Alraune, makhluk tipe alam, Elder atau leluhur dari ras tanaman dan pohon, adalah ratu yang membawa keseimbangan hutan dan segala kehidupan di dalamnya. Alraune dikenal sebagai satu – satunya ancient yang punya jiwa yang paling murah hati.
Hanya saja, obsesi dan ambisinya tidak boleh bertentangan oleh siapapun. Hanya karena dianggap sebagai “ancient paling murah hati” bukan berarti Alraune tidak bisa marah. Alraune selalu mewakili nama bunga dalam kehadirannya. Dan setiap bunga itu mewarisi sikap terburuk mereka.
Lagipula mereka termasuk makhluk ancient. Dan makhluk ancient adalah mereka yang jauh lebih kuat dan bijaksana, suka mengatur tapi tidak dengan sebaliknya, serta punya wilayah dan kekuasaan masing – masing.
Sejauh ini ada empat alraune yang diciptakan oleh sang ratu bijaksana konstelasi alam, ratu mawar. Bloodshed Lily Sundew, mewarisi sikap “kejam” tanpa ampun, Morning Glory Venus, mewarisi sikap “kekanak – kanakan”, Bladderworts Snapdragon, dengan sikap “Tipu muslihat”nya, dan yang terakhir, Black Rose Mandragora, yang dikenal sebagai “Duka dan pendendam”.
Sejauh ini yang paling berbahaya bila ditemui adalah alraune yang mewarisi sikap kejam begitu pula dengan kekuatan mereka dalam “Demonstrasi Perang Konstellar”. Meskipun, ketiganya beradu, tidak ada yang tahu seberapa kuatnya mawar hitam. Itu karena ia tidak memikirkan tentang kekuatan. Itulah yang dikatakan, Ratu Thessalia.
Saat mendengar cerita Ratu Thessalia, Mata Cockatrice tiba – tiba terbuka dengan tiba – tiba.
(*”Oi, ada yang datang, loh! Mereka ada sekitar lima peleton! 800 meter arah jam 1!*”)
“Mari kita simpan detailnya nanti, Ratu Thessalia.” Tambah Moritz membereskan barangnya dan berpaling pada semua rekannya. “Semuanya, mari bersiap – siap! Ada yang mendekat!”
Semuanya tampak panik, namun Moritz dibantu oleh Bihice dan Ratu Thessalia untuk meredakan kepanikan. Moritz lesat melakukan sihir teleportasi untuk menaruh perkakas dapurnya di halaman rumahnya.
Sekitar 3 menit, semua orang berhasil naik ke punggung Cockatrice. Kini mereka telah sejajar dengan awan. Moritz yang mengawasi dari atas, ia melihat begitu banyak sekali moldrin dan para awah. Mereka mendongak ke atas dengan mata merah menyalanya.
Begitu pula… wanita yang membelah kerumunan mereka…
Wajahnya yang sedih memandang langit….
***
Sesampainya di gerbang depan, mereka turun dan disambut oleh keluarga mereka yang sedang menunggu. Moritz memandangi begitu hangatnya rindu, pelukan, dan rasa lega. Terutama, Faegwyn, yang memeluk hangat tiga elf, atau putrinya. Senyuman puas dan lega juga melebar di wajah pemuda wali kota pirn, Presscot serta wakilnya Janice.
Hampir semua orang diterima baik. Yah, hampir….
Tidak untuk Rokurokubi dan hantu payung. Awalnya Presscot tidak setuju, karena mereka adalah monster yang pernah menyebabkan kondisi kota pirn dalam keadaan gawat dulu. Namun, karena Moritz yang meminta, Presscot yang seakan punya bebas balas budi, tidak bisa menolak.
Moritz memutuskan untuk membawa para hantu hutan pirn bersamanya sementara untuk berkunjung ke kota.
Sementara Faegwyn diperintahkan Moritz untuk kembali ke desa vaughtort, untuk menenangkan diri dan beristirahat. Namun Faegwyn menolak dengan keras kepala. Ia berpikir untuk tinggal sementara di kota pirn untuk membantu Moritz. Moritz tidak bisa memaksanya.
Sebagai gantinya….
Moritz mengajak Faegwyn bersama Bihice dan Ratu Thessalia untuk membicarakan sesuatu di kantor Presscot. Sementara ketiga putri Faegwyn disuruhnya ke kamar penginapan untuk menunggunya. Cockatrice kini diperlihatkannya juga, namun dalam bentuk kecil. Bersama dengan para rokurokubi dan hantu payung.
“Saya dengan senang hati, menyambut Ratu Thessalia dan Bihice,” tambahnya agak enggan. “Te-tentu… dan para ras arwah hutan pirn….”
(Nah, seenggaknya dia berusaha….)
(*”Heh! Kamu tahu sekali caranya memaksa orang!”*)
(Diamlah! Aku nggak ingin kata – kata itu keluar dari mulutmu!)
Di dalam gedung manajemen kota pirn, melewati korridor lantai tiga dengan alas karpet mewah, Presscot mengarahkan mereka ke dalam ruangan khusus. Sedangkan Janice, menyuruh para koki untuk menyiapkan jamuan makanan.
Sebuah aula. Tentunya lebih luas dari ruangan Presscot sebelumnya yang maksimal untuk lima orang. Presscot menyebut aula besar ini adalah ruangan konferensi. Kata Presscot, selain bisa menampung seratus orang, ruangan ini dilengkapi dengan sihir perlindungan khusus dan pengatur suhu.
Para Rokurokubi memandangi sekitar, mereka tampak asing dengan bangunan beratap, begitupula hantu payung.
Semua orang mengambil tempat duduknya. Para hantu payung lebih memilih untuk melayang, sedangkan Cockatrice… tiduran di kursi.
“Tn. Presscot, jujur saja aku mendapat lebih banyak dari yang kubayangkan. Pertama, ijinkan aku mengonfirmasi ini. Apakah para pihak grenaldine- maksudku, tentara bayaran grenaldine selama aku nggak ada… Apa mereka datang?”
Presscot diam memasang wajah bisu.
Janice datang di saat yang diperlukan, bersama dengan para koki yang membawa beberapa troli makanan. Moritz menyuruh para Rokurokubi serta hantu payung untuk mencoba aneka makanan tersebut. Mereka sedikit ragu – ragu.
“Tn. Moritz, izinkan saya meluruskan masalah ini. Mereka menerobos masuk, dengan beberapa dua pahlawan yang punya lencana seperti anda. Tapi bisa saya katakan mereka pasukan resmi dari ibukota!” Janice dengan sikap ksatria mendekati Moritz sambil membungkuk di hadapannya. “Sa-saya…! Saya yang bertanggung jawab membuka gerbang utara! Saya yang salah!” Ia menangis.
(*”Boo boo~ Si cebong bikin nona bohay serigala putih nangis!”*)
(Hoi, mulutmu posisikan yang benar, oi!)
(*”Ya ampun…. Pria yang sensasional….”*) Suara telepati Cockatrice yang memelas malah seakan membilas api di pikiran Moritz dengan minyak.
(Tch! Suatu saat aku akan memakanmu, ayam goreng!)
Semua makhluk menaruh pandangan ke arah Moritz. Moritz merasa gelisah.
“No-nona… berdirilah, katakan alasannya dengan baik. A-aku pu-punya hati kok!, oke?” Moritz ikut meraih pundak Nona Janice. Moritz mengambilkan tempat duduk dan menuangkan wine.
#Gluck!Gluck!
Setelah meneguk segelas wine, Nona Janice sudah merasa lebih tenang.
“Nah, sekarang kamu bisa katakan dengan santai dan jelas, Janice….”
“Te-terima kasih telah bermurah hati…..”
Janice mengatakan bahwa dua pahlawan itu dari penguasa ibu kota grenaldine, mempunyai lencana Klampsterdale Expedition 1st. Dua wanita, Claribel kapten regu yang bersenjata halberd dan Jaquelin penyihir. Janice mengaku belum menunjukkan lencana yang dititipkan Moritz. Janice hanya tidak ingin membuat keributan yang tidak perlu.
(Jaquelin!? Ada urusan apa dia?)
(*”Wah, wah, wah! Siapa sangka kawan lama akan menjadi musuh jangka lama juga!”*)
“Hm… mereka orang yang kukenal,”
“EEHHHH!?” Presscot dan Janice spontan kaget.
“Nah, kami hanya rekan. Ada beberapa alasan dan aturan saat dalam satu tim ekspedisi untuk saling menjaga rekan. Ketika ekspedisi selesai, maka kami benar – benar orang asing…..”
Moritz mengambil satu buah anggur dimasukkan dalam mulutnya.
“Jaquelin adalah pengecualian. Itulah mengapa Janice telah mengambil keputusan yang bijak. Abaikan si tombak itu, Jaquelin adalah masalah besar. Yeah… sepertinya begitu,” Moritz mengucap dengan santai sambil menikmati beberapa makanan lainnya seperti bivalveel(kerang belut)kukus. “Kalau Jaquelin marah, ia bisa membuat wilayah pirn menjadi sejarah, ehehehe!”
Lagi – lagi semua pandangan heran dan khawatir tertuju pada Moritz.
“Anu…. Tn.Moritz, apa anda nggak takut?” Ratu Thessalia membuka mulutnya.
“MunchMunchMunch!
Moritz mencicipi makanan dengan lahap. Ia tenang, santai dan sangat menikmati itu.
#GluckGluckGluck! Ah…~
“Nah, aku telah mengalami banyak sekali tekanan, terror, ketakutan…. Nggak di dunia ini, atau duniaku sebelumnya…. Itu memang menggetarkan, tapi…..”
.
.
“Penyesalan. Nggak ada yang lebih kutakuti daripada itu.”
Situasi menjadi amat canggung.
ns216.73.216.167da2