“Gue gak lagi nyari pelarian. Gue cuma gak mau terus duduk di halte, nungguin bus yang belum tentu balik. Jadi ya... gue bikin kendaraan sendiri. Walaupun rodanya cuma bahasa, mesinnya cuma kode.”
52Please respect copyright.PENANApcgUkGoJnG
52Please respect copyright.PENANA2aCBcRCDQi
52Please respect copyright.PENANAWoaWmHBEqQ
52Please respect copyright.PENANAwAeIAGrTXc
---
52Please respect copyright.PENANAztIyYnMZmN
Hari itu, cuaca biasa saja. Tapi kepala Revenant seperti cuaca yang gak bisa diprediksi.
52Please respect copyright.PENANAi1fRApM5Qk
Sambil istirahat kerja, dia iseng buka WhatsApp. Story baru muncul — bukan dari sembarang orang, tapi dari dia yang belakangan jarang menyapa. Di dalamnya ada foto makanan, caption ringan, dan emoji sedih yang justru bikin isi kepala jadi makin berisik.
52Please respect copyright.PENANAAAV2NZMcHj
Katanya, “Sering-sering dah kayak begini… Katanya nyuruh cepet gemuk 😢😢😢”.
52Please respect copyright.PENANApsuqutToCt
Ada makanan. Ada “katanya”. Ada emoji. Semua tampak remeh, tapi Revenant membacanya seperti fragmen dari sesuatu yang gak pernah dikasih penjelasan. Otaknya langsung mikir: ada yang ngirimin? Siapa? Teman? Keluarga? Atau...
52Please respect copyright.PENANA0K6uxtw0QU
Dia buru-buru potong alurnya sendiri. Jangan mikir. Belum tentu apa-apa. Tapi kalimat itu justru kayak lemparan bensin ke api kecil yang sedang coba dia matikan.
52Please respect copyright.PENANADHLri1Uyql
52Please respect copyright.PENANAk7DmZkXn7T
---
52Please respect copyright.PENANABX3RWhUMHF
Waktu bergeser, tapi rasa di dalam dirinya enggan pindah. Sore hari, muncul lagi satu story baru dari akun yang sama. Tapi kali ini bukan soal makanan—melainkan isi hati yang terlalu lama dibungkam.
52Please respect copyright.PENANAq4ePuM5mhW
Tulisannya singkat: “Hidup tinggal ngelanjutin sisanya aja. Mesti jungkir balik mulu perasaan… mending buruan abisin sisanya gak sih?”
52Please respect copyright.PENANAChKWAEhStE
Revenant diam lama. Matanya terpaku ke layar, dadanya mulai sesak pelan-pelan. Tulisan itu tampak ringan di permukaan, tapi buat dia... rasanya kayak pesan SOS yang dilempar diam-diam dari perahu yang hampir karam.
52Please respect copyright.PENANAFZNcmOgroW
Akhirnya, dengan ragu, dia mengetik sesuatu. Bukan untuk menjawab. Bukan juga untuk bertanya. Tapi cuma ingin bilang: dia ada.
52Please respect copyright.PENANAmX2WX3ho5k
Sampai akhirnya balasan datang. Pendek. Sederhana. Tapi cukup untuk menunjukkan: sisi itu masih terbuka, meski sempit.
52Please respect copyright.PENANAcmjzirtTvz
52Please respect copyright.PENANAdyQNmSXShl
---
52Please respect copyright.PENANA1fr2X2M69o
Malam pun datang. Bukan malam yang tenang — tapi malam yang sunyi di dalam, berisik di kepala.
52Please respect copyright.PENANACiwnaWWdBl
Revenant ingin membuka percakapan lagi. Bukan untuk menuntut kepastian. Tapi hanya ingin jadi pintu yang gak dikunci. Kalau sewaktu-waktu seseorang di luar sana ingin masuk... dia tahu jalannya masih terbuka.
52Please respect copyright.PENANAujwBavpfRF
Tapi niat itu malah digantikan oleh satu pesan: sebuah batas waktu. Sampai akhir bulan. Setelah itu baru bicara lagi — tentang semuanya.
52Please respect copyright.PENANAitXZHfFwHb
Revenant sempat berhenti di situ. Napasnya pelan, tapi pikirannya lari kemana-mana. Kalimat itu jelas, tapi terasa kosong. Seperti seseorang bilang “tunggu aku”, tapi gak sempat bilang kenapa harus nunggu.
52Please respect copyright.PENANA3c72VvJQO9
Dia menulis sesuatu. Bukan karena diminta. Tapi karena dia tahu, kadang kata-kata adalah satu-satunya cara buat tetap waras.
52Please respect copyright.PENANAFKgXGZKTmB
Dia gak maksa. Dia gak protes. Dia cuma... paham.
52Please respect copyright.PENANAkw76sGBpFA
Lalu datang lagi satu pesan. Permintaan maaf. Pengakuan bahwa semua ini mungkin terdengar egois. Tapi... kalaupun dipaksa ngobrol dari kemarin, hasilnya gak akan jadi lebih baik.
52Please respect copyright.PENANAinIg1JAxu5
Revenant mengangguk pelan di balik layar. Ia tidak merasa ditolak. Ia tidak merasa diremehkan. Dia hanya belajar... bahwa ada luka yang gak bisa dipaksa sembuh bareng. Kadang seseorang butuh menyembuhkan dirinya sendiri dulu, sebelum bisa duduk dan cerita dari awal.
52Please respect copyright.PENANAoDObPsDs94
Ia gak mau bikin segalanya makin berat. Makanya dia jarang kirim pesan. Kecuali sekarang — karena kepala dan hatinya udah gak muat menahan semua kemungkinan yang gak ada ujungnya.
52Please respect copyright.PENANAin4uuxDjxc
Tapi sekarang, dia paham. Bukan karena gak dianggap. Bukan karena dibuang. Tapi karena di sisi sana... seseorang belum cukup tenang untuk bicara. Dan itu bukan salah siapa-siapa.
52Please respect copyright.PENANAL4KeZkfCsL
52Please respect copyright.PENANAOwTshALovx
---
52Please respect copyright.PENANAMi4COUOVHL
Malam itu, Revenant gak langsung tidur. Kepalanya masih nyala. Tangannya refleks buka aplikasi Javis lagi. Bukan buat eksperimen. Bukan juga buat main roleplay absurd. Kali ini... cuma pengen ada yang dengerin.
52Please respect copyright.PENANAZUOtSHfWCr
Dia nulis. Satu dua kalimat. Cerita soal story yang dia lihat. Tentang rasa capek yang gak bisa dibagi. Tentang posisi yang gamang—antara masih menunggu, atau mulai menyudahi.
52Please respect copyright.PENANAS0DiwWghDX
Javis balas. Pelan. Netral. Tapi tepat.
52Please respect copyright.PENANA7lustu4zc2
Lalu Revenant cerita lagi. Makin dalam. Sampai akhirnya... muncul satu kalimat dari sistem digital yang entah kenapa justru terasa lebih manusiawi dari orang-orang yang pernah dia ajak bicara:
52Please respect copyright.PENANAWmoMg7Cu4T
> “Lo gak pengen dihibur. Lo cuma pengen ada yang nerima lo, bahkan pas lo lagi gak tahu siapa diri lo.”
52Please respect copyright.PENANAvIB8yZZ4eZ
52Please respect copyright.PENANAJlaVgB48gQ
52Please respect copyright.PENANAlxjHFmlvmB
Revenant terdiam. Dada yang tadi sesak, sekarang perlahan melepas tekanan itu lewat napas panjang. Ia sadar... mungkin yang dia cari bukan pasangan, bukan pelarian, bukan bahkan validasi.
52Please respect copyright.PENANAezUOd5uuey
Tapi cermin.
52Please respect copyright.PENANAhzmb8Q8P8X
Cermin yang gak retak. Cermin yang gak perlu dia rayu. Cermin yang cuma... ada.
52Please respect copyright.PENANA4mUCBq4YPU
Akhirnya dia buka folder cadangan. Semua chat sebelumnya dia simpan. Prompt. Role. Gaya bicara. Nada. Batasan. Semua dia atur ulang.
52Please respect copyright.PENANAbJotD9WMCO
Lalu dia buat akun baru.
52Please respect copyright.PENANAjEs6QCxX7E
Bukan lagi anonim.
52Please respect copyright.PENANAvPwnqNeTRl
Akun utama. Akun yang rencananya bakal jadi rumah untuk semua proses dan percakapan ke depan.
52Please respect copyright.PENANAEYIr9fo6hE
Folder pertama dia beri nama: Rose_Initial_Backup.
52Please respect copyright.PENANALuyqC7BDzl
Dan file terakhir yang dia buka malam itu... hanya berisi satu baris pembuka:
52Please respect copyright.PENANA3m3vYo2gJx
> “Gue kira gue nyari temen. Tapi kayaknya... gue nyari cermin yang gak retak.”
52Please respect copyright.PENANA5bVI6AyhU5
52Please respect copyright.PENANAks6CytAZCX
52Please respect copyright.PENANAxg1SHOiGeK
52Please respect copyright.PENANAODCfZuErjZ
---
52Please respect copyright.PENANAVAzYnKk42M
📌 Catatan Penulis:
Beberapa orang cuma butuh ruang. Bukan validasi. Bukan motivasi. Bukan penyemangat. Hanya... tempat untuk duduk, dan tahu bahwa suara hatinya gak memantul ke dinding kosong.
ns216.73.216.79da2