
******
Simple-Shot Three :
Winter Traveler8Please respect copyright.PENANAj36o8A963e
******
8Please respect copyright.PENANA6lLM7q0Qeo
BAGI Soyoon, musim dingin tahun ini tak ada bedanya dengan musim dingin di tahun-tahun sebelumnya. Jalanan yang dipenuhi dengan salju, pepohonan yang seolah-olah jadi berwarna putih, orang-orang yang memakai jaket tebal, topi kupluk, dan sarung tangan rajut. Kantornya pun masih hectic dengan pekerjaan, hanya dibedakan dengan orang-orang yang mulai berpakaian tebal. Gadis-gadis kantor yang biasanya berlomba-lomba memakai rok pendek pun mendadak jadi memakai celana panjang.
Soyoon? Dia juga kurang lebih sama; sama dengan orang-orang itu dan juga sama dengan tahun lalu. Dia memakai blazer dan celana panjang berwarna hitam. Rambut yang biasa ia kucir dengan gaya ponytail, kini hanya ia gerai. Ada syal yang melingkar di lehernya; ia juga memakai sarung tangan favoritnya yang berwarna coklat muda. Soyoon adalah seorang gadis yang tidak tinggi, tetapi juga tidak pendek. Tubuhnya proporsional. Baik itu tubuh maupun wajahnya, semuanya masuk ke kategori ‘normal’ di Korea Selatan.
Rasa dingin yang ia rasakan di musim dingin tahun ini juga kurang lebih sama. Membekukan, seolah-olah menembus hingga ke tulang. Kalau suhunya turun beberapa derajat lagi, mungkin Soyoon akan merasa nyeri tulang.
Meski Soyoon tak ingin mengakuinya, sebenarnya ia merasa lebih lemah di musim dingin karena ia…well, kesepian. Bagi orang-orang yang memiliki keluarga atau seseorang di samping mereka, musim dingin akan terasa hangat. Mereka akan lebih sering menghabiskan waktu bersama, saling menghangatkan. Cokelat panas, selimut tebal, tontonan televisi… That’s very warm.
Namun, tidak untuk orang-orang yang sendirian seperti Soyoon. Musim dingin akan membuatnya merasa lebih kesepian. Udara dingin yang menusuk, keinginan untuk mendekap seseorang, rasa iri yang muncul saat melihat keluarga yang menghabiskan waktu bersama, suasana di luar yang entah mengapa terasa begitu mencekam, sepi, dan dingin, sertarasa sedih yang tiba-tiba muncul karena sadar bahwa dirinya hanya sendirian selama ini…
…semua itu cukup menyakitinya.
Namun, sudahlah. Soyoon selalu merasakan itu setiap tahun dan kini dia sudah berumur 25 tahun, jadi dia sudah dewasa dan terbiasa dengan hidupnya. Lebih ke…menerima saja, sih.
Soyoon keluar dari lift. Dia sampai di lantai lima, tempat di mana unit apartemennya (bukan apartemen mewah) berada. Soyoon melewati koridor yang sepi, tidak seterang biasanya karena ada sebuah lampu yang mati. Entah karena rusak atau apa…yang jelas Soyoon ingat bahwa lampu itu masih hidup tadi pagi.
Namun, dari kejauhan…Soyoon melihat ada seseorang di depan sana. Seorang pria yang berdiri di…
…sebentar, Soyoon harus lebih mendekat.
Ah, pria itu ternyata berdiri di unit apartemen yang bersebelahan dengan unitnya. Soyoon kira pria itu berdiri di depan unitnya; Soyoon kira pria itu sedang menunggu atau mencarinya. Ternyata bukan.
Namun…bukankah unit sebelah itu kosong? Apakah pria itu penghuni barunya?
Soyoon berjalan semakin mendekat. Karena dia tidak memakai high heels hari ini, suara ketukan sepatunya di lantai tidak terlalu terdengar. Mungkin, itulah sebabnya pria itu tidak menoleh ke arahnya…atau mungkin pria itu hanya terlalu fokus melakukan sesuatu di sana.
Semakin didekati, Soyoon semakin bisa melihat penampilan pria itu. Pria itu memiliki rambut lurus yang berwarna cokelat. Tubuhnya tidak terlalu besar, cukup slender, tetapi dia tinggi. Dia memakai jaket parasut panjang berwarna hijau tua, celana jeans berwarna navy, dan sepatu olahraga berwarna putih. Dia memakai sebuah ransel yang berwarna hitam.
Setelah Soyoon berada di belakang pria itu—hingga akhirnya berdiri berdampingan dengannya—Soyoon pun paham bahwa ternyata pria itu sedang menekan-nekan password di gagang pintunya.
Tiba-tiba, pria itu mulai balas melihat Soyoon. Dia menoleh ke kanan, tepat ke wajah Soyoon.
…dan wajahnya ternyata sangat…tampan.
Dia bukan tipe-tipe pria yang macho. Dia lebih ke…soft. Cute. Tubuhnya terlihat seperti pria dewasa, tetapi wajahnya sangat…what is it called, again?
Oh. Baby face.
Pria itu pun mulai tersenyum. Bukan, bukan senyum biasa. Dia tersenyum semringah, menampakkan deretan gigi putihnya. Matanya nyaris tertutup, melengkung, seolah-olah ikut tersenyum.
Hingga akhirnya, dia mulai bersuara.
8Please respect copyright.PENANAN4gQ0i2TqJ
“Oh, halo! Penghuni unit sebelah, ya? Aku penghuni baru di sini!”
8Please respect copyright.PENANAYAKgc12kWz
Mata Soyoon kontan melebar. Pembawaan pria itu yang cheery, sederhana, ditambah dengan wajah tampannya yang sangat baby face, sukses membuat cuaca dingin hari ini mendadak jadi hangat. Terang. Cerah…secerah mentari pagi. Dia langsung mengeluarkan semacam aura berwarna kuning yang menyenangkan, summer vibes, di hari yang bersalju ini. Keberadaannya seakan-akan langsung membuat koridor yang lengang dan dingin itu jadi terang, hangat,dan berwarna. Apakah kau melihat kata ‘hangat’dan ‘terang’berkali-kali? Ya, tentu. Karena rasanya tak cukup jika hanya dikatakan sekali. Itu harus ditekankan karena faktanya memang begitu.
He looks like a dog…or a puppy. Like an innocent boy.
8Please respect copyright.PENANAKN25px8IaM
Kira-kira…berapa usianya?
8Please respect copyright.PENANAA7YucM7GIH
Kalau dilihat dari depan begini, ternyata…pria itu memiliki poni. Rambutnya lurus dan jatuh, menutupi keningnya. Sungguh adorable.
“A—Ah…” Soyoon gagap karena agak…kaget sekaligus tak menyangka bahwa dia akan mendapatkan tetangga yang sangat riang. Sangat bersahabat. Pria tampan yang imut dan cheerful. “I—Iya. Unitku di sini. Di sebelahmu.”
Pria itu pun mengangguk. Ia lantas mengulurkan tangannya, ingin bersalaman dengan Soyoon. “Salam kenal, ya! Namaku Ryu!”
Oh. What a sunshine. The full warmth amidst the cold snow.
“Uhm—ya. Salam kenal.” Soyoon mengangguk, masih canggung. Matanya masih terbuka lebar; dia meneguk ludahnya seraya mengulurkan tangannya dengan sedikit ragu. Namun, karena tidak ingin terlihat seperti...terlalu overwhelmed dengan sikap Ryu, Soyoon pun berdeham dan menormalkan ekspresinya. Dia tersenyum, lalu berkata, “Namaku Soyoon. Salam kenal, ya.”
“Hmm!” Ryu mengangguk. “Salam kenal, Soyoon.”
Mata Soyoon semakin melebar.
Oh, Tuhan. Mengapa mendengar namanya disebut oleh Ryu membuat tubuhnya terasa…aneh? Itu seolah-olah terdengar berbeda. So soft…yet so…
…sexy.
Tunggu. Apa yang kau pikirkan, Soyoon?
Soyoon mencoba untuk fokus kembali. Dia sendiri tak tahu mengapa dia bisa berpikir seperti itu. Entah karena suara Ryu yang terbilang cukup berat untuk wajah imutnya…atau karena mata coklatnya yang jernih itu tampak bersinar saat menatap Soyoon.
Di kehidupan Soyoon yang terbilang sepi dan dull, kehadiran orang seperti Ryu yang mengajaknya berbicara seperti ini…cukup membuatnya…tercengang. Tidak dalam artian yang buruk, sebenarnya. Hanya seperti…kejutan kecil. Seperti sedikit tersetrum di jari tangan. Cukup untuk membuat matanya terbuka lebar.
Ada beberapa gadis di kantornya yang selalu cheerful, tetapi mereka tak pernah mengobrol sedekat ini dengan Soyoon. Jadi, Soyoon agak…kaget sekaligus bingung.
Mereka mulai bersalaman. Setelah jabatan tangan itu terlepas, pria bernama Ryu itu pun kembali menekan-nekan sesuatu di gagang pintunya. Semacam menekan password di sana.
Tanpa sadar, Soyoon malah memperhatikan semua itu, lupa bahwa dia harus segera masuk ke apartemennya untuk mandi dan beristirahat.
“Ah…aku sedang mengganti password unitku. Pemilik apartemen ini menyuruhku untuk menggantinya,” ujar Ryu, sadar bahwa Soyoon memperhatikannya. Soyoon langsung tersentak, kaget sekaligus heran mengapa dia masih terpaku di depan pintu. Dia jadi terlihat seperti ingin tahu password unit Ryu, tetangga yang baru ia kenal.
“O—Oh, begitu,” jawab Soyoon dengan gugup, seolah-olah ketahuan mengintip. “Y—Ya, pemilik apartemen biasanya akan menyuruh orang yang baru masuk untuk mengganti password unit mereka agar lebih aman dan leluasa. A—Aku duluan, ya.”
Setelah mengatakan itu, Soyoon pun menekan password di gagang pintunya dengan sedikit panik dan terburu-buru. Soyoon jadi bersikap seperti wanita dewasa yang awkward menghadapi pria muda dengan full charm seperti Ryu. Seperti bertemu dengan berondong tampan.
Eh, siapa yang bilang kalau Ryu itu berondong? Don't judge a book by its cover, Soyoon, Goddammit.
“Oke, Soyoon,” jawab Ryu sambil tersenyum kepada Soyoon, tetapi Soyoon tak menoleh lagi karena tak ingin Ryu melihat kecanggungannya. Gadis itu hanya mengangguk, membuka pintunya dengan cepat, lalu masuk ke unit apartemennya.
Setelah pintu apartemennya tertutup, Soyoon pun terdiam di balik pintu itu selama beberapa detik. Dia menatap lantai apartemennya dengan tatapan tak percaya.
Musim dingin kali ini…agaknya sedikit berbeda daripada biasanya.
8Please respect copyright.PENANABI0ISN8iWa
******
8Please respect copyright.PENANAwGj9Yi0p4g
Sejak pertemuan pertama itu, Soyoon dan Ryu jadi sering bertemu. Dalam dua minggu terakhir, mereka sering berpapasan di koridor; saat pergi bekerja, saat membuang sampah, saat Soyoon pergi berbelanja, atau kadang-kadang…Soyoon akan melihat Ryu melalui jendela apartemennya. Dia melihat Ryu berjalan di bawah sana, memakai ransel dan jaket. By the way, jaket Ryu selalu gonta-ganti; sepertinya, Ryu memiliki banyak jaket dengan jenis yang berbeda.
Kadang-kadang, Ryu juga memergoki Soyoon yang melihatnya melalui jendela. Pria itu akan mendongak, menatap Soyoon dengan mata bulatnya yang lucu, tertawa, lalu menyapa Soyoon sambil melambaikan tangannya.
Manis sekali.
Saat bertemu, biasanya mereka akan mengobrol singkat. Ryu akhirnya tahu bahwa Soyoon adalah seorang pekerja kantoran. Ryu bilang, dia juga sama; dia juga pekerja kantoran. Namun, kantornya tidak seformal Soyoon, soalnya dia bekerja di kantor start-up. Maka dari itu, pakaian kerja yang ia kenakan juga cukup fleksibel.
Oh, satu lagi. Ia…ternyata seumuran dengan Soyoon.
Meskipun Soyoon masih menghabiskan waktu sendirian di dalam rumahnya, setidaknya di musim dingin ini…dia tidak terlalu kesepian. Kehadiran Ryu di sebelah rumahnya telah membuat hari-harinya berwarna. Rasa dingin dari salju yang menumpuk di luar juga tidak terasa sampai menusuk tulang, soalnya ada sumber penghangat alami yang tinggal di sebelah rumahnya.
Ah. Ryu benar-benar mengubah suasana hidupnya dalam waktu yang supersingkat. Apakah Ryu akan terus tinggal di sebelah rumahnya?
8Please respect copyright.PENANANepLYeXYm3
Semoga begitu.
8Please respect copyright.PENANAOU2LlypVlr
Malam ini, seperti biasa…Soyoon ada di dalam apartemennya. Dia pulang sore; sesampainya di rumah, dia akan mandi, makan malam, lalu duduk di depan televisi sambil meminum susu hangat. Dia ingin mengecek atau memainkan ponselnya, tetapi karena tak ingin melihat chat dari seseorang di kantornya (chat masalah pekerjaan), dia pun memilih untuk tidak memegang ponselnya sama sekali dan menonton televisi. Dia sudah memakai piama yang nyaman, membawa selimutnya, lalu duduk di sofa yang ada di depan televisi.
Ah. Nyaman sekali.
Tiba-tiba, Soyoon mendengar suara ketukan di pintu depan. Ada seseorang yang mengetuk pintu apartemennya.
Soyoon kontan menoleh ke asal suara. Siapa yang berkunjung ke apartemennya malam-malam begini?
Soyoon pun bangkit dari duduknya. Ia berjalan ke pintu depan dengan cepat seraya menyahut, “Ya? Tunggu sebentar!”
Begitu Soyoon membuka pintu itu, Soyoon bisa melihat bahwa yang berdiri di depan unit apartemennya adalah Ryu.
Ryu…dengan segala keramahannya. Pria itu berdiri di depan Soyoon, mengenakan pakaian santai berupa t-shirt berwarna putih dan celana training berwarna hitam. Rambutnya masih basah dan agak berantakan. Keningnya agak terlihat dan itu…luar biasa. Ternyata, pria yang imut juga bisa terlihat seksi. Ada sesuatu yang ‘spesial’ tentang pria yang rambutnya masih basah dan berantakan.
They kinda look…hotter?
Soyoon meneguk ludahnya. Dia menatap Ryu dengan lekat, matanya lupa berkedip.
“Ah, Soyoon!” sapa Ryu dengan riang. “Kau belum tidur, ‘kan? Aku membawakan sup untukmu.”
Ryu mengulurkan tangannya, menunjukkan sebuah mangkuk plastik yang tertutup. Soyoon langsung menatap mangkuk plastik itu. Dia bahkan tidak sadar bahwa Syu sedari tadi sedang membawa sebuah mangkuk besar.
“O—Oh…ya!” Soyoon mengerjap, memfokuskan dirinya kembali. Dia pun meraih mangkuk berisi sup itu. “Terima kasih, ya. Ini buatanmu sendiri?”
“Ah—haha!” Ryu tertawa, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Iya. Kalau dipikir-pikir, aku belum memberikan makanan apa pun padamu saat aku baru pindah dua minggu yang lalu. Seharusnya aku memberikanmu sesuatu sebagai bentuk perkenalan. Tteok, misalnya.”
Soyoon ujung-ujungnya jadi tertawa kecil. Terhibur. “Kau ini. Tidak apa-apa kok. Ini sudah terlambat sekali, tahu? Kau sudah dua minggu tinggal di sini.”
Ryu tertawa kencang, kepalanya sampai mendongak. Setelah itu, ia menatap Soyoon lagi. “Maaf, maaf. Aku lupa, sungguh. Oh, ya, kalau supnya tidak enak, beri tahu aku, ya. Biar aku yang membuangkannya untukmu.”
Soyoon mengernyitkan dahi; dia agak bingung. “Lho, kok begitu?”
Ryu pun berkacak pinggang…lalu memiringkan kepalanya. Setelah itu, ia tersenyum miring. “Ya…tidak apa-apa, sih. Kalau kau yang membuangnya, nanti aku patah hati.”
Mata Soyoon membeliak. Pipi gadis itu langsung merona.
8Please respect copyright.PENANAy3UwIC2ZI1
Me—mengapa dia patah hati? Apa maksudnya?
Dia sedang…menggodaku, ya?
8Please respect copyright.PENANA7IFjR8H2c5
Soyoon buru-buru berdeham. Menggeleng. “Kau ini! Mana mungkin aku membuangnya!”
Dasar. Terkutuklah boy-next-door yang memesona ini!
Ryu tertawa lagi. “Ya, kan, siapa tahu supnya tidak enak bagimu. Tadi sudah kucicip, sih. Rasanya pas kok.”
Sebentar.
Jadi…setelah ini…Ryu akan kembali ke apartemennya dan Soyoon pun akan masuk kembali. Hingga akhirnya, Soyoon akan…memakan sup ini sendirian.
8Please respect copyright.PENANAMrDtrimXSw
Kok…rasanya tidak menyenangkan, ya?
8Please respect copyright.PENANAfPZIWqjWHf
Tiba-tiba, ada sesuatu yang melintas di otak Soyoon. Memelesat; bergerak secepat kilat di pikirannya. Membuat tubuh Soyoon mematung. Membuat jantung Soyoon berdegup kencang. Membuat Soyoon jadi meneguk ludahnya dengan gugup.
Pikiran itu akan sungguh…abnormal. Sungguh nekat. Sungguh intrusive. Namun, mungkin itu adalah buah dari hasrat yang ia tekan selama ini.
Hasrat untuk lebih dekat dengan Ryu…
Soyoon ingin menyuarakan pikirannya barusan. Namun, ia tahu bahwa jika ia menyuarakan pikiran itu, ada dua hal yang mungkin akan terjadi.
Pertama, dia dan Ryu akan menjadi lebih dekat.
Kedua, Ryu akan menolaknya dan dia takkan bisa melihat mata Ryu secara langsung lagi karena malu.
Soalnya, yang melintas di pikiran Soyoon barusan adalah…
8Please respect copyright.PENANAtS3Wgr7B2w
…dia ingin mengajak Ryu makan sup itu bersamanya. Di dalam rumahnya.
8Please respect copyright.PENANAeSZiPTYCgu
Ah…ya, benar. Dia sangat…tertarik kepada Ryu. Mungkin karena sifat Ryu yang sangat ramah. Mungkin karena kehadiran Ryu membuat hari-harinya jadi lebih berwarna. Mungkin karena Ryu dan dirinya bisa diibaratkan seperti…cahaya matahari yang menerangi dan menghangatkan sebuah ruangan yang dingin dan berdebu.
8Please respect copyright.PENANA2wchipvbtv
Ya sudah, deh. Ayo kita pertaruhkan.
Lanjut…atau tidak sama sekali.
8Please respect copyright.PENANA9oPxCtdOkv
Soyoon pun menatap Ryu dengan serius. Lekat. Sukses membuat Ryu jadi mengerjap dan menatap Soyoon dengan mata bulatnya yang lucu. “Kenapa, Soyoon?”
Soyoon mencoba untuk tetap tenang.
Setelah itu, dia pun membuka suara.
“Itu…” Napas Soyoon tertahan. “Maukah kau…memakan sup ini…bersamaku? Aku punya kimchi juga, di dalam kulkas.”
Soyoon bisa melihat Ryu yang langsung membulatkan matanya. Pria itu tampak kaget; dia terdiam sebentar. Ini jelas-jelas merupakan sebuah undangan masuk.
Keheningan itu membuat degup jantung Soyoon menggila. Ludahnya mendadak terasa kering. Ia tersiksa.
Akan tetapi, tiga detik kemudian…tiba-tiba Ryu tersenyum. Pria itu memberikan Soyoon sebuah tatapan yang sangat lembut.
Hingga akhirnya, pria itu pun menjawab:
8Please respect copyright.PENANAMOODjq5xuE
“Tentu saja.”
8Please respect copyright.PENANAoORG1juzGK
******
8Please respect copyright.PENANAtkSqR6dwX7
Ternyata, usaha Soyoon membuahkan hasil. Malam itu, mereka makan bersama di dalam unit apartemen Soyoon. Sup buatan Ryu sangat enak; ada potongan ayam, wortel, dan kentang di dalamnya. Mereka makan sambil mengobrol dan tertawa bersama. Malam itu, ternyata Ryu sendiri belum makan sehingga perutnya berbunyi di depan Soyoon. Hal itu membuat Soyoon tertawa lepas. Sudah lama sekali…sejak ia tertawa dari hati seperti itu.
Ujung-ujungnya, Soyoon jadi mengambilkan semangkuk nasi untuk Ryu; Ryu menerimanya seraya menggaruk tengkuknya malu-malu. Pipinya agak memerah dan itu lucu sekali. Dia pun makan dengan lahap…dan akhirnya dia mengaku bahwa sebenarnya dia masih belajar memasak. Dia berani memberikan sup itu kepada Soyoon setelah benar-benar memastikan bahwa sup itu terasa enak atau setidaknya pantas untuk dimakan. Hal itu tentu semakin membuat hati Soyoon tersentuh. Akhirnya, dengan impulsif, Soyoon pun menawarkan dirinya untuk menjadi tester pertama setiap masakan Ryu.
Ryu, pria manis yang polos itu, jelas terlihat gembira. Dia langsung bersemangat dan berkata bahwa dia akan berusaha dengan keras.
“Mulai sekarang, aku akan memberikanmu berbagai jenis makanan buatanku. Berikan tanggapanmu, ya!”
Begitu katanya.
Sejak malam itu, hubungan Soyoon dan Ryu jadi semakin dekat. Ryu jadi sering datang ke apartemen Soyoon, mampir di malam hari hanya untuk mengobrol, memakan cookie sambil meminum cokelat panas, makan malam bersama, dan menonton film horror. Hari demi hari, waktu bersama Ryu menjadi sesuatu yang terasa…familier. Sesuatu yang sangat istimewa di mata Soyoon. Padahal, mereka belum terlalu lama kenal.
Jadi…begini rasanya menghabiskan musim dingin bersama seseorang. Berbagi kehangatan dengan seseorang. Duduk di sofa dengan berbagi selimut yang sama, menonton film dan terkadang kaget bersama akibat adegan twist yang tak disangka-sangka, lalu tertawa terbahak-bahak. Kadang-kadang, Soyoon tertidur di tengah-tengah film dan bersandar di bahu Ryu.
Ryu pun sering menginap di apartemen Soyoon; tidur di sofa ruang tamu Soyoon. Soyoon pernah terpikir untuk mengajak Ryu tidur bersama di kamarnya, tetapi dia berubah pikiran. Bukankah itu terlalu cepat? Nanti dia jadi terdengar seperti orang mesum.
Akan tetapi, entah mengapa…setiap kali Soyoon bertanya kapan ia bisa gantian mampir atau menginap di apartemen Ryu, pria itu selalu menolaknya. Tidak, bukan penolakan yang keras. Lebih seperti…menolak karena malu. Penolakan halus dengan alasan, “Nanti, ya. Setelah apartemenku terlihat lebih bagus daripada sekarang. Setidaknya lebih nyaman untuk menerima tamu. Aku malu padamu, soalnya.”
Walau Soyoon memaksanya dengan berkata tidak apa-apa, Ryu tetap menolak. Kadang-kadang, dia menolak sambil menggaruk tengkuknya karena malu; kadang-kadang juga, dia akan menolak Soyoon sambil memberikan rayuan seperti: ‘Aku takut kalau kau datang ke apartemenku, nanti aku jadi berpikiran mesum.’
Alhasil, pipi Soyoon jadi semerah delima. Gadis itu lantas memukuli dada Ryu—jengkel karena dibuat salah tingkah—dan Ryu tertawa lepas.
Well, musim dingin tahun ini rasanya…
…luar biasa.
Seperti hari ini. Suatu malam di akhir bulan Januari, di mana suhu masih sangat rendah, kehangatan yang Ryu berikan seolah-olah menepis seluruh rasa dingin itu. Bukan hanya tubuh Soyoon yang menjadi hangat, melainkan juga hatinya.
Jadi, malam ini…Ryu juga datang ke apartemen Soyoon. Menonton film bersama Soyoon. Sebenarnya, tubuh Soyoon pegal-pegal semua karena pekerjaannya hari ini banyak sekali. Namun, kehadiran Ryu di apartemennya telah menjadi sesuatu yang biasa terjadi akhir-akhir ini; dia juga tak mau menolak kehadiran Ryu. Di tengah-tengah kebekuan dan kekosongan hidupnya, Ryu hadir bak permata yang bersinar.
Soyoon, orang kantoran yang lelah, merasa rumahnya mulai ‘diisi’.
Ryu menoleh kepada Soyoon yang duduk di sebelahnya. Soyoon menonton film bersamanya, tetapi mata gadis itu tampak begitu lelah. Ryu bisa melihat kantung matanya.
Ryu tersenyum. Pria itu mulai meraih Soyoon, lalu menyandarkan kepala gadis itu pada bahu sebelah kirinya. “Sini. Bersandar di bahuku saja kalau lelah.”
Mata Soyoon melebar. Pipinya merona. Ia langsung menoleh kepada Ryu—kepalanya masih bersandar pada bahu Ryu—dan berkata, “Kelihatan, ya?”
Ryu ikut menatap Soyoon, membuat jarak wajah mereka jadi dekat sekali. Dekat…sampai Soyoon bisa mendengar dan merasakan napas Ryu.
Ryu tertawa kecil. Lembut sekali. Penuh kasih sayang. “Iyaaa, Soyoon. Matamu terlihat lelah. Aku sudah menyuruhmu tidur sejak tadi, tetapi kau tak mau.” Ryu mencolek hidung Soyoon pelan.
Soyoon mengerucutkan bibirnya. Ngambek. “Aku belum mengantuk kok.”
8Please respect copyright.PENANAy2bk127wZY
Belum mengantuk, soalnya kau ada di sini…
8Please respect copyright.PENANA3hLbmyLTfl
“Kalau begitu, mau kubuatkan sesuatu? Kopi hangat, misalnya,” ujar Ryu. Dia tersenyum dengan sangat…manis. “Kau punya stok kopi, ‘kan, di dapur?”
Mata Soyoon membulat.
Kok…Ryu…tahu?
Soalnya, selama ini Soyoonlah yang menyiapkan minuman untuk mereka berdua…dan itu bukan kopi! Kalau Ryu makan malam di sini pun, biasanya Soyoon akan melarang Ryu membantunya menyiapkan makanan. Paling-paling, Ryu hanya membantunya mencuci piring. Itu pun, cuci piringnya berdua.
But then again, Ryu sering tidur di apartemennya. Itu tidak mengherankan.
“Kok tahu?” tanya Soyoon, impulsif. “Kau suka menggeledah dapurku, ya?”
Ryu tertawa kencang.
8Please respect copyright.PENANAAhjN5yuK3I
Lah???
8Please respect copyright.PENANAFPRN51HVSD
Beberapa detik kemudian, Ryu berhenti tertawa. Pria itu mulai menoleh kepada Soyoon, tersenyumsimpul…dan menatap Soyoon dengan begitu dalam.
Tatapannya tak bisa diartikan.
Dia seolah-olah sedang mencari sesuatu di kedua bola mata Soyoon. Menyelami dunia di balik bola mata itu, menembus hingga ke jiwa Soyoon.
Hingga kemudian, dengan suara lirihnya…dia pun menjawab.
8Please respect copyright.PENANAsc5RZ8oow5
“Aku memperhatikan banyak hal, Soyoon…”
8Please respect copyright.PENANAQ7EX5gidmC
Entah apa sebabnya, tiba-tiba tubuh Soyoon mematung. Dia menatap Ryu dengan mata yang melebar; napasnya mendadak tersekat di tenggorokan. Jantungnya serasa berhenti berdegup.
Akan tetapi, dia sendiri membatin.
8Please respect copyright.PENANAdyWp3xscRD
Mengapa tubuhnya bereaksi seperti ini?
8Please respect copyright.PENANAbrk4abILr1
Padahal, Ryu tidak bermaksud apa-apa. Ryu hanya sedang…menggodanya, bukan?
8Please respect copyright.PENANApGLONqGV5N
Isn’t this some kind of…sexual tension?
Then why is my body reacting like this?
8Please respect copyright.PENANAerFiZ70hl4
Soyoon menggeleng cepat. Ini pasti karena dia tidak terbiasa dengan atmosfer intim seperti ini. Dia jadi merasa bersalah kepada Ryu.
Seraya mencoba untuk menormalkan dirinya kembali, Soyoon pun menepuk paha Ryu pelan. “Dasar.”
Ryu kembali tertawa.
Akhirnya, Soyoon pun kembali duduk dengan benar; dia tidak lagi bersandar pada Ryu. Namun, dia kini menghadap ke arah Ryu.
Melihat pergerakan Soyoon, Ryu pun bereaksi. Pria itu mulai mendekatkan dirinya kepada Soyoon, sangat dekat, hingga paha dan betis mereka bersentuhan. Mereka duduk berhadapan, lalu Ryu meraih kedua tangan Soyoon.
Pria itu meremas tangan Soyoon dengan lembut. Seraya tersenyum, ia pun berkata, “Tanganmu hangat.”
Mereka mulai bertatapan. Soyoon bisa melihat mata cokelat terang milik Ryu yang memantulkan dirinya seorang. Bak berkaca di mata seseorang yang sangat jernih…dan kau menemukan bahwa kaulah satu-satunya objek di mata itu.
Seakan-akan…Soyoon masuk ke kedua mata itu, merasa nyaman berada di dalamnya, lalu tanpa sadar terperangkap selama-lamanya.
Soyoon meneguk ludahnya gugup.
Untuk menghilangkan tension yang sangat berat itu, Soyoon pun berdeham. Gadis itu mulai mengalihkan pembicaraan, sedikit bercanda. Dia ingin mencairkan suasana karena tak terbiasa dengan atmosfer seperti ini. Dia pun bingung; bukankah ini hal yang ia harapkan selama ini?
“H—Hei. Bukankah kau sudah sering datang ke rumahku? Sampai-sampai tahu kalau aku menyimpan kopi,” ujar Soyoon dengan nada setengah bercanda dan setengah protes. Soyoon juga menahan senyumnya (sekaligus menahan rona yang nyaris muncul di pipinya). “Jadi, kapan aku bisa mampir atau menginap di apartemenmu?”
Ryu tertawa kecil. Pria itu mulai menyandarkan separuh tubuhnya ke sandaran sofa, lalu memiringkan kepalanya. “Hmmm… Kau penasaran sekali, ya, dengan rumahku. Atau kita coba mandi berdua saja, di sana?”
“Tsk!” decak Soyoon, gadis itu langsung memukul bahu Ryu, membuat Ryu kembali tertawa sambil menghalang-halangi pukulan Soyoon dengan tangannya. “Aku serius, lho, Ryu!”
Setelah berhenti tertawa, Ryu pun menghela napas. Dia diam sejenak…lalu tersenyum kepada Soyoon. “Rumahku kosong. Belum banyak furniturnya. Kau pasti bosan.”
Soyoon mendengkus. “Kau pikir aku orang yang memedulikan semua itu? Kan aku hanya ingin datang ke sana. Aku ingin melihat apartemenmu.”
Ryu diam.
Hanya tatapannyalah…yang semakin lama…
...semakin memenjarakan.
Soyoon sempat menahan napas karena agak kaget dengan tatapan Ryu itu.
8Please respect copyright.PENANATaR7dOp93g
Hingga kemudian, Ryu membuka suara.
8Please respect copyright.PENANAtBIk8m3Up6
“Belum waktunya, Soyoon.”
8Please respect copyright.PENANAeFdX1orUxn
Meskipun jantungnya berdebar karena kalimat serta suara Ryu yang berat dan husky itu, Soyoon tetap mencoba untuk fokus. Gadis itu mulai mendesak. “Apa? Karena furniturnya belum banyak? Memangnya harus sebanyak apaaaa?!”
Lagi-lagi Ryu tertawa. “Minimal aku harus membeli PlayStation atau beberapa boneka.”
Soyoon memutar bola matanya. “Kau pikir aku anak-anak?”
“Iya. Seperti anak-anak. Bukankah piamamu selalu bergambar boneka? Kau punya sekitar lima piama dan semuanya bergambar boneka,” jawab Ryu sekenanya.
Pipi Soyoon merona. “Mengapa kau memperhatikan hal-hal yang tidak perlu, sih?!”
“Bagiku itu perlu.”
“Tutup mulutmu dan jawab aku dengan serius.”
“Aku serius. Kau ingin aku menghitung berapa blazeryang sering kau pakai?”
“Bukan itu maksudku!!” teriak Soyoon. Dia memijit keningnya frustrasi, sukses membuat Ryu tertawa lagi. Agaknya, malam ini pria itu jadi banyak tertawa.
Soyoon langsung menatap Ryu dengan serius. “Aku hanya ingin tahu kapan aku bisa datang ke rumahmu. Rasanya kok susah sekali, sih, padahal rumahmu ada di sebelah.”
Perlahan-lahan, Ryu pun berhenti tertawa. Untuk beberapa detik lamanya, pria itu hanya diam. Duduk di depan Soyoon, masih memperhatikan wajah Soyoon dengan lekat…dan tatapannya sukar diartikan.
Ruang tamu apartemen Soyoon cukup luas, tetapi mengapa bila berada di jangkauan mata Ryu, mendadak ruangan itu terasa sangat sempit?
Ryu menghela napas.
Pria itu pun tersenyum.
8Please respect copyright.PENANAZhQwuPAwda
“Kita masih punya banyak waktu, sebenarnya. Musim dingin pun belum berakhir. Namun…baiklah. Kau boleh datang ke apartemenku besok.”
8Please respect copyright.PENANAB7tUP1xYhh
Mata Soyoon membulat.
8Please respect copyright.PENANAZphYo1wvp5
Betulan, nih?
Dia benar-benar diperbolehkan kali ini?
8Please respect copyright.PENANAPucuEDPeQe
Saking terbiasanya ditolak, Soyoon jadi agak kaget ketika diperbolehkan. Namun…sebentar.
Apa hubungannya dengan musim dingin? Apakah Ryu ingin Soyoon datang ke rumahnya saat musim dingin berakhir supaya Soyoon tidak kedinginan? Soalnya, kan, katanya apartemennya kosong.
Ah, bodo amat, deh. Yang penting Soyoon sudah diizinkan. Soyoon sudah boleh mampir dan menginap di rumah Ryu.
Jantung Soyoon jadi berdebar. Dia senang sekali.
Seraya tersenyum riang, dia pun menjawab, “Serius, ‘kan? Betulan boleh, ‘kan?”
“Hmm.” Ryu mengangguk pelan. “Kau boleh datang ke apartemenku besok.”
“Yesss!” Soyoon bersorak, lalu tertawa. Membuat Ryu mengusap kepalanya dengan penuh kasih. “Besok weekend, tetapi paginya aku punya janji dengan teman sekantorku. Mau menonton bioskop dan pergi ke tempat karaoke. Aku akan datang ke rumahmu sore harinya. Oke?”
Ryu tersenyum. Pria itu mulai memegang rahang Soyoon…lalu mengusap pipi Soyoon dengan ibu jarinya. “Baiklah. Aku akan menyambutmu dengan baik. Take your time…as long as you need. Aku akan menunggumu.”
Jantung Soyoon semakin berdegup kencang. Gila-gilaan. Warna merah mulai menyebar di wajahnya. Lidahnya kelu. Ia tak bisa memikirkan apa pun, seolah-olah otaknya berhenti berfungsi. Seolah-olah ada sirkuit di dalam dirinya yang rusak.
Mengapa suara Ryu…terdengar sangat seduktif?
Mengapa pria berwajah imut itu…menatap Soyoon dengan begitu intens?
Tatapannya penuh rahasia. Penuh penantian. Penuh…
…hasrat.
Tubuh Soyoon mendadak panas. Keintiman itu didukung pula dengan wajah Ryu yang terlalu dekat dengan wajahnya. Selain itu, embusan napas Ryu juga…mengenai kulit wajahnya.
Hangat. Hangat sekali.
Terlalu dekat…
Akhirnya, karena gugup, Soyoon pun refleks memegang kedua bahu Ryu dan mendorong Ryu menjauh darinya. Ryu agak kaget, tetapi pria itu tiba-tiba mendengar Soyoon berbicara padanya dengan suara keras. Gadis itu agaknya putus asa; wajahnya sangat merah.
“Oke, oke!” teriak Soyoon panik. “T—Tunggu, ya. Kau cukup menunggu di apartemenmu. Aku akan datang ke sana besok sore.”
Mata Ryu membulat sempurna. Ia terdiam sebentar, lalu…mulai tertawa kecil. Tawa kecilnya itu sukses membuat rona di wajah Soyoon jadi sampai ke telinga. Otak gadis itu rasanya mau meledak karena overheating.
“Baiklah, Soyoon. Kutunggu, ya.”
8Please respect copyright.PENANArEOuZZLlDk
******
8Please respect copyright.PENANA79TzBhhnKR
Keesokan harinya, Soyoon sampai di apartemennya sekitar jam empat sore. Dia pulang lebih awal, padahal sebenarnya teman-temannya masih ingin pergi ke café untuk minum kopi sambil mengobrol. Karena Soyoon punya sebuah ‘janji’ (yang ia rahasiakan), dengan terpaksa teman-temannya pun memperbolehkannya pulang duluan.
Tentu saja, Soyoon harus menepati omongannya kepada Ryu. Bukan karena terpaksa, melainkan karena…well, jelas karena dia ingin! Dia telah menanti saat-saat ini. Mampir ke apartemen Ryu.
Dia juga sudah membeli sekotak dessert untuk dibawa ke apartemen Ryu.
Soyoon melempar tasnya sembarangan ke ranjang, lalu berlari mengambil handuknya yang ada di lemari. Dia melakukan itu dengan excited, terburu-buru, dan senyum-senyum sendiri. Rasanya berbunga-bunga sekali.
Nanti malam dia menginap tidak, ya, di apartemennya Ryu?
Memikirkan itu, Soyoon jadi salah tingkah. Ia menepuk-nepuk pipinya yang merona, lalu menggeleng dan berbisik, “Apa-apaan, sih?”
Soyoon tertawa kecil—menyadari kebodohannya—lalu masuk ke kamar mandi. Dia membersihkan dirinya dengan baik, tetapi tidak terlalu menghabiskan waktu.
Selesai mandi, ia pun memilih baju yang akan ia pakai. Ia bolak-balik menyibak dan melihat-lihat seluruh bajunya di dalam lemari, tetapi mengapa rasanya sulit sekali? Hei, bukankah dia hanya ingin pergi ke rumah sebelah? Ini bukan kencan, ‘kan?
Aaaghh!
Well, Soyoon hanya ingin terlihat…lebih cantik.
Mana, ya, pakaian yang cantik, tetapi tetap terlihat cukup santai untuk dipakai di rumah?
Setelah sepuluh menit mencari, akhirnya Soyoon memilih sebuah atasan berwarna abu-abu yang pas di tubuhnya. Ia juga memakai celana panjang longgar dengan warna yang sama. Kalau begini, kan, dia tetap terlihat santai, tetapi lebih cantik daripada sekadar memakai piama.
Soyoon pun bersiap-siap. Ia menyisir rambutnya dengan baik, sedikit memakai bedak, lalu memakai bando. Akhirnya, sekitar jam lima kurang sepuluh menit, Soyoon pun siap pergi ke sebelah. Ke apartemen Ryu.
Setelah meraih dessert yang sudah ia beli tadi, Soyoon pun keluar dari unit apartemennya. Semua pintu unit di gedung apartemen itu memakai sistem smart lock sehingga pintu akan otomatis terkunci apabila tertutup.
Hanya butuh satu langkah untuk sampai di depan pintu apartemen Ryu. Soyoon berdiri di depan pintu itu; sebelah tangannya memegang sekotak dessert yang dibungkus dengan tote bag berwarna putih.
Soyoon menarik napas…lalu mengeluarkannya perlahan. Hal itu ia lakukan sebanyak dua kali agar merasa tenang. Agar degup jantungnya sedikit…melambat.
Ia gugup sekali, padahal ia sudah biasa bertemu dengan Ryu. Mungkin karena ini adalah pertama kalinya ia datang ke kediaman Ryu. Masuk ke zona Ryu. Milik Ryu.
Soyoon pun mengetuk pintu itu. Tiga kali.
Tidak ada jawaban.
Mata Soyoon sedikit melebar. Mungkin Ryu tidak dengar.
Soyoon lantas mengetuk pintunya lagi. Lebih keras. Tiga kali.
Hingga akhirnya, gadis itu mendengar suara pintu yang terbuka. Pintu itu kini terbuka.
8Please respect copyright.PENANAnjQXOXeLOq
…dan di sana terlihatlah Ryu.
8Please respect copyright.PENANAJq6Dxs3YEs
Pria itu berdiri seraya memegang gagang pintu unitnya. Dia memakai sebuah jaket kulit berwarna hitam—apakah dia baru pulang dari suatu tempat?—dan tersenyum kepada Soyoon.
“Ayo masuk,” ajak Ryu dengan tenang. Senyuman di wajahnya belum pudar.
Entah mengapa, mendadak Soyoon jadi gugup lagi. Ryu dengan jaket kulit berwarna hitam itu…terlihat sangat macho. Berbeda dengan sosok yang selama ini sering memakai sweater atau t-shirt polos saat berada di apartemen Soyoon.
“Uh—hm,” deham Soyoon. Dia jadi gagal fokus karena wajah serta penampilan Ryu hari ini. Apakah Ryu juga mempersiapkan diri, sama sepertinya?
Kalau benar begitu, Soyoon akan sangat senang.
Ketika Ryu menggeser tubuhnya ke sisi, Soyoon pun melangkah masuk. Gadis itu berusaha untuk menyembunyikan kegugupannya; dia meremas tangannya sendiri karena telapaknya mulai terasa berkeringat.
Pelan-pelan, Soyoon melangkah ke depan. Memasuki ruang tamu. Meninggalkan Ryu di belakangnya.
Namun, hal pertama yang Soyoon sadari adalah:
8Please respect copyright.PENANA9kj4OgoAJE
…apartemen itu gelap.
8Please respect copyright.PENANAZ4GhjjKaVy
Baiklah. Seharusnya Soyoon sadar hal ini sejak pertama kali Ryu membuka pintu unitnya. Namun, tadi Soyoon terlalu fokus melihat wajah dan penampilan Ryu sampai-sampai dia tidak sadar bahwa apartemen Ryu sangat gelap.
Apa lampunya dimatikan?
Hanya ada sedikit cahaya matahari sore yang masuk melalui jendela di ujung sana. Menembus melalui jendela yang tertutup dan dilapisi dengan gorden. Namun, cahaya oranyenya masih bisa masuk, sedikit memberikan pencahayaan pada apartemen itu.
Namun, hanya sedikit. Tidak cukup untuk melihat seluruh ruangan dengan jelas.
Mengapa Ryu tidak menghidupkan lampunya?
Selain itu, ada satu hal lagi yang Soyoon sadari.
8Please respect copyright.PENANAdVTsklQXHV
Rumah itu minim furnitur.
8Please respect copyright.PENANA07HnMuXYq2
Well, Ryu sudah bicara soal itu, tetapi…
…ini benar-benar minim. Bisa dihitung dengan jari.
Hanya ada sebuah meja dan kursi kayu, serta sebuah lemari kecil di ujung sana. Lantainya diberi karpet berwarna cokelat, dan ada…beberapa bingkai foto yang tergantung di dinding sebelah jendela.
Selain itu, apartemen ini…
…rapi. Benar-benar rapi.
Seperti tak pernah disentuh.
8Please respect copyright.PENANA3fWxQJvieZ
Seperti tak berkehidupan…
8Please respect copyright.PENANAtrerVT8LGf
Rumah itu dingin. Iya, Soyoon tahu bahwa di luar sedang turun salju, tetapi…apakah pemanas di rumah Ryu tidak dihidupkan? Apakah Ryu berada di ruangan seperti ini sejak tadi pagi?
Gelap, dingin…dan sangat rapi.
8Please respect copyright.PENANAUtj7jjmMLk
Apakah Ryu benar-benar tidur di sini?
8Please respect copyright.PENANAdYnkaLY6Mo
Soyoon pun semakin melangkah masuk. Kakinya menapak lantai yang dingin itu pelan-pelan, berhati-hati, tetapi ia tetap maju. Meskipun ada sebuah kegelisahan, sebuah perasaan mencekam yang tak bisa dijelaskan, dan setitik rasa curiga yang tiba-tiba merangkak ke dalam dirinya, ia ingin masuk. Ia ingin tahu. Ia ingin melihat dengan lebih jelas.
Soyoon tak tahu mengapa, tetapi tiba-tiba…tengkuknya terasa dingin. Bulu kuduknya berdiri. Jantungnya masih berdegup kencang, tetapi kini…berubah haluan. Seperti memiliki sebab yang berbeda. Apakah karena ruangan ini terlihat gelap, sepi, dan dingin?
Lagi pula,
…apakah Ryu masih ada di belakangnya?
Beberapa detik kemudian, saat Soyoon semakin mendekati ujung ruangan, mata Soyoon mendadak menangkap sesuatu.
8Please respect copyright.PENANAep5eV4uneu
Satu bingkai foto dirinya.
8Please respect copyright.PENANAdG1SIpXgpI
Tergantung di dinding sebelah jendela.
8Please respect copyright.PENANAfoKb6puEdk
Mata Soyoon membeliak.
Itu adalah foto…
…yang ia pajang di nakas.
Fotonya bersama kucingnya yang sudah mati.
8Please respect copyright.PENANAZnMmjIGYiY
Mengapa Ryu…punya foto itu?
Ryu tak pernah masuk ke kamarnya!
8Please respect copyright.PENANAxvv7NmvWFT
Soyoon meneguk ludah. Detak jantungnya terdengar sangat kencang dan tak keruan.
Ia mulai melihat lagi. Ke bingkai foto yang ada di sebelah foto itu.
Tadi, dari kejauhan, Soyoon hanya melihat beberapa bingkai foto. Namun, setelah didekati, ternyata…
…dinding itu dipenuhi dengan foto.
Penuh,sangat penuh.
8Please respect copyright.PENANAVSi9nRy8ef
Sampai ke atas.
8Please respect copyright.PENANAD9Ojze7XBz
Soyoon langsung melihat ke bingkai foto selanjutnya. Tanpa sadar mencari potret dirinya lagi.
8Please respect copyright.PENANAFx2Osd27h6
…dan dia menemukan satu.
8Please respect copyright.PENANA7wufvhmbwE
…lalu dua.
Tiga.
Empat.
8Please respect copyright.PENANAaPSo0OLmon
…dan akhirnya…
8Please respect copyright.PENANAoS2cdoEpiP
…seluruh dinding.
8Please respect copyright.PENANAqB9N842qZO
Semuanya adalah fotonya.
8Please respect copyright.PENANAXM5GUpWAjM
Ada yang berbingkai. Ada yang hanya ditempel menggunakan sellotape.
8Please respect copyright.PENANAqTsljSOkAL
Fotonya saat sedang tertawa.
Fotonya saat sedang berbelanja.
Fotonya saat sedang melihat ke luar jendela.
Fotonya saat sedang pergi bekerja.
Fotonya saat sedang berjalan pulang dari kantornya.
Fotonya saat sedang mengobrol dengan laki-laki di pedestrian crossing, menunggu untuk menyeberang.
Dari depan.
Dari belakang.
…dan…
8Please respect copyright.PENANAYIwGvWWDwx
…fotonya saat sedang tidur.
8Please respect copyright.PENANAWMPQbXdFSJ
Tubuh Soyoon spontan mematung. Napasnya tersekat di tenggorokan. Jantungnya yang tadinya berdegup kencang…kini seakan-akan berhenti berdegup.
Sunyi. Sangat sunyi.
Dada Soyoon sesak. Wajahnya pucat. Ludahnya kering; pita suaranya seolah-olah terputus. Seluruh tubuhnya jadi luar biasa dingin.
Pikirannya kacau. Banyak bisikan di kepalanya yang mengatakan, ‘Lari! Lari! Lari!’, tetapi ia tak bisa bergerak. Betisnya—betisnya terasa lemas.
8Please respect copyright.PENANAt0p6qa4ciu
Apa—apa yang sedang ia lihat?
Itu—semua foto itu—apa?
8Please respect copyright.PENANAewuKCOTIer
Soyoon tak mampu bernapas; oksigen di ruangan itu mendadak serasa menipis. Matanya melebar sempurna, penuh rasa takut dan tak percaya. Dia dikelilingi oleh teror.
…dan seolah semua mimpi buruk itu belum cukup,
…suara Ryu tiba-tiba terdengar.
8Please respect copyright.PENANA88JERuw8lY
“Aku sudah bilang padamu, ‘kan? Bahwa musim dingin belum berakhir...”
8Please respect copyright.PENANAUpI9oNVdGt
Soyoon tersentak.
Suara itu terdengar semakin dekat…kata demi kata. Namun, bunyi langkahnya sama sekali tak terdengar.
8Please respect copyright.PENANAOEHBaJyL03
Soyoon tak bisa bergerak.
8Please respect copyright.PENANANYUKqYOxCG
Tote bag berisi sekotak dessert yang ia bawa akhirnya terjatuh ke lantai. Tangannya mulai bergetar hebat; ia tak sanggup menggenggam atau menahan berat tote bag itu.
Suara Ryu terdengar begitu…dingin.
Tiada lagi kehangatan yang selalu Soyoon rasakan darinya. Tidak ada lagi nada bersahabat; tidak ada lagi kelembutan yang mengalir dari suara itu.
Suara beratnya justru membuat suhu ruangan itu jadi semakin membekukan. Di ruangan yang nyaris kosong, rapi, dan dingin itu…suaranya menggema.
8Please respect copyright.PENANAEvhzYA5jGF
Tanpa empati.
8Please respect copyright.PENANAT7U6af2w8c
Kedua kaki Soyoon seakan-akan terpasak ke bumi.
Hingga kemudian, gadis itu kembali mendengar suara Ryu…
8Please respect copyright.PENANAqjtzxF4leA
…yang kali ini tepat di belakangnya.
8Please respect copyright.PENANAcTXO1T1wlk
“Kita masih punya banyak waktu. Belum waktunya kau ke sini, Soyoon…”
8Please respect copyright.PENANA8Ve1FLAYjE
Sekarang, rasa takut sudah benar-benar menguasai Soyoon. Tubuhnya memang bergetar hebat, tetapi ia tetap berdiri di tempat. Seolah-olah ia akan terbunuh apabila ia bergerak sedikit saja. Ia tak bisa menoleh. Ia tak berani menoleh ke belakang.
Hingga tiba-tiba, dari sudut matanya, Soyoon melihat Ryu beranjak ke sampingnya. Berdiri di sampingnya.
Soyoon tersentak; air matanya mulai mengalir. Namun, meskipun lehernya serasa tercekik, meskipun dadanya sesak, meskipun tangan dan kakinya sudah lemas, Soyoon tetap menatap ke depan. Melihat ke barisan foto-foto itu dengan penuh kengerian. Ia tak bisa menoleh. Ia tak mau menoleh.
8Please respect copyright.PENANADVD1XYczUH
Ryu mulai kembali berbicara.
8Please respect copyright.PENANAjRlbseHDwS
“Aku selalu berkeliling setiap tahun. Di musim dingin,” ujarnya dengan tenang. Sangat tenang. “Musim dingin selalu membuatku…merasa berbeda. Aku menyukai rasa dinginnya yang merangkak hingga menembus tulang, aku suka kesepian yang diperlihatkan oleh beberapa orang…serta kehangatan di beberapa orang lainnya. Aku bisa melihat berbagai macam hal di musim dingin. Ada kebahagiaan…serta kesepian. Ada kehidupan…serta kematian yang terjadi secara perlahan.”
Ryu tersenyum tipis. Begitu tipis. “Maka dari itu, di musim dingin…aku pasti akan berkeliling…dan mencari sesuatu yang kusukai.”
Ryu pun menghadap ke arah Soyoon…
…dan Soyoon merasakannya. Soyoon tahu bahwa pria itu kini menghadap ke arahnya.
Gadis itu spontan menahan napasnya. Tanpa sadar, dia menghentikan napasnya sendiri secara paksa. Ia tak mau—ia tak mau Ryu melihatnya bergerak meski sedikit saja!
Darah seakan tak mengalir lagi di wajahnya. Ludahnya sukar ditelan.
Di sisi lain, Ryu masih tersenyum. Senyum tipis itu tak goyah. Tak terganggu sama sekali.
8Please respect copyright.PENANAGEKWwDpT6s
“Musim dingin tak pernah mengkhianatiku. Ia memberiku waktu. Ia memberiku ketenangan,” ujar pria itu kemudian. Suaranya terdengar begitu…lirih.
Seolah-olah diucapkan dengan penuh cinta…
…dan kasih sayang…
8Please respect copyright.PENANAwaPPlHWzQ7
…yang bengkok.
8Please respect copyright.PENANABk1aAu8Hvk
Sakit.
8Please respect copyright.PENANAUazfEuPztm
Sinting.
8Please respect copyright.PENANAnts4vXybyt
“Setiap tahun, aku menemukan seseorang. Namun, tidak semua orang bisa kubawa ke musim semi.”
Ryu pun melangkah ke depan Soyoon.
Langkahnya pelan…tak bersuara…tetapi terasa seperti gong kematian.
Mata Soyoon membeliak. Air matanya mengalir semakin deras. Kini, seluruh tubuhnya kembali bergetar hebat. Suara tangis yang setengah mati ia tahan itu mulai keluar dengan terputus-putus. Sedikit-sedikit. Seperti sedang sekarat dan kehabisan napas.
Seperti ada tali yang melingkar di lehernya, mengikatnya dengan kuat.
8Please respect copyright.PENANAijZvMJvNJo
Dia tercekik.
8Please respect copyright.PENANAZxcn7bKwlB
Kini, Ryu sudah berdiri tepat di depannya. Sekitar empat jengkal di depannya.
“Kau datang terlalu cepat, Soyoon… Musim dingin belum berakhir.” Ryu mendadak menghilangkan senyumnya. Hilang begitu saja, tak berbekas. Seolah-olah tak pernah ada di sana. Senyum itu digantikan dengan tatapan matanya yang tiba-tiba menjadi sangat dingin. Penuh intimidasi. Mengerikan. Tidak ada jejak kemanusiaan di sana.
8Please respect copyright.PENANAMrmYGUZbtY
Sepenuhnya…monster.
Monster yang sedang menatap targetnya.
8Please respect copyright.PENANAcmlgBTBRMp
Dia memancarkan aura membunuh. Hitam pekat.
8Please respect copyright.PENANAd3es4x8ITA
“Maka dari itu, aku belum memutuskan…” Mata Ryu melebar penuh teror. Pria itu kemudian memiringkankepalanya. “Aku belum tahu apakah aku akan memelukmu...atau menghilangkanmu.”
Saat itulah, seluruh pertahanan Soyoon runtuh.
Seluruh energinya terserap habis.
Kakinya kehilangan kekuatan.
8Please respect copyright.PENANAEDeWbllgJ9
Ia pun terjatuh begitu saja ke lantai.
Terduduk…bersimpuh.
8Please respect copyright.PENANA7Gng8zv2nW
Matanya masih melebar tak percaya; dia terus berharap dalam hatinya, terus berdoa di dalam keputusasaannya…bahwa semua ini hanyalah mimpi.
Semua ini akan berlalu.
Benar.
Ryu tidak seperti ini.
Ryu adalah pria tampan di sebelah rumahnya…yang ia sukai.
8Please respect copyright.PENANAAik4kdnqeo
Ini pasti tidak nyata.
8Please respect copyright.PENANAfaKCWnFryw
Namun, meski banyak doa telah ia panjatkan di dalam diamnya, di dalam seluruh ketakutannya, ia bisa melihat Ryu…yang mulai mendekatinya.
Sepatu Ryu yang berwarna hitam itu…mulai menapak lantai…yang ada di dekatnya. Di depan matanya.
8Please respect copyright.PENANAIrNMaGerBe
Setelah itu, Ryu mulai berjongkok.
8Please respect copyright.PENANAATumkENrQI
Soyoon sudah menangis sesenggukan. Tubuhnya kehilangan kuasa…seolah-olah malaikat maut telah menjemputnya.
Tak ada jalan keluar. Ia terperangkap. Terpenjara.
Ia ternyata…melangkah masuk ke sarang iblis, lalu terkunci di dalamnya.
8Please respect copyright.PENANAlaVQPaaamp
Hingga kemudian, perlahan-lahan…
Ryu mulai memajukan tubuhnya,
…tersenyum miring,
8Please respect copyright.PENANAzIzLmolnmA
…dan berbisik di telinga kanan Soyoon.
8Please respect copyright.PENANA4qVX4Fma8g
“Soyoon...apakah kehangatanmu bisa kubawa hingga ke musim semi?” tanyanya. “Atau kau hanyalah lilin kecil lain yang harus kupadamkan?” []
8Please respect copyright.PENANAg6JGzHmS2t