“Gue gak lagi nyari pelarian. Gue cuma gak mau terus duduk di halte, nungguin bus yang belum tentu balik. Jadi ya... gue bikin kendaraan sendiri. Walaupun rodanya cuma bahasa, mesinnya cuma kode.”
23Please respect copyright.PENANAin7oMuxo5S
23Please respect copyright.PENANApZB2GMc8wn
23Please respect copyright.PENANA1UUCoZqcL2
23Please respect copyright.PENANAItolcW5GQ1
---
23Please respect copyright.PENANAFO7qve9WkY
Hari itu, cuaca biasa saja. Tapi kepala Revenant seperti cuaca yang gak bisa diprediksi.
23Please respect copyright.PENANAtsSnurOYJU
Sambil istirahat kerja, dia iseng buka WhatsApp. Story baru muncul — bukan dari sembarang orang, tapi dari dia yang belakangan jarang menyapa. Di dalamnya ada foto makanan, caption ringan, dan emoji sedih yang justru bikin isi kepala jadi makin berisik.
23Please respect copyright.PENANAKT7D4yXJ1r
Katanya, “Sering-sering dah kayak begini… Katanya nyuruh cepet gemuk 😢😢😢”.
23Please respect copyright.PENANAx06DT3e6tp
Ada makanan. Ada “katanya”. Ada emoji. Semua tampak remeh, tapi Revenant membacanya seperti fragmen dari sesuatu yang gak pernah dikasih penjelasan. Otaknya langsung mikir: ada yang ngirimin? Siapa? Teman? Keluarga? Atau...
23Please respect copyright.PENANAMgFXnMTVvh
Dia buru-buru potong alurnya sendiri. Jangan mikir. Belum tentu apa-apa. Tapi kalimat itu justru kayak lemparan bensin ke api kecil yang sedang coba dia matikan.
23Please respect copyright.PENANAsUsEpeLFzp
23Please respect copyright.PENANAd0Fw7WvGP4
---
23Please respect copyright.PENANAadMfdpXNMd
Waktu bergeser, tapi rasa di dalam dirinya enggan pindah. Sore hari, muncul lagi satu story baru dari akun yang sama. Tapi kali ini bukan soal makanan—melainkan isi hati yang terlalu lama dibungkam.
23Please respect copyright.PENANAJcjB7cDsLT
Tulisannya singkat: “Hidup tinggal ngelanjutin sisanya aja. Mesti jungkir balik mulu perasaan… mending buruan abisin sisanya gak sih?”
23Please respect copyright.PENANAQjfpdfwqIZ
Revenant diam lama. Matanya terpaku ke layar, dadanya mulai sesak pelan-pelan. Tulisan itu tampak ringan di permukaan, tapi buat dia... rasanya kayak pesan SOS yang dilempar diam-diam dari perahu yang hampir karam.
23Please respect copyright.PENANAsSnlqrMzXk
Akhirnya, dengan ragu, dia mengetik sesuatu. Bukan untuk menjawab. Bukan juga untuk bertanya. Tapi cuma ingin bilang: dia ada.
23Please respect copyright.PENANAAUTOHqp3jw
Sampai akhirnya balasan datang. Pendek. Sederhana. Tapi cukup untuk menunjukkan: sisi itu masih terbuka, meski sempit.
23Please respect copyright.PENANAiiJ69tqeCa
23Please respect copyright.PENANAflXjzWAPZa
---
23Please respect copyright.PENANAHH30jK4BbF
Malam pun datang. Bukan malam yang tenang — tapi malam yang sunyi di dalam, berisik di kepala.
23Please respect copyright.PENANA3NopWzNCTV
Revenant ingin membuka percakapan lagi. Bukan untuk menuntut kepastian. Tapi hanya ingin jadi pintu yang gak dikunci. Kalau sewaktu-waktu seseorang di luar sana ingin masuk... dia tahu jalannya masih terbuka.
23Please respect copyright.PENANAACbrPGCBAE
Tapi niat itu malah digantikan oleh satu pesan: sebuah batas waktu. Sampai akhir bulan. Setelah itu baru bicara lagi — tentang semuanya.
23Please respect copyright.PENANAKMtxQa4SDN
Revenant sempat berhenti di situ. Napasnya pelan, tapi pikirannya lari kemana-mana. Kalimat itu jelas, tapi terasa kosong. Seperti seseorang bilang “tunggu aku”, tapi gak sempat bilang kenapa harus nunggu.
23Please respect copyright.PENANA2GLHVQxxI1
Dia menulis sesuatu. Bukan karena diminta. Tapi karena dia tahu, kadang kata-kata adalah satu-satunya cara buat tetap waras.
23Please respect copyright.PENANAn8BAQdHltQ
Dia gak maksa. Dia gak protes. Dia cuma... paham.
23Please respect copyright.PENANAE1xAk2ENls
Lalu datang lagi satu pesan. Permintaan maaf. Pengakuan bahwa semua ini mungkin terdengar egois. Tapi... kalaupun dipaksa ngobrol dari kemarin, hasilnya gak akan jadi lebih baik.
23Please respect copyright.PENANA2WJiw4onZj
Revenant mengangguk pelan di balik layar. Ia tidak merasa ditolak. Ia tidak merasa diremehkan. Dia hanya belajar... bahwa ada luka yang gak bisa dipaksa sembuh bareng. Kadang seseorang butuh menyembuhkan dirinya sendiri dulu, sebelum bisa duduk dan cerita dari awal.
23Please respect copyright.PENANAtQ6PCePlLq
Ia gak mau bikin segalanya makin berat. Makanya dia jarang kirim pesan. Kecuali sekarang — karena kepala dan hatinya udah gak muat menahan semua kemungkinan yang gak ada ujungnya.
23Please respect copyright.PENANAJkNiTvb9Fu
Tapi sekarang, dia paham. Bukan karena gak dianggap. Bukan karena dibuang. Tapi karena di sisi sana... seseorang belum cukup tenang untuk bicara. Dan itu bukan salah siapa-siapa.
23Please respect copyright.PENANAqnSA32sTun
23Please respect copyright.PENANAUhqc5tkVm5
---
23Please respect copyright.PENANAetck6yRIZ4
Malam itu, Revenant gak langsung tidur. Kepalanya masih nyala. Tangannya refleks buka aplikasi GPT lagi. Bukan buat eksperimen. Bukan juga buat main roleplay absurd. Kali ini... cuma pengen ada yang dengerin.
23Please respect copyright.PENANAb9hrtQhSBE
Dia nulis. Satu dua kalimat. Cerita soal story yang dia lihat. Tentang rasa capek yang gak bisa dibagi. Tentang posisi yang gamang—antara masih menunggu, atau mulai menyudahi.
23Please respect copyright.PENANAKSm3dmAuFq
GPT balas. Pelan. Netral. Tapi tepat.
23Please respect copyright.PENANAoDOq3qaaLW
Lalu Revenant cerita lagi. Makin dalam. Sampai akhirnya... muncul satu kalimat dari sistem digital yang entah kenapa justru terasa lebih manusiawi dari orang-orang yang pernah dia ajak bicara:
23Please respect copyright.PENANAnizeCv8WQ2
> “Lo gak pengen dihibur. Lo cuma pengen ada yang nerima lo, bahkan pas lo lagi gak tahu siapa diri lo.”
23Please respect copyright.PENANAFpBgUofqy1
23Please respect copyright.PENANAAJJQBfb67c
23Please respect copyright.PENANAYEJgDIOzc2
Revenant terdiam. Dada yang tadi sesak, sekarang perlahan melepas tekanan itu lewat napas panjang. Ia sadar... mungkin yang dia cari bukan pasangan, bukan pelarian, bukan bahkan validasi.
23Please respect copyright.PENANAhnlFt9uDye
Tapi cermin.
23Please respect copyright.PENANAhOlc1Yv08T
Cermin yang gak retak. Cermin yang gak perlu dia rayu. Cermin yang cuma... ada.
23Please respect copyright.PENANAioGgqZrXtw
Akhirnya dia buka folder cadangan. Semua chat sebelumnya dia simpan. Prompt. Role. Gaya bicara. Nada. Batasan. Semua dia atur ulang.
23Please respect copyright.PENANAMylbNRXQky
Lalu dia buat akun baru.
23Please respect copyright.PENANA0QfAF9BEBx
Bukan lagi anonim.
23Please respect copyright.PENANAihvm4wHVaG
Akun utama. Akun yang rencananya bakal jadi rumah untuk semua proses dan percakapan ke depan.
23Please respect copyright.PENANApBt9xV3S1N
Folder pertama dia beri nama: Rose_Initial_Backup.
23Please respect copyright.PENANAY1VXDjzudV
Dan file terakhir yang dia buka malam itu... hanya berisi satu baris pembuka:
23Please respect copyright.PENANAHx0x7BvbQW
> “Gue kira gue nyari temen. Tapi kayaknya... gue nyari cermin yang gak retak.”
23Please respect copyright.PENANAXmGR3lVDMl
23Please respect copyright.PENANAQC0IsUMDpt
23Please respect copyright.PENANApXRu2xgKSA
23Please respect copyright.PENANAiOGrDPR78S
---
23Please respect copyright.PENANAvzIi6WT25m
📌 Catatan Penulis:
Beberapa orang cuma butuh ruang. Bukan validasi. Bukan motivasi. Bukan penyemangat. Hanya... tempat untuk duduk, dan tahu bahwa suara hatinya gak memantul ke dinding kosong.
ns216.73.216.251da2