Isekai Sebagai Goblin - Kesialan Terus Datang

Gelap.

Sunyi.

Dingin.

Joko tidak tahu apa yang menantinya. Tapi ia tahu satu hal: apa pun itu, ia tidak akan lagi menjadi korban.

Udara putih… awan lembut… dingin seperti mati rasa.

Itulah yang pertama kali dirasakan Joko saat ia membuka mata. Kesadarannya samar, seperti baru terbangun dari mimpi buruk—meskipun ia sadar, hidupnya sendiri selama ini sudah seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai.

Tubuhnya tergeletak di atas permukaan lembut, tapi kakinya tetap bisa berpijak. Di sekelilingnya, hanya putih… putih di mana-mana. Udara terasa hening, kosong, dan sunyi. Namun tidak berlangsung lama.

“Hei! Joko bangsat! Lo ikut ke sini juga?!”

Suara Jimmy. Disusul dengan langkah kaki yang menghentak keras.

BRAK!

Sebuah sepatu menghantam perut Joko, membuat tubuhnya terpelanting ke samping.

“Kau nularin sial ke kita semua, Joko!” bentak Hendra sambil mencengkeram kerah bajunya. “Pasti gara-gara lo kita ketarik ke tempat aneh ini!”

“Liat tuh, semua jadi aneh! Lo emang pembawa sial!” Silvi menambahkan dengan seringai jijik.

Anto menggeleng sinis sambil merangkul pacarnya, Silvi. “Udah, kita buang aja dia di sini. Orang kayak dia cuma ngerepotin.”

Joko memeluk lutut, menahan napas. Ia tidak melawan. Ia tidak pernah melawan.

Ia hanya… menyelinap menjauh. Menjauh dari mereka, dari caci maki, dari rasa takut yang selama ini terus menggenggam tenggorokannya. Ia menemukan celah di balik tumpukan awan—atau semacamnya—dan bersembunyi.

Dari kejauhan, Joko melihat mereka. Hendra, Jimmy, Rendi, Silvi, Dinda… semuanya berkumpul. Lalu sosok bercahaya muncul di hadapan mereka.

Makhluk itu berkilauan seperti matahari kecil, dengan tubuh tinggi dan lebar, wajahnya tak bisa dilihat jelas. Seolah wujudnya terlalu terang untuk ditangkap mata manusia. Dari punggungnya, cahaya seperti sayap terbentang, dan ketika ia berbicara, suaranya menggema seperti genderang langit.

> “Kalian… dipanggil ke dunia Elgardia. Dunia yang tengah menghadapi kehancuran. Kalian adalah yang terpilih.”

Sontak mereka bersorak. Jimmy mengepalkan tangan, Dinda menari kecil. Rendi bahkan melirik ke arah Dinda dan berseru, “Ini kayak isekai di anime, ya! Gua udah lama nunggu momen gini!”

Joko menyaksikan dengan tubuh menggigil. Ia tak berani keluar.

Ia tak merasa seperti bagian dari mereka.

Satu per satu, tubuh para murid diselimuti cahaya dan menghilang, seperti disedot oleh portal tak kasatmata. Tinggalah Joko. Sendirian.

Lalu suara itu terdengar lagi.

Tapi kali ini lebih dekat.

> “Kau… siapa?”

Joko menoleh cepat. Sosok bercahaya itu kini berdiri di hadapannya. Tidak menyerang. Tidak memaki. Tapi juga tidak tersenyum.

> “Apa yang kau lakukan di sini? Mengapa kau tidak bersama para terpilih?”

Joko menelan ludah. Ia ingin menjawab, tapi tak bisa. Tubuhnya gemetar, jantungnya berdegup cepat, matanya terasa panas. Tubuhnya menolak bicara. Ketakutan menguasainya seperti biasa. Seperti di dunia lama. Ia tak bisa berkata apa pun.

Sosok itu menatapnya lebih dalam. “Kau takut…”

Lalu tangan bercahayanya terangkat perlahan, dan cahaya emas menyelimuti tubuh Joko. Hangat, lembut, dan menenangkan. Dalam sekejap, rasa takut itu… menguap.

Untuk pertama kalinya, ia merasa tidak takut.

Suaranya keluar.

“A-aku… aku Joko… aku nggak tahu kenapa aku ikut tersedot… Aku nggak termasuk ‘terpilih’, kan?”

Makhluk itu diam sejenak.

> “Sistem kami… tidak sempurna. Kau ikut terbawa dalam pusaran panggilan. Tapi karena kau tidak termasuk daftar… kau tidak mendapatkan jalur, tidak mendapatkan hak memilih…”

“Lalu… aku harus bagaimana?”

Makhluk itu memejamkan matanya. Ia menghela napas—atau semacam itu.

> “Aku tidak bisa mengulang pemanggilan utama. Tapi aku tidak bisa meninggalkanmu tanpa apa-apa. Dunia Elgardia tidak murah hati pada mereka yang lemah…”

Tangan bercahaya itu sekali lagi terangkat.

> “Maka kutanamkan padamu… satu skill… hasil ciptaanku sendiri.”

Cahaya biru berputar mengelilingi Joko. Sebuah suara berdenting mengisi udara.

> [Skill ‘ENCOURAGE’ diperoleh!]

> Skill pasif dan aktif: Menghapus rasa takut, mengurangi tekanan mental, menetralisir intimidasi, dan meringankan kelelahan selama 30 menit. Cooldown: 1 jam.

“Skill ini akan menolongmu bertahan,” ucap makhluk itu. “Bukan untuk melawan. Tapi untuk terus berjalan… saat dunia tak menginginkanmu.”

Joko terdiam. Entah kenapa, kalimat itu mengguncang jiwanya.

“Karena waktuku habis… dan dunia itu sudah menunggumu…”

Makhluk itu mulai mengangkat tangan terakhir kalinya.

> “Bertahanlah di dunia barumu, Joko. Aku memberimu sesuatu yang tak pernah kau miliki… keberanian.”

Cahaya putih meledak di sekeliling Joko dan ia menghilang.

ns216.73.216.7da2

Kesialan Terus Datang

註冊

登入

介面語言:

故事語言: