
Hari-hari Joko tak pernah dimulai dengan senyuman. Sejak alarm tua itu berbunyi di sudut kamarnya yang pengap, ia sudah tahu apa yang akan terjadi. Tidak ada ucapan selamat pagi, tidak ada sarapan hangat. Ibunya sudah meninggal lima tahun lalu, dan ayahnya lebih sering menghabiskan malam di warung tuak daripada di rumah. Kadang pulang dalam keadaan mabuk, kadang tidak pulang sama sekali. Tak jarang, saat pulang pun, Joko hanya menerima bentakan atau tamparan karena alasan sepele.
220Please respect copyright.PENANA9HPsyuNyxC
Pagi ini pun tak berbeda.
220Please respect copyright.PENANAerIG3DOZhi
Ia berangkat ke sekolah dengan perut kosong dan bekas lebam samar di pelipis kiri, hasil dari semalam saat ayahnya mengamuk karena kehilangan dompet.
220Please respect copyright.PENANAOQz0GwxkIN
Sekolah seharusnya jadi tempat pelarian, tapi bagi Joko, itu adalah neraka kedua. Di koridor kelas 3-A, deretan siswa sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Tapi begitu Joko lewat, semua mata seakan otomatis melihat ke arahnya—bukan karena dia menonjol, tapi karena dia adalah sasaran empuk.
220Please respect copyright.PENANAaQa0oanfRd
"Eh, liat deh, si Joko masih hidup!" seru Anto, si ketua geng pembully, dengan suara keras. Tubuhnya tinggi besar, seperti preman pasar yang nyasar ke bangku sekolah. Tawa renyah tapi menyebalkan menyusul di belakangnya.
220Please respect copyright.PENANAgOrCWuJFtV
"Katanya kemarin bokapnya ngamuk lagi ya? Hahaha, kasian banget jadi anak nggak diakui," ujar Hendra, si tukang rekam. Kamera HP-nya selalu siap, terutama saat mereka ingin mendokumentasikan “hiburan pagi”.
220Please respect copyright.PENANAeDY1PsIyCe
Jimmy, anak orang kaya yang suka menyebar gosip, ikut menyeringai. “Kalau dia mati, sekolah ini bakal lebih damai sih.”
220Please respect copyright.PENANAvRtejs03qC
Silvi, pacar Anto, ikut tertawa. Rambut panjangnya bergelombang, makeup-nya tebal seperti selebgram, tapi hatinya... lebih kejam dari iblis. “Kok kamu masih sekolah sih, Jo? Kalau aku jadi kamu, udah gantung diri dari semester satu.”
220Please respect copyright.PENANAHvmsLxUfWr
Mereka tertawa.
220Please respect copyright.PENANAwNypS98DlK
Rendi, sahabat Jimmy, menyikut Dinda—pacarnya. “Eh Din, kamu jangan sampai duduk deket dia ya. Nanti kutunya nular loh.”
220Please respect copyright.PENANA6UzCCOdEqR
Dinda hanya cengengesan tanpa simpati. Bahkan saat pandangan mata Joko memohon, tak satu pun dari mereka peduli. Hanya ada cemoohan.
220Please respect copyright.PENANAub9Nl0Jj5h
Hari itu, mereka tak puas hanya dengan ejekan. Saat jam istirahat, Joko dipanggil paksa ke gudang kosong belakang laboratorium. Tanpa saksi. Tanpa kamera pengawas.
220Please respect copyright.PENANApNfnQiUMKQ
Mereka merobek tasnya, melempar buku-bukunya, menginjak sepatu satu-satunya yang sudah robek di bagian depan. Anto bahkan menyiramkan sisa air mineral ke kepala Joko.
220Please respect copyright.PENANAuispZ88DtK
"Anak goblok kayak kamu tuh buat jadi pelayan doang. Gini loh, kamu pegangin sepatu gue!" ucap Anto sambil meletakkan kakinya di dada Joko. Hendra tertawa dan mengabadikan momen itu.
220Please respect copyright.PENANAPAi0EUQJOX
"Aduh, Anto... nanti bajunya kotor dong," goda Silvi, tapi dengan senyum geli, seolah menikmati semua ini. Bahkan saat Rendi berpura-pura menendang wajah Joko dengan pelan, mereka semua tertawa puas.
220Please respect copyright.PENANAyf4UkT2M50
Saat bel pulang berbunyi, Joko berjalan terseok dengan baju lembab, sepatu compang-camping, dan wajah penuh debu. Tidak ada yang menoleh ke arahnya di jalan pulang. Ia terbiasa menjadi bayangan. Ia bahkan tak menangis lagi—air matanya seakan sudah habis sejak lama.
220Please respect copyright.PENANAT22vBJKy19
Langit senja mulai berubah kelabu saat mereka melewati lorong sempit di belakang sekolah. Joko mengikuti di belakang, karena rute itu lebih cepat. Di depannya, ia bisa melihat mereka semua: Anto menggandeng Silvi sambil tertawa keras, Hendra dan Jimmy bercanda soal video yang akan mereka unggah malam ini, Rendi dan Dinda saling rangkul.
220Please respect copyright.PENANAyjwuGfD70B
Hidup sempurna bagi para pembulinya. Neraka bagi dirinya.
220Please respect copyright.PENANAsWdx2RZWnZ
Namun, saat mereka tiba di bawah pohon besar dekat tembok belakang sekolah, sesuatu yang ganjil terjadi.
220Please respect copyright.PENANA4rwY5HHTFY
Udara mendadak bergetar. Tanah di bawah kaki mereka berubah lembek, seperti lumpur. Sebuah lingkaran bercahaya muncul di tanah—berpendar ungu dengan simbol-simbol aneh dan asap tipis yang naik perlahan.
220Please respect copyright.PENANAEhUauusiLG
"Apa-apaan ini?!" jerit Silvi.
220Please respect copyright.PENANA2Jar0MkzIn
“Ini... ini kayak di anime-anime...” bisik Jimmy dengan suara gemetar.
220Please respect copyright.PENANAztfxfMdOf1
Namun sebelum mereka sempat bergerak, tanah di bawah kaki mereka menghisap semuanya. Teriakan panik memenuhi udara. Tubuh-tubuh melayang, terhisap masuk ke dalam pusaran sihir yang tak dikenal. Joko mencoba berbalik, tapi daya sedotnya terlalu kuat. Ia terseret bersamaan dengan mereka, teriakannya bergabung dalam kekacauan.
220Please respect copyright.PENANAgmImhlhu13
Dalam sepersekian detik terakhir sebelum kesadarannya menghilang, Joko melihat bayangan raksasa, berjubah hitam dan bersayap kelelawar, berdiri di balik pusaran itu—matanya merah menyala, dan suaranya bergema di dalam kepala Joko.
220Please respect copyright.PENANAtcSyKgUCc0
> “Kau... yang paling menderita di antara mereka... akan kuberi kehidupan baru. Tapi bukan sebagai manusia.”
ns216.73.216.30da2