Lebih dalam ke inti hutan itu, Moritz melihat banyak sekali perubahan. Banyak sekali rumah – rumah pohon yang ditempati para penduduk hutan seperti Rokurokubi, Ayaigasa hunter, Moldrin, Sandogasa, will o wisp, Deathly Roosevelt, dan Ectopsilon. Mereka melakukan aktivitas layaknya berkotaan, seperti menjual bahan mentah atau makanan jadi, jasa memungut tanaman tertentu, atau tarian menghibur.
Bahkan muara sungai print, dimanfaatkan oleh para deathly roosevelt untuk memancing. Hujan yang dipanggil karena sihir tadi seolah tidak membuat aktivitas mereka berhenti.
Moritz terus berjalan melihat – lihat….
Para penduduk hutan pirn memandangi Moritz dengan geram bahkan ada juga yang takut, terutama para Nephele yang mengikutinya. Mereka tidak cukup bodoh untuk menyerang Moritz saat keberadaan yang dikecualikan, para Nephele, melindungi seseorang.
Hingga sampai ke inti hutan, muara sungai pirn seolah ditambahkan jalur alirnya. Itu berbelok ke kiri, mengitari tanah seluas aula yang ditumbuhi pepohonan rimbun dan bunga mawar hitam yang merambat makmur. Tepat ditengah daratan yang seluas aula dan dikelilingi muara suangi pirn, terdapat sebuah stupa kuburan setidaknya, yang dililit oleh berbagai macam tentakel tumbuhan hiingga membentuk kursi singgasana.
Di sana, sang ratu alraune duduk seolah sedang bertapa. Rambutnya hitam pendek dan lebat ditinggali beberapa dahan batang yang tumbuh mawar hitam. Hidungnya mancung dengan gaun yang terbuat dari tumbuhan. Kulitnya putih mulus kenyal dan berkilau, sekilas seperti manusia atau bahkan seorang model cantik. Separuh tubuhnya adalah bunga mawar hitam yang tangkainya mengakar ke tanah.
Ada empat makluk yang berjaga. Empat makhluk itu berkepala kaktus dengan jubah biru dan tongkat sihir permata ruby yang megah. Empat makhluk itu berjejer melindungi sang ratu. Kepala kaktus itu mengenakan mahkota berlian.
Sementara Moritz yang mengerti akan hal itu, ia mulai menjatuhkan tamengnya. Ia kemudian mengambil sesuatu dari tasnya, satu kotak rokok.
#Blam!
Telunjuk Moritz mengeluarkan api mengenai ujung rokok yang kini bertempat di mulutnya.
“Fuuuuh….” Moritz duduk di atas bumi, melipat kakinya sambl menikmati rokok. Ia menunggu empat makhluk itu mengizinkannya menemui ratu mereka.
(*”Hm… para kaktus ini…. “*)
(Biarkan saja. Aku nggak mau bikin gara – gara sama Peyote Patron.)
(*”Ahh, aku ingat! Kita pernah jadi bulan – bulanan mereka di gurun Tel Midrayv. Tch! Aku ingin balas dendam rasanya!”*)
(Ya, mereka penyihir tingkat tujuh yang merepotkan. Aku agak trauma berurusan dengan mereka.)
(*”Tapi… rasanya ada yang berbeda, kok! Misalnya… sebelumnya nggak ada mahkota berlian?”*)
(Nah, kamu tahu kalau mereka berempat ini jauh lebih buruk daripada itu!)
Sekitar 15 menit, tidak ada perubahan. Para Peyote Patron masih siap siaga, sedangkan ratu alraune masih diam sambil memejamkan mata.
Moritz yang mulai bosan, ia mengeluarkan sesuatu lagi dari tasnya. Sebuah kain berukuran 4 x 4 meter motif kotak – kotak berwarna putih. Setelah itu…
Satu per satu ia keluarkan lagi….
Mulai dari roti, selai, asinan, daging panggang, sayur, bumbu dan benda lainnya.
.
.
Kemudian asbak dan yang terakhir adalah panci.
(*”Oi, kita sedang piknik!?”*)
“Fuuuuh….” Moritz menghembuskan rokoknya dengan nikmat. Dikeluarkannya dua bungkus roti tersebut. Ia mulai mengoleskan pada selai strawberi mutan satu per satu.
(Mau bagaimana lagi, ‘kan? Ini memang piknik.)
(*”Hm… kadang aku berpikir kamu ini hanya orang bodoh. Tapi kadang nggak juga. Hm….”*)
Lantas…
Moritz menyiduk air dari sungai pirn dan mengambil empat buah batu. Kemudian panci itu didudukkan pada empat batu. Telunjuk Moritz dihadapkan pada pantat panci. Telunjuk Moritz mengeluarkan api kecil.
#Blaam!
(Daripada banyak berpikir, bukankah perutmu sudah lapar?)
(*”O-oh…. Bolehkah aku ikut? Hehe….“*)
Cockatrice keluar dari jubah Moritz. Para Peyote Patron yang melihat itu, kepala cactus sedikit berjatuhan air. Tampaknya mereka merasa tertekan.
Namun, Moritz dan Cockatrice tidak peduli. Kini mereka yang penting menuntaskan permasalahan perut mereka. Mereka saling membantu satu sama lain.
79Please respect copyright.PENANAiww4JC0e9i
Hingga tiga puluh menit berikutnya….
.
Durasi sihir Tide of Aclarity telah habis. Para Nephele kembali ke lautan awan sebelum itu menghilang. Langit cerah dihiasi pelangi yang sangat pancang.
Kini semua hidangan dihadapan Moritz dan Cockatrice sudah siap. Cockatrice yang telah menunggu bibirnya mulai berjatuhan liur.
Dua batang rokok telah menempati asbak yan duduk bersama dengan beberapa makanan lainnya.
Sup Jamur dan Jellysquid…. Uapnya mengepul memasuki hidung Moritz, membuat perutnya krucuk – krucuk.
Ada juga, roti selai strawberry mutant…,
Kentang rebus…,
Sandwich bawang, keju dan daging sapi terbang…,
Sate kerang bakar dengan saus madu void….,
Lalu dua botol satu liter air jeruk beku soda…,
Moritz dan Cockatrice hendak mulai dari sup itu terlebih dahulu.
Namun…
Karena para Nephele telah pergi, mulai banyak kerumunan yang mendekati mereka. Bahkan, empat Peyote Patron itu hendak merapal sihir.
#Suuurrrps!
“Ahh…,” Moritz mendesah lega. Tambahnya, “Aku nggak nyangka sup ini… sangat indah!”
“Mwahahahahaha! Aku suka dengan Jellysquid ini!”
#Suuuurrps!
Aak – arakan yang memandang mereka ganas itu semakin terbakar kemarahan.
Para Ayoigasa hunter yang mulai menarik anak panahnya… Deathly Roosevelt memanggil kudanya… hingga Rokurokubi yang leher mereka memanjang, berwajah seram terutama gigi runcingnya.
Bahkan salah satu Peyote Patron elah merapalkan sihir segel. Sebuah kurungan baja yang diselimuti listrik muncul dari tanah dan mengurung Moritz dan Cockatrice.
.
.
Tiba – tiba….
.
.
“Hentikan…!”
Mereka spontan menghentikan niat jahat dan emosi. Mereka kecuali satu Peyote Patron yang hendak membatalkan sihir kurungan itu, langsung berpaling ke sumber suara.
Suara wanita yang tegas dan berwibawa. Dari balik singgasana kursi ratu tiba – tiba tumbuh menjalar batang rambat, menjulang ke atas lalu tumbuh menjadi pohon. Pohon itu mengeluarkan buah ceri merah yang berkilauan seperti permata.
“Kalian kembalilah pada aktivitas masing – masing,”
Dia mengatakan itu, para arak – arakan tadi langsung bubar dan kembali tenang.
Ia beranjak dari kursi singgasananya.
#Kreeeeetttt!
Bunga mawar hitam besar pada separuh tubuhnya itu menguncup.
Menguncup dan mengerut…
Hingga membentuk postur tubuh dari perut hingga kakinya….
Ia mulai berjalan elegan dan mendekat. Langkah kakinya mirip wanita yang melangkah dengan highell. Suara langkah itu seolah menggema dan berirama perkusi.
Para Peyote Patron menyingkir dan memberi jalan bagi sang ratu smbil membungkuk.
Sementara itu….
Moritz dan Cockatrice tidak sadar dan masih asyik menikmati kuliner di depannya.
Sang ratu alraune bunga mawar hitam kini berada sejengkal dari kain yang Moritz beber tadi. Matanya terbuka perlahan. Pupilnya kuning keemasannya yang berkaca – kaca seolah ditempati embun madu, melirik Moritz dan Cockatrice bergantian sampai dua kali.
“Katakan, ada apa gerangan manusia mencampuri urusan fraksi alam?” Suara merdu dilontarkan dari mulutnya, bertanya pada Moritz.
Bibir sang ratu berwarna hitam yang tampak basah dan cemberut, kerutan di dahinya seolah dengan gamblang ingin urusan ini segera berakhir. Tentu…, Sang ratu alraune tidak berniat untuk sepakat dari awal. Ia hanya ingin mengusir mereka dengan sopan.
Namun Moritz….
“Hm… sandwich ini enak, sih! Tapi aku hanya berpikir sepertinya bila ditambahkan kondimen lain akan sempurna! Bagaiaman menurutmu?” bibir Moritz tertempel bekas keju leleh, membutuhkan komentar Cockatrice.
“Ah, aku setuju! Acar paprika, bawang mutiara yang digoreng dan jamur, dong!” Cockatrice nggak tertolong mengunyah dengan penuh kenikmatan.
Mereka seolah melupakan hal penting, seperti sang ratu alraune saat ini sedang berbicara dengan mereka. Sang ratu benar – benar terabaikan.
“Eh-ehem!” Sang ratu alraune berdeham sesaat. “Saya, Alraune mawar hitam, penguasa di hutan pirn untuk saat ini! Katakan, Katakan, ada apa gerangan manusia-“
#Seeett!
“Hiya~” Suara pekikan kecil wanita.
Moritz segera menarik tangannya hingga ia terduduk di kain “piknik” itu. Para Peyote Patron sontak bergegas mendekat, nyala alarm khawatir mereka.
“Tu-tunggu sebentar!” Alraune itu mengulurkan tangannya, menyuruh para Peyote Patron itu untuk tenang. “Ma-manusia! Kamu berani – beraninya-“
#Seet! Cuurrr!
Sebuah mangkok yang diisi oleh sup.
#Seeet!
Moritz meraih lesat lengan kanan alraune, lalu menempatkan mangkok yang telah berisi sup di atasnya.
#Kling!
Sendok sup yang hampir dilupakan, Moritz langsung menaruh tepat pada mangkok.
“Makan dulu baru bicara!” ucap Moritz lalu menyantap sate kerang bakar saus madu void.
Sang ratu alraue merasa heran. Matanya kemudian dialihkan pada isi mangkuk itu. Sepertinya urusan sang ratu memakan waktu lebih panjang dari yang diperkirakannya.
Sup itu bening… dimeriahkan dengan sayuran seperti sawi, bunga kol, wortel, jagung, jamur dan Jellysquid.
Ketika asap sup itu menyebul, mencium hidungnya, berjuta – juta bau sedap lautan, segarnya sayuranya, dan kompleksnya bumbu dan rempah.
#Kruuukk~
Meski perutnya mulai berdemonstrasi, nampaknya malah pipi sang ratu yang memerah.
“Ba-baik… se-selamat makan…,” sahut sang ratu agak malu – malu.
Sendok itu mulai digerakkan, mendayung kuah, lalu….
#Suuurrppss!
ns 172.70.179.119da2