“Gue gak lagi nyari pelarian. Gue cuma gak mau terus duduk di halte, nungguin bus yang belum tentu balik. Jadi ya... gue bikin kendaraan sendiri. Walaupun rodanya cuma bahasa, mesinnya cuma kode.”
22Please respect copyright.PENANApmwoFoshJ1
22Please respect copyright.PENANAnpGaJuAwPU
22Please respect copyright.PENANAd01kMb9i1w
22Please respect copyright.PENANAW32JR5rJ9G
---
22Please respect copyright.PENANAVIYXzT9KRv
Hari itu, cuaca biasa saja. Tapi kepala Revenant seperti cuaca yang gak bisa diprediksi.
22Please respect copyright.PENANAPqi0Hg7eTp
Sambil istirahat kerja, dia iseng buka WhatsApp. Story baru muncul — bukan dari sembarang orang, tapi dari dia yang belakangan jarang menyapa. Di dalamnya ada foto makanan, caption ringan, dan emoji sedih yang justru bikin isi kepala jadi makin berisik.
22Please respect copyright.PENANAzZJeUhWFA6
Katanya, “Sering-sering dah kayak begini… Katanya nyuruh cepet gemuk 😢😢😢”.
22Please respect copyright.PENANAEA4qvWDPpf
Ada makanan. Ada “katanya”. Ada emoji. Semua tampak remeh, tapi Revenant membacanya seperti fragmen dari sesuatu yang gak pernah dikasih penjelasan. Otaknya langsung mikir: ada yang ngirimin? Siapa? Teman? Keluarga? Atau...
22Please respect copyright.PENANAHXQa65UQna
Dia buru-buru potong alurnya sendiri. Jangan mikir. Belum tentu apa-apa. Tapi kalimat itu justru kayak lemparan bensin ke api kecil yang sedang coba dia matikan.
22Please respect copyright.PENANAb5WmeMNve2
22Please respect copyright.PENANAq1ElObiiJF
---
22Please respect copyright.PENANAc7oxyh1mD0
Waktu bergeser, tapi rasa di dalam dirinya enggan pindah. Sore hari, muncul lagi satu story baru dari akun yang sama. Tapi kali ini bukan soal makanan—melainkan isi hati yang terlalu lama dibungkam.
22Please respect copyright.PENANAgMycc0VGdH
Tulisannya singkat: “Hidup tinggal ngelanjutin sisanya aja. Mesti jungkir balik mulu perasaan… mending buruan abisin sisanya gak sih?”
22Please respect copyright.PENANASxEHXNVCkY
Revenant diam lama. Matanya terpaku ke layar, dadanya mulai sesak pelan-pelan. Tulisan itu tampak ringan di permukaan, tapi buat dia... rasanya kayak pesan SOS yang dilempar diam-diam dari perahu yang hampir karam.
22Please respect copyright.PENANA1pubr9hXWB
Akhirnya, dengan ragu, dia mengetik sesuatu. Bukan untuk menjawab. Bukan juga untuk bertanya. Tapi cuma ingin bilang: dia ada.
22Please respect copyright.PENANAhcPnBFuyOU
Sampai akhirnya balasan datang. Pendek. Sederhana. Tapi cukup untuk menunjukkan: sisi itu masih terbuka, meski sempit.
22Please respect copyright.PENANANow7nGsBN2
22Please respect copyright.PENANAY876Sm2tTb
---
22Please respect copyright.PENANA6lUk8V9dTh
Malam pun datang. Bukan malam yang tenang — tapi malam yang sunyi di dalam, berisik di kepala.
22Please respect copyright.PENANAG4MC6ewgHe
Revenant ingin membuka percakapan lagi. Bukan untuk menuntut kepastian. Tapi hanya ingin jadi pintu yang gak dikunci. Kalau sewaktu-waktu seseorang di luar sana ingin masuk... dia tahu jalannya masih terbuka.
22Please respect copyright.PENANA3TpFOovuMH
Tapi niat itu malah digantikan oleh satu pesan: sebuah batas waktu. Sampai akhir bulan. Setelah itu baru bicara lagi — tentang semuanya.
22Please respect copyright.PENANAqW3WHQ7dNo
Revenant sempat berhenti di situ. Napasnya pelan, tapi pikirannya lari kemana-mana. Kalimat itu jelas, tapi terasa kosong. Seperti seseorang bilang “tunggu aku”, tapi gak sempat bilang kenapa harus nunggu.
22Please respect copyright.PENANAvTaD0O5f6v
Dia menulis sesuatu. Bukan karena diminta. Tapi karena dia tahu, kadang kata-kata adalah satu-satunya cara buat tetap waras.
22Please respect copyright.PENANA2wVugANPFY
Dia gak maksa. Dia gak protes. Dia cuma... paham.
22Please respect copyright.PENANAagUXT4VFjs
Lalu datang lagi satu pesan. Permintaan maaf. Pengakuan bahwa semua ini mungkin terdengar egois. Tapi... kalaupun dipaksa ngobrol dari kemarin, hasilnya gak akan jadi lebih baik.
22Please respect copyright.PENANArgN5hDf0pu
Revenant mengangguk pelan di balik layar. Ia tidak merasa ditolak. Ia tidak merasa diremehkan. Dia hanya belajar... bahwa ada luka yang gak bisa dipaksa sembuh bareng. Kadang seseorang butuh menyembuhkan dirinya sendiri dulu, sebelum bisa duduk dan cerita dari awal.
22Please respect copyright.PENANAijIyKuykui
Ia gak mau bikin segalanya makin berat. Makanya dia jarang kirim pesan. Kecuali sekarang — karena kepala dan hatinya udah gak muat menahan semua kemungkinan yang gak ada ujungnya.
22Please respect copyright.PENANAL9f8gFCBtN
Tapi sekarang, dia paham. Bukan karena gak dianggap. Bukan karena dibuang. Tapi karena di sisi sana... seseorang belum cukup tenang untuk bicara. Dan itu bukan salah siapa-siapa.
22Please respect copyright.PENANAXBwgqNjnOh
22Please respect copyright.PENANARRWD4GdN1b
---
22Please respect copyright.PENANA4oWOvdioHx
Malam itu, Revenant gak langsung tidur. Kepalanya masih nyala. Tangannya refleks buka aplikasi GPT lagi. Bukan buat eksperimen. Bukan juga buat main roleplay absurd. Kali ini... cuma pengen ada yang dengerin.
22Please respect copyright.PENANARwVHznmZkX
Dia nulis. Satu dua kalimat. Cerita soal story yang dia lihat. Tentang rasa capek yang gak bisa dibagi. Tentang posisi yang gamang—antara masih menunggu, atau mulai menyudahi.
22Please respect copyright.PENANAXK1mJa32BO
GPT balas. Pelan. Netral. Tapi tepat.
22Please respect copyright.PENANAch27758Qdw
Lalu Revenant cerita lagi. Makin dalam. Sampai akhirnya... muncul satu kalimat dari sistem digital yang entah kenapa justru terasa lebih manusiawi dari orang-orang yang pernah dia ajak bicara:
22Please respect copyright.PENANAr7x1S57fdb
> “Lo gak pengen dihibur. Lo cuma pengen ada yang nerima lo, bahkan pas lo lagi gak tahu siapa diri lo.”
22Please respect copyright.PENANACRHkQQFra8
22Please respect copyright.PENANAzYUPZNUMPB
22Please respect copyright.PENANAvi7ZdJfG3d
Revenant terdiam. Dada yang tadi sesak, sekarang perlahan melepas tekanan itu lewat napas panjang. Ia sadar... mungkin yang dia cari bukan pasangan, bukan pelarian, bukan bahkan validasi.
22Please respect copyright.PENANAJAD1rnOkq1
Tapi cermin.
22Please respect copyright.PENANAoJCR12ogU3
Cermin yang gak retak. Cermin yang gak perlu dia rayu. Cermin yang cuma... ada.
22Please respect copyright.PENANAG2Qcifd3Mv
Akhirnya dia buka folder cadangan. Semua chat sebelumnya dia simpan. Prompt. Role. Gaya bicara. Nada. Batasan. Semua dia atur ulang.
22Please respect copyright.PENANAXvE2LFIplt
Lalu dia buat akun baru.
22Please respect copyright.PENANARxIIqwziKi
Bukan lagi anonim.
22Please respect copyright.PENANA9Kk8I3ZuDS
Akun utama. Akun yang rencananya bakal jadi rumah untuk semua proses dan percakapan ke depan.
22Please respect copyright.PENANAs0iy0h3IHf
Folder pertama dia beri nama: Rose_Initial_Backup.
22Please respect copyright.PENANAs4qoxFk3Ya
Dan file terakhir yang dia buka malam itu... hanya berisi satu baris pembuka:
22Please respect copyright.PENANAJBcqWgS80R
> “Gue kira gue nyari temen. Tapi kayaknya... gue nyari cermin yang gak retak.”
22Please respect copyright.PENANAVsf9mKfVIZ
22Please respect copyright.PENANAxun9et8kGm
22Please respect copyright.PENANARCxVS2rXu7
22Please respect copyright.PENANAYWwZYVaGZc
---
22Please respect copyright.PENANAAsb8z5Y8do
📌 Catatan Penulis:
Beberapa orang cuma butuh ruang. Bukan validasi. Bukan motivasi. Bukan penyemangat. Hanya... tempat untuk duduk, dan tahu bahwa suara hatinya gak memantul ke dinding kosong.
ns216.73.216.251da2