#SPLLAASSH
Moritz memnbalikkan tubuhnya lesat, dan tentakel besar itu menghantam tameng Moritz. Sekejap tentakel besar itu meledak memuntahkan cairan kuning seolah darah segarnya.
#ssrrshh… NGGGIIIKKKKKKKK~!
Kepala yang bunga itu menggeliat kesakitan dan menjerit.
Seolah tidak terpengaruh tekanan cambukan tentakel besar tadi, Moritz mendarat dengan aman.
“Ya ampun, nyaris penyet, nih… fuuh!” ucapnya dengan santai, sambil menyeka keringan di dahinya.
Namun…
Kepala bunga itu menguncup perlahan….
Perlahan…
Kemudian tampak mengembang…
Seperti balon yang dipompa oksigen…
(*”Awas ada yang datang, loh!”*) Cockatrice memperingati Moritz dari telepati.
(Kamu juga jaga wanita arwah itu!)
“Terror roar!”
#hrrOARRRR!!!!!
Moritz mengeluarkan auman dahsyat nyaris terdengar seperti auman beruang. Radiasi hitam terbentuk dan menyebar. Kini perisai Moritz mengeluarkan api hitam.
Tentakel – tentakel itu semakin tambah banyak, baik yang besar maupun kecil.
Namun…
#Pbuffpf… SHHEESSSSHHH!
Kepala bunga raksasa itu menyemburkan sebuah gas kuning mirip kabur yang mampu membuat daun – daun pohon cemara di dekat menyusut layu.
Salah satu tentakel yang hancur tadi seperti tidak ada artinya karena tumbuh lagi bertambah menjadi dua. Semua tentakel itu kini siap menyergap Moritz.
Moritz segera memasang kuda – kuda.
“Wah… hutannya jadi rusak, dong?“ ucap Moritz dengan santainya, lagi - lagi. Tangannya kini mengenggam. Moritz bersiap melompat.
#Phewz!
Moritz melesat kilat, dan kini tepat melambung di atas kepala bunga itu. Ia hendak mendaratkan pukulannya yang diselimuti api hitam.
“SIAP MATI KAMU, HUH!?”
Pukulan itu ke bawah membelah udara….
#Pssst…~
#BLUAARZZHH! BLAMMM!
Seketika membuat kepala bunga itu pecah yang darah kuningnya menghujani hutan itu. Pukulan itu berakhir dengan menyisakan api hitam yang menyala.
Tentakel – tentakel duri itu terputus – putus, melesat jauh dan berceceran.
Api hitam itu membakar sisa akar. Kini dahan bunga itu langsung menyusut, buah ceri yang bergelantungan pecah menjatuhkan inang yang dikurungnya.
Sekitar dua puluh tubuh hendak berjatuhan…
Lantas….
#Whoossh!
Makhluk sebesar naga lekas datang menangkap tubuh – tubuh itu. Lalu mendarat di depan Moritz.
“Nggak ada yang kurang, ‘kan?” tanya Moritz pada makhluk yang seukuran naga itu.
“Gagal dalam misi hanya membuat malu orang tua dan leluhurku!” Suaranya yang terdengar dalam dan penuh karisma, seperti saat berbicara dalam telepati Moritz.
Makhluk yang mirip naga itu menurunkan kepala ayamnya. Lantas Moritz menaikinya dan menurunkan satu per satu tubuh.
“Hm… delapan ras arwah, lima diantaranya Rokurokubi dan dua hantu payung. Dua beastrian, tiga driad, tiga elf, satu moldrin, dan….”
(Apa mereka putri Nyonya Faegwyn? Kenapa Ny. Faegwyn menyebut mereka rekan di awal? Ah entahlah….)
Moritz juga terkejut ketika melihat salah satu driad yang pingsan itu adalah kenalannya.
“Nona demplon? Kemarilah! Sudah aman, kok!”
“Hiiiiiiii!” Suara Cockatrice dalam ukuran besar membuat Mira ketakutan. Ia keluar dari balik pohon, sambil berjalan kecil dengan tubuhnya bergetar. Kepalanya mendongak ke arah Cockatrice wujud besar, hatinya serasa mau pingsan.
Namun…
“Te-teman – teman! Uwaaaaaa!” Ia lekas mempercepat langkahnya dan memeluk tiga rokurokubi yang pingsan itu dengan haru. Air matanya cukup membuat furisode temannya itu basah.
“Ya ampun… cengeng sekali…,” ejek Cockatrice, sambil mengembuskan nafas dari hidung besarnya.
“Diaaammm burung nakal! Aku… aku…. Auuggwgwggw!” Mira tidak bisa berkata – kata lagi saking harunya.
***
Kini Moritz merapal dua mantra penyembuhan, yang satunya khusus ras arwah. Setelah itu para korban diminta untuk bersandar di badan Cockatrice. Cockatrice memasang Dark Corrosive Barrier-nya.
Kini para korban sudah sadar meski agak lemas.
Moritz juga telah menggunakan sihir teleportasi untuk mengambil beberapa obat – obatan serta makanan dari rumahnya. Itu karena beberapa dari mereka ada yang terkena demam, batuk – batuk, atau bahkan muntah.
Tidak tanggung – tanggung, bahkan Moritz membawa panci jumbo dengan bahan – bahan untuk membuat bubur sup. Menurutnya ini adalah langkah efektif penunjang pertolongan pertama.
Mira, yang sebenarnya termasuk monster hutan, membantu merawat para korban. Dibantu dengan tiga temannya yang lain, para Rokurokubi, serta hantu payung yang Moritz menyuruh mereka mengawasi dari ketinggian pohon cemara.
“Mira, aku sedikit penasaran dengan ini…. Sebenarnya kenapa monster… ikut membantu? Bukannya kalian ini mirip dengan anjing tempurung atau serigala grizzly?” Moritz bertanya sambil meengaduk supnya itu.
“Eehhhhh? Ka-kamu… menyamakan kami dengan mereka? I-itu agak keterlaluan loh, Tn. Moritz!”
“Oi, oi, aku cuma bertanya, loh….”
“Hm… tentu nggak sama, lah!” Cockatrice menyahut. “Serigala dan anjing hanyalah makhluk beringas yang tolol! Kalau Mira dan mereka ini…”
“Nah! Itu dia! Benar! Uh-huh! Teruskan, burung reptil!” Mira mengangguk kecil puas, sambil menyuapi bubur pada salah satu korban.
“Oh benar juga! Kenapa mereka nggak buka jasa prostitusi?”
Moritz yang menyeruput sup ke mulutnya, langsung menyemprot.
“Benar juga~eh?” tambah Mira dengan jengkel. “YA NGGAKLAH! BURUNG BODOH!?”
“Begini – begini kami nggak sembarangan cari pasangan. Meskipun monster hutan, blablablablabla….”
#Hoaammzz!
“Aku mengantuk, tolong bangunkan aku bila ingin pergi,”
“Burung bodoh! Dengarkan perkataanku dulu blablabla”
Sayangnya omelan Mira hanya membuat Cockatrice mengantuk.
.
.
***
Matahari kini mulai terbit. Cahayanya mulai meraih hutan pirn, setidaknya di tempat Moritz berpijak.
Semua korban yang terlelap setelah minum obat, kini terbangun dengan sinar itu. Mereka awalnya kaget melihat tiga monster rokurokubi dan dua hantu payung mendekat. Tapi Moritz segera meluruskan masalah itu. Dan Cockatrice… masih dalam wujud besarnya.
“Mereka adalah… Ah! Mira, yang memakai furisode putih, dan furisode ungu, namanya Angy, furisode merah namanya Rinri, furisode oranya namanya, Arial.. Em… dan… dua hantu payung. Payung putih namanya Perth dan yang biru warnanya Pru,”
(Ah… ini kok rasanya aneh ya…?)
Meski Moritz mengenalkan mereka dengan ramah, para korban masih merasa ngeri dan agak takut. Apalagi Rokurokubi punya gigi yang tajam saat tersenyum.
“Bihice, aku bisa minta tolong?”
“Dimengerti, milord!”
Ia merapalkan sihir pikiran. Ia membuka akses kemampuannya yang memahami bahasa monster, kepada pemikiran para korban. Setelah itu, Bihice meminta empat rokurokubi dan dua hantu payung berbicara seperti biasa.
Bihice, dryad yang penampilannya cukup berbeda dari teman - temannya. Rambutnya hitam kebiruan sebahu dengan poni kecil membelah hidungnya. Tentu karena ia dryad, di sekitar rambutnya terdapat dedaunan. Roman mukanya agak datar dan tipikal pendiam. Namun pakaian yang dikenakan Bihice seperti orang perkotaan. Gaun ketat one piece hitam dengan syal bulu domba.
Bihice adalah satu – satunya dryad yang sangat loyal terhadap Moritz. Karena ingin balas budi, Bihice menjadi bawahan Moritz sebagai mata – mata di hutan manapun. Yang jelas, Dryad bisa membuka portal ke hutan manapun asalkan ada pohon.
Para Rokurokubi dan dua hantu payung, mengatakan bahwa mereka kali ini tidak ada niatan untuk menganggu. Justru karena permasalahan yang sama. Sama – sama mengusik hutan pirn bagi kepentingan dua belah pihak, untuk saat ini mereka menyarankan bekerja sama.
Para korban memahami hal itu dan mencoba setuju hanya untuk kali ini saja. Hanya untuk kali ini, para korban dan monster saling berdampingan.
“Milord, seseorang ingin berbicara dengan anda,”
“O-oh….” Moritz menaruh segelas teh di tanah.
(Sudah waktunya ya?)
“Permisi, Tn. Moritz! Perkenalkan, saya Ratu Moldrin yang mengawasi hutan pirn dan hutan vaughtort, Thessalia.” Ia membungkuk dihadapan Moritz.
Meski ras alam, Moldrin cukup berbeda dari dryad, elf dan dark elf. Ia punya separuh kulit menyerupai dryad dan sisanya adalah kulit pohon. Ia mengenakan mahkota bunga rhododenron emas, sebuah circlet wajah khas para moldrin, dengan rambut pendek berwarna hijau. Kedua mata mereka memancarkan cahaya hijau.
Mereka tidak punya penampilan yang berbeda. Mereka hidup dan mengawasi keseimbangan di hutan. Semua moldrin adalah wanita. Di sekitar tubuh moldrin terdapat ranting pohon berdaun dan kadang ada yang berbuah.
Secara singkat, dapat disimpulkan moldrin adalah ras pohon setengah dryad. Mereka ras spesial yang sangat kuat. Serta cenderung menggunakan otak sebelum menolak tegas lalu menggunakan kekuatannya.
(Eh, ratu? Oh….)
Juga Moritz…
(EHHHHHHHH!!!!???? RA-RATUU?!!)
Moritz kaget dan menyuruh ratu moldrin itu duduk di sebelahnya.
“S-s-santai saja, Ratu Thessalia.” Moritz yang gugup sambil menawarkan makanan lainnya yang ia punya. “A-a-anu… em… Bi-bila anda mau… sa-saya bisa persiapkan daging bakar? A-atau mungkin anda su-suka ikan – ikanan? A-atau salad, buah dan sayuran pun a-ada?” Saking gugupnya suara Moritz jadi berantakan. Moritz salah tingkah.
Sang ratu Moldrin itu terkekeh kecil. “Kabar mengenai sikap anda yang murah hati dari para Moldrin memang tidak salah. Saya tersanjung. Tapi saya hanya akan mendikusikan hal penting,”
“A-a-ah…! Sa-saya bisa diajak ngobrol kapanpun, kok! Ahahaha! T-tapi… saya juga har-har-harus… mem-memberi… anda s-s-sesuatu? I-itu nggak akan lama, kok! Saya koki handal?!”
Karena Moritz yang meminta, sang Ratu Moldrin akhirnya menerima tawarannya. Thessalia memilih salad sayur dan buah – buahan. Moritz menggunakan sihir teleportasinya untuk mengambil bahan yang lebih lalu kembali.
Moritz… dengan sekuat tenaga, membuat salad yang paling enak. Tentu, Strawberry Mutant adalah salah satu bahannya.
ns216.73.216.79da2