masa lalu yang begitu menyenangkan.

Seiring dengan berjalannya waktu, pemikiran saya yang kemudian berubah, tepatnya pada saat memasuki Sekolah Menengah Pertama. Pada saat itu saya berpikir bahwa betapa lebih baik saya menjadi pebasket handal daripada menjadi seorang kapten yang memiliki resiko besar pada saat berlayar di lautan lepas. Hal tersebut terbukti pada setiap pulang sekolah, saya selalu menyempatkan diri untuk berlatih olahraga basket. Dengan memiliki jersey kebanggaan dari Club berlogokan Banteng. Ya, Chicago Bulls. Salah satu Club dari liga NBA yang telah banyak meraih prestasi, saya begitu percaya diri dan yakin, bahwa inilah cita-cita yang sesungguhnya. Namun kegiatan basket tersebut tidak berlangsung lama dan kemudian sirna begitu saja. Terbukti ketika memasuki tingkat akhir ditahapan Sekolah Menengah Pertama, saya berhenti melakukan kegiatan olahraga basket. Tuntutan orang tua yang mengharuskan anaknya untuk fokus menghadapi ujian nasional, adalah salah satu faktornya. Terlebih saya mempunyai keinginan untuk lulus dengan nilai yang memuaskan dan diterima oleh SMA yang selama ini saya idamkan, karena hal tersebut, saya memutuskan untuk lebih giat lagi dalam kegiatan belajar.

Tibalah waktu dimana saya menghadapi ujian nasional. Entah kenapa, pemikiran saya yang pada saat itu berubah drastis. Sewaktu SMP saya tidak begitu memikirkan banyak hal mengenai perencanaan, seperti apa yang akan terjadi pada hari esok, katakanlah memikirkan masa depan. Hari-hari yang selalu saya jalani selama kurun waktu kurang lebih 2,5 tahun, tampak begitu biasa saja dan tidak ada artinya ketika saya menyadari bahwa, betapa pentingnya untuk berpikir lebih panjang, terutama memikirkan masa depan. Dan saya akui bahwa saya telat menyadari. Hal-hal yang seharusnya dari dahulu saya pikirkan namun baru terpikirkan pada saat itu. Tetapi apa boleh buat, saya tidak ingin mengecewakan diri sendiri dan orang-orang terdekat. Alhasil saya belajar secara mati-matian demi meraih impian tersebut. Tibalah waktunya pengumuman hasil UN, masing-masing dari nilai ujian saya memenuhi kriteria untuk pembobotan. Senang rasanya begitu mendapatkan pencapaian tersebut, namun dibalik kesenangan  itu, terdapat beban yang lebih berat untuk dipikul, seperti halnya belajar yang harus lebih giat lagi.

Hari pertama saya sekolah di tahapan Sekolah Menengah Atas, saya dipertemukan dengan wajah-wajah baru. Wajah-wajah asing menuntut saya untuk membuka diri yang kemudian berkenalan dengan siapapun yang saya hadapi. Ada beberapa diantara teman SMP saya yang satu sekolah dengan saya pada saat SMA, akan tetapi itu hanya sebagian kecil. Mata pelajaran Sosiologi & Antropologi yang paling berkesan hingga saat ini. Selain gurunya yang galak, pemberian tugas yang tidak sewajarnya pun selalu diberikan oleh guru tersebut, sampai-sampai setiap pengerjaannya memakan waktu yang lama, bahkan hingga larut malam saya masih mengerjakannya. Pada saat SMA, saya bukan tipikal pelajar yang ambis, bukan juga tipikal pelajar yang menghiraukan kegiatan belajar. Dimana terdapat tugas sekolah, saya mengerjakannya, apabila tidak ada, saya menghabiskan waktu untuk bermain bersama teman-teman, demi melepaskan rasa penat selama kegiatan bersekolah.

Selama masa SMA, saya mempunyai impian untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih lanjut, yaitu kuliah. Terdapat beberapa kampus yang menjadi terget saya, dan dari semua itu adalah kampus negeri. Pada tingkatan akhir Sekolah Menengah Atas, saya mengikuti tes ke berbagai perguruan tinggi negeri yang saya inginkan. Dan dari semua itu saya tidak lolos. Saya berpikir, apakah impian saya hanya sebatas disini?. Saya telah mengecewakan orang tua yang telah membelikan segala perabotan dapur seperti panci, kompor, rice cooker, dan yang lainnya. Orang tua saya berpikiran bahwa anaknya ini akan kuliah diluar kota dan jauh dengannya. Tetapi kenyataan mengatakan sebaliknya, ketika ia mengetahui bahwa anaknya tidak lolos seleksi ke perguruan tinggi yang diinginkannya. Saya meminta maaf kepada orang tua dan menyatakan bahwa kemampuan saya hanya sebatas itu. Lalu orang tua saya memutuskan untuk menguliahkan saya di Universitas Swasta di daerah tempat saya tinggal.

Dunia perkuliahan adalah suasana baru yang saya rasakan. Seperti halnya kertas kosong yang dimana pelukis harus mewarnai kertas tersebut secantik mungkin, entah memakai satu warna ataupun lebih, saya rasa itu dapat memiliki makna yang berbeda. Menjumpai wajah-wajah asing, yang sama sekali saya tidak pernah melihatnya. Pada masa pengenalan mahasiswa baru, terdapat orang yang melantangkan suaranya, untuk mengikrarkan seutas sumpah, yaitu sumpah mahasiswa indonesia. Entah apa yang menjadi motif orang tersebut untuk melantangkan suaranya dihadapan orang banyak, terlepas dari makna sumpah tersebut, mungkin hanya sebatas menghidupkan suasana saja. Pada saat itu saya tidak benar-benar yakin, apakah orang tersebut telah melaksanakan sumpahnya tidak hanya sebatas ucapan kata, apakah jangan-jangan dia telah lalai dengan sumpahnya? Saya pun tidak mengetahui hal tersebut, tidak begitu penting juga apabila saya mengetahui apakah orang tersebut telah melaksanakan atau tidaknya. Masa awal perkuliahan, saya dikejutkan dengan sistem pembelajaran dosen yang tidak biasa saya dapatkan ketika SMA. Seperti ada yang tidak beres, ketika memasuki kelas lalu keluar dari kelas tersebut. Saya sempat bertanya-tanya kepada diri sendiri, apakah ini yang disebut dunia perkuliahan?.

Sempat saya putus asa, ketika perguruan tinggi negeri tidak menerima saya pada saat proses seleksi. Akan tetapi saya berpikir, mungkin terdapat kesalahan pada diri saya sendiri, yang membuat impian saya menjadi sirna begitu saja. Menyerah terhadap keadaan bukan merupakan jalan terbaik yang harus dipilih. Mau tidak mau saya harus membuka pemikiran saya tanpa batasan sama sekali. Selagi untuk ilmu pengetahuan kenapa tidak?. Saya tidak boleh merenungi kesalahan tersebut berlarut-larut, karena khawatir akan menggangu jalannya perkuliahan. Saya mencoba mewarnai perkuliahan saya ini dengan sibuk berorganisasi dalam kampus, dengan hal tersebut, rasa penyesalan saya lumayan terobati. Dalam berorganisasi, saya sempat membuka pembicaraan terkait penyesalan terhadap sistem pembelajaran yang diterapkan dikampus saya ini. Hal tersebut tidak saya kemukakan secara langsung kepada setiap orang yang berada pada organisasi tersebut, melainkan untuk orang-orang terdekat saja.

Waktu demi waktu telah saya lalui, saya mendapati orang yang memang satu pemikiran dengan saya. Telah banyak hal yang saya bicarakan terkait masa depan, hiruk pikuk sistem pembelajaran kampus, elegi percintaan yang selalu tragis diakhir waktu, dan masih banyak yang lainnya. Hingga pada akhirnya, saya bersama 2 teman yang satu pemikiran tersebut mendirikan club. Club tersebut merupakan club baca, bernamakan Verba Volant Scripta Manent. Nama tersebut memiliki arti bahwa kata-kata yang diucapkan akan hilang, namun tulisan akan selalu ada. Tujuan dari pendirian club tersebut tak lain untuk mencari jalan keluar dari suatu permasalahan yang sedang dihadapi saya beserta 2 teman saya tersebut. Dengan cara membaca lalu memahami isi dari buku tersebut setidaknya telah membuka wawasan saya dan sejauh mana saya dapat berpikir. Karena saya dan 2 teman saya tersebut yakin, kalau hanya mengharapkan ilmu dari kelas perkuliahan saja tidak akan cukup. Mudah-mudah dengan berdirinya club tersebut dapat membuka ruang pemikiran saya beserta 2 teman saya dan terus mengevaluasi, terdapat kesalahan apa saya selama menjalankan hidup yang fana ini.

favorite
0 likes
Be the first to like this issue!
swap_vert

X