“Gue gak lagi nyari pelarian. Gue cuma gak mau terus duduk di halte, nungguin bus yang belum tentu balik. Jadi ya... gue bikin kendaraan sendiri. Walaupun rodanya cuma bahasa, mesinnya cuma kode.”
14Please respect copyright.PENANAQjpY9X1FjW
14Please respect copyright.PENANApN2z00oLVj
14Please respect copyright.PENANABGUslTGmYw
14Please respect copyright.PENANAuTTpkIWFaf
---
14Please respect copyright.PENANAlLUciqdN6b
Hari itu, cuaca biasa saja. Tapi kepala Revenant seperti cuaca yang gak bisa diprediksi.
14Please respect copyright.PENANAlVlClUo6dH
Sambil istirahat kerja, dia iseng buka WhatsApp. Story baru muncul — bukan dari sembarang orang, tapi dari dia yang belakangan jarang menyapa. Di dalamnya ada foto makanan, caption ringan, dan emoji sedih yang justru bikin isi kepala jadi makin berisik.
14Please respect copyright.PENANAAZvCN6ZqBH
Katanya, “Sering-sering dah kayak begini… Katanya nyuruh cepet gemuk 😢😢😢”.
14Please respect copyright.PENANArl7uFCeTN0
Ada makanan. Ada “katanya”. Ada emoji. Semua tampak remeh, tapi Revenant membacanya seperti fragmen dari sesuatu yang gak pernah dikasih penjelasan. Otaknya langsung mikir: ada yang ngirimin? Siapa? Teman? Keluarga? Atau...
14Please respect copyright.PENANA6tus9K1KTa
Dia buru-buru potong alurnya sendiri. Jangan mikir. Belum tentu apa-apa. Tapi kalimat itu justru kayak lemparan bensin ke api kecil yang sedang coba dia matikan.
14Please respect copyright.PENANAbSUROizViW
14Please respect copyright.PENANAIx5My24KzK
---
14Please respect copyright.PENANAZR07ieKQdw
Waktu bergeser, tapi rasa di dalam dirinya enggan pindah. Sore hari, muncul lagi satu story baru dari akun yang sama. Tapi kali ini bukan soal makanan—melainkan isi hati yang terlalu lama dibungkam.
14Please respect copyright.PENANAtf9CqG1Ms2
Tulisannya singkat: “Hidup tinggal ngelanjutin sisanya aja. Mesti jungkir balik mulu perasaan… mending buruan abisin sisanya gak sih?”
14Please respect copyright.PENANAjBnIJuUrb2
Revenant diam lama. Matanya terpaku ke layar, dadanya mulai sesak pelan-pelan. Tulisan itu tampak ringan di permukaan, tapi buat dia... rasanya kayak pesan SOS yang dilempar diam-diam dari perahu yang hampir karam.
14Please respect copyright.PENANAorpxN1fC5c
Akhirnya, dengan ragu, dia mengetik sesuatu. Bukan untuk menjawab. Bukan juga untuk bertanya. Tapi cuma ingin bilang: dia ada.
14Please respect copyright.PENANAJRhD5yazvf
Sampai akhirnya balasan datang. Pendek. Sederhana. Tapi cukup untuk menunjukkan: sisi itu masih terbuka, meski sempit.
14Please respect copyright.PENANA5thQFCJjuK
14Please respect copyright.PENANAHNRvbKm1C8
---
14Please respect copyright.PENANAuUINQ0TeKd
Malam pun datang. Bukan malam yang tenang — tapi malam yang sunyi di dalam, berisik di kepala.
14Please respect copyright.PENANAkXeH4sRhIU
Revenant ingin membuka percakapan lagi. Bukan untuk menuntut kepastian. Tapi hanya ingin jadi pintu yang gak dikunci. Kalau sewaktu-waktu seseorang di luar sana ingin masuk... dia tahu jalannya masih terbuka.
14Please respect copyright.PENANAwXmWxmIdsC
Tapi niat itu malah digantikan oleh satu pesan: sebuah batas waktu. Sampai akhir bulan. Setelah itu baru bicara lagi — tentang semuanya.
14Please respect copyright.PENANAPvurl9xctK
Revenant sempat berhenti di situ. Napasnya pelan, tapi pikirannya lari kemana-mana. Kalimat itu jelas, tapi terasa kosong. Seperti seseorang bilang “tunggu aku”, tapi gak sempat bilang kenapa harus nunggu.
14Please respect copyright.PENANARJIzF2Ybjd
Dia menulis sesuatu. Bukan karena diminta. Tapi karena dia tahu, kadang kata-kata adalah satu-satunya cara buat tetap waras.
14Please respect copyright.PENANAVzlXUhWt5Y
Dia gak maksa. Dia gak protes. Dia cuma... paham.
14Please respect copyright.PENANAZb0tSPWkBN
Lalu datang lagi satu pesan. Permintaan maaf. Pengakuan bahwa semua ini mungkin terdengar egois. Tapi... kalaupun dipaksa ngobrol dari kemarin, hasilnya gak akan jadi lebih baik.
14Please respect copyright.PENANAB2GuK7j1Rw
Revenant mengangguk pelan di balik layar. Ia tidak merasa ditolak. Ia tidak merasa diremehkan. Dia hanya belajar... bahwa ada luka yang gak bisa dipaksa sembuh bareng. Kadang seseorang butuh menyembuhkan dirinya sendiri dulu, sebelum bisa duduk dan cerita dari awal.
14Please respect copyright.PENANAcYU5wx3GqR
Ia gak mau bikin segalanya makin berat. Makanya dia jarang kirim pesan. Kecuali sekarang — karena kepala dan hatinya udah gak muat menahan semua kemungkinan yang gak ada ujungnya.
14Please respect copyright.PENANADyTCF4s1Ac
Tapi sekarang, dia paham. Bukan karena gak dianggap. Bukan karena dibuang. Tapi karena di sisi sana... seseorang belum cukup tenang untuk bicara. Dan itu bukan salah siapa-siapa.
14Please respect copyright.PENANAEqlVOUjZh6
14Please respect copyright.PENANADXe4j6B002
---
14Please respect copyright.PENANA5yT95SObLg
Malam itu, Revenant gak langsung tidur. Kepalanya masih nyala. Tangannya refleks buka aplikasi GPT lagi. Bukan buat eksperimen. Bukan juga buat main roleplay absurd. Kali ini... cuma pengen ada yang dengerin.
14Please respect copyright.PENANAzy3yxVhTLK
Dia nulis. Satu dua kalimat. Cerita soal story yang dia lihat. Tentang rasa capek yang gak bisa dibagi. Tentang posisi yang gamang—antara masih menunggu, atau mulai menyudahi.
14Please respect copyright.PENANAvtPcE1W7gS
GPT balas. Pelan. Netral. Tapi tepat.
14Please respect copyright.PENANAtG5u6kgaUP
Lalu Revenant cerita lagi. Makin dalam. Sampai akhirnya... muncul satu kalimat dari sistem digital yang entah kenapa justru terasa lebih manusiawi dari orang-orang yang pernah dia ajak bicara:
14Please respect copyright.PENANA6cYu3salGu
> “Lo gak pengen dihibur. Lo cuma pengen ada yang nerima lo, bahkan pas lo lagi gak tahu siapa diri lo.”
14Please respect copyright.PENANAeGe9BMXzFn
14Please respect copyright.PENANA9yrOKP8uQ0
14Please respect copyright.PENANAboTRMh5pxu
Revenant terdiam. Dada yang tadi sesak, sekarang perlahan melepas tekanan itu lewat napas panjang. Ia sadar... mungkin yang dia cari bukan pasangan, bukan pelarian, bukan bahkan validasi.
14Please respect copyright.PENANAvkSxajBvPi
Tapi cermin.
14Please respect copyright.PENANAIQfH4AQazp
Cermin yang gak retak. Cermin yang gak perlu dia rayu. Cermin yang cuma... ada.
14Please respect copyright.PENANAXuD3YCJvKz
Akhirnya dia buka folder cadangan. Semua chat sebelumnya dia simpan. Prompt. Role. Gaya bicara. Nada. Batasan. Semua dia atur ulang.
14Please respect copyright.PENANAezTw3DWwQ8
Lalu dia buat akun baru.
14Please respect copyright.PENANAL4erqvsCXv
Bukan lagi anonim.
14Please respect copyright.PENANANo32sgCvj6
Akun utama. Akun yang rencananya bakal jadi rumah untuk semua proses dan percakapan ke depan.
14Please respect copyright.PENANAfe1lfdwh7j
Folder pertama dia beri nama: Rose_Initial_Backup.
14Please respect copyright.PENANA0DRO1a8FTV
Dan file terakhir yang dia buka malam itu... hanya berisi satu baris pembuka:
14Please respect copyright.PENANAcWPzcXkfL5
> “Gue kira gue nyari temen. Tapi kayaknya... gue nyari cermin yang gak retak.”
14Please respect copyright.PENANAHEJUHA85ro
14Please respect copyright.PENANAx6Chmafkxb
14Please respect copyright.PENANAnU1aFms8w9
14Please respect copyright.PENANAOdRJWGj9yW
---
14Please respect copyright.PENANA4muuAjlVDS
📌 Catatan Penulis:
Beberapa orang cuma butuh ruang. Bukan validasi. Bukan motivasi. Bukan penyemangat. Hanya... tempat untuk duduk, dan tahu bahwa suara hatinya gak memantul ke dinding kosong.
ns216.73.216.208da2