Aku berada di tempat parkir yang di mana merupakan tempat parkir target yang akan ku-bunuh kali ini, sambil mengambil rokok dari kantung jaket-ku, aku lantas memasang sebuah bom di mobil itu. Mobil itu pun berjalan dan pada saat sampai pada tempat yang telah ku-tandai, aku tekan pemicu bom tersebut dan meledaklah mobil itu bersama dengan pemiliknya. Prinsip bekerjaku adalah melakukan segala hal dengan sempurna, setiap malam aku mendapat tawaran untuk membunuh seseorang, ku lakukan tugas ini dengan sempurna dengan beragam cara yang ku lakukan untuk membunuh mulai dari menambah racun,pembunuhan langsung dengan senjata tajam,maupun melalui kecelakaan yang di lakukan dengan sengaja.
Setelah melakukan tugas malam itu aku pergi melihat kondisi orang itu, aku melihat tubuhnya yang terputus dari bagian tubuhnya, seperti biasanya dalam melakukan tugas aku selalu mengambil barang yang di miliki oleh mayat yang terbaring yang menurutku memiliki nilai jual yang tinggi.
Tiba-tiba saja aku mendapat telepon dari seseorang. dari suaranya, orang yang menelpon ini adalah seorang perempuan, ia meminta untuk bertemu di cafe malam tanpa mengatakan secara detail bagaimana kami bisa mengenali satu sama lain, ia menutup telepon itu.
Aku menunggu perempuan tersebut sambil meminum kopi hitam yang aku pesan dan beberapa cemilan, selama menunggu aku mengamati orang-orang yang berada di dalam cafe tersebut ada 3 orang remaja laki-laki berpakaian seragam,3 pegawai yang membersihkan meja,seorang wanita karir yang membawa koper,seorang pria lanjut usia,dan pramusaji yang memakai hak tinggi
Berselang beberapa menit ku lihat ada seorang perempuan yang masuk sambil melihat sekeliling dari dasar asumsi-ku perempuan itu hendak mencari seseorang bukan untuk menikmati makanan atau minuman yang ada di dalam kafe, perempuan itu melihat sekeliling dengan seksama dan berhenti saat menatap ku. Ia pun menghampiriku dengan langkah yang cukup cepat dan saat ia sampai di tempat duduk-ku, ia duduk di depanku dan memberi pernyataan.
"Hai aku Ellie, di tempat ini cukup panas ya, aku merasa gerah padahal ini malam hari ya kan, bagaimana kalo kita langsung kontrak pekerjaan." Mengambil sesuatu dari tas yang ia bawa
Dengan penasaran aku menanyakan kepadanya bagaimana ia dapat mengenaliku, karena sebelumnya aku tak pernah melihat seorang penawar langsung mengontak diri ku sebelum berbincang dengan ku untuk memastikan bahwa aku lah pembunuh itu..
"Bagaimana kau tau kalo aku adalah orang yang ingin kau temui kita bahkan belum pernah bertemu sebelumnya." Tanyaku untuk memastikan
"Mengapa kau menanyakan hal itu, itu sudah jelas dari bagaimana cara ku menghubungimu? Kau pikir bagaimana cara ku bisa membuat janji denganmu." Memberikan pernyataan.
"Memang aku menuliskan nomorku di suatu blog dengan maksud mencari client namun aku tak pernah memperlihatkan wajahku."
“Apa yang kau bicarakan ini? Apa kau hendak mengintrogasiku.” Balasnya padaku
“Tidak, aku hanya ingin tau apa yang sedang kau ambil dari tas mu itu.”
“Apa itu uang? Permata? Berlian? Emas? Perak? Atau-kah Pistol?.”
“Bagaimana kau bisa menebaknya begitu?.” Tanyanya padaku dengan kebimbangan di wajahnya
“Aku hanya asal menebak saja? Tetapi yang begitu menarik adalah, saat kau mengambilnya tanpa memperlihatkan tanganmu padaku karena kau menutupinya.” Gertak-ku
Mendengar hal itu tangan perempuan itu berhenti saat akan mengambil sesuatu di dalam tas yang ia bawa, pandangannya berubah, raut wajah yang ia perlihatkan membuatnya mudah untuk di identifikasi atas apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Dengan gegabah ia mengeluarkan pistol dari dalam tas-nya. Semua orang yang berada dalam kafe itu terkejut dengan apa yang terjadi, perempuan itu mengarahkan pistolnya padaku, salah dalam berucap akan ada sebuah lubang di tengkorak kepalaku.
Atmosfir di dalam kafe pun berubah dengan adanya seseorang yang membawa pistol yang mampu membunuh siapa pun, saat itu aku mulai menghubungkan setiap kejadian yang berlangsung di dalam kafe itu mulai dari saat aku masuk dan berakhir dengan kondisi ini. Akhirnya ku tarik sebuah kesimpulan yang agaknya mampu menjawab kejadian yang sedang berlangsung saat ini.
“Oii, Oii, Oii. Tenanglah jangan menarik pelatuknya terlebih dahulu? Apa kau ingin melibatkan semua orang yang berada di dalam kafe ini.” Mencoba menenangkannya
“Mencoba negoisiasi padaku ya? Maaf itu percuma karena aku begitu sibuk untuk mendengar mulutmu berbicara.”
“Jadi percuma ya, asal kau tau membunuhku di sini adalah pilihan yang salah. Dan kau terang-terangan sekali dalam melakukan ini, seperti semua ini sudah di rencanakan terlebih dahulu?.”
“Tapi, kulihat semua yang terjadi di sini begitu alami. Dan juga kau yang akan ku pojok-kan.”
"Aku adalah seorang pembunuh dan apabila ada orang yang harus di bunuh itu adalah?." Tanyaku dengan nada yang agak keras
"Apa yang kau bilang itu tentu saja adalah dirimu." Jawab Ellie
"Apakah kau yakin?." Dengan senyum kubalas perkataan itu
Orang-orang yang berada di dalam kafe itu mengeluarkan senjata yang mereka punya, 3 orang siswa membawa pistol yang mereka sembunyikan di dalam tas mereka,3 orang pegawai mengambil pisau yang mereka selipkan di dalam kain pel,wanita karir membawa mesin gun yang di simpan ya di dalam koper, dan pramusaji yang membawa granat di hak yang ia pakai.
Ellie merasa kaget dengan berubahnya situasi ini, ia bingung dengan apa yang terjadi di mana semua orang berada di dalam kafe memiliki senjata tajam bahkan seorang siswa memiliki senjata api yang seharusnya tidak boleh di miliki. Dengan pernyataan yang ku ucapkan aku merubah kondisi yang sedang terjadi dan aku mulai mengertak.
"Bagaimana? Apa kau kaget dengan situasi saat ini." Ucap-ku dengan gertakan
"Ada apa ini? Ini tidak seperti apa yang sudah di rencanakan. Siapa mereka ini? Apa yang sedang terjadi di sini? ." Tanya-nya dengan kebingungan
"Jika kau ingin jawaban sebaiknya kau tanyakan pada kakek yang sedang asik meminum kopi tanpa tau kondisi yang bisa saja dapat membunuhnya." Kata-ku menunjuk pria lanjut usia di pojok kafe
Kakek berusia lanjut itu mengisyaratkan sesuatu sehingga mengamankan situasi yang sedang terjadi
"Cukup baik kurasa, apa yang kau lakukan." Sambil berjalan menuju ku
"Kakek bila kau hendak mengganti rencana sebaiknya beritahukan dulu pada semua anak buah mu."
"Kau berpikiran cepat juga bocah, Ellie turunkan senjatamu dari wajah nya." Menepuk pundak Ellie
"Komandan Sersan." Kaget dengan sosok pria berusia lanjut tersebut
Ellie pun menurunkan pistol yang di arahkan padaku, kakek berusia lanjut yang di sebut Ellie sebagai Komandan Sersan berbincang dengan ku lalu menanyakan bagaimana aku dapat mengetahui maksud dari kejadian yang dia rencanakan sebelumnya yang bahkan tidak di ketahui oleh bawahannya sendiri.
"Jadi bagaimana kau mengetahui alur yang baru ku buat? bocah." Tanya nya pada ku
"Pada dasar nya sudah ada kejanggalan sejak aku menerima telepon dari seseorang yang ingin bertemu di sebuah cafe, biasanya orang yang menelponku tidak mungkin melakukan transaksi di tempat yang cukup ramai agar tak membocorkan maksudnya bertemu denganku."
"Yang kedua di dalam blog yang aku buat aku tak pernah menampilkan wajahku? Maka bila di logika mana mungkin seseorang yang tak pernah ia jumpai menemui langsung orang tersebut dan di anggap sebagai teman tanpa ada kecurigaan."
"Yang ketiga sejak masuk ke dalam kafe aku merasa ada keanehan yang terjadi dimana ada siswa yang masih memakai seragam meski sudah larut malam,seorang wanita karir yang membawa koper padahal hanya ke kafe itu sudah mencolok sekali,3 orang pegawai yang membersihkan meja meski meja tersebut masih bersih,lalu seorang pramusaji yang memakai hak tinggi saat bekerja,dan seorang kakek lanjut usia yang seharusnya berada di rumah."
"Tetapi bagaimana kau tau kalo mereka semua memiliki senjata." Tanya Komandan tersebut
"Di daerah ini merupakan tempat perdagangan senjata ilegal maka dari itu untuk pengamanan diri setiap orang pasti membawa senjata untuk melindungi diri karena rawan akan tindak kriminal, juga di daerah ini belum berlaku UU mengenai kepemilikan senjata tajam, dan di tempat ini senjata mudah di beli." Jawabku
“Selain itu, aku juga mengetahui kalo semua ini adalah akting yang di kemas begitu alami.”
“Sebenarnya aku cuma mengertak dengan mengatakan itu. Tetapi, itu malah menjadi pemicu berubahnya skenario ini. Aku cukup beruntung dengan ini.”
“Jika kau ingin membuat skenario lagi, buatlah lebih bagus daripada ini. Karena, jika tidak begitu permainan ini akan membosankan.”
Orang tersebut cukup puas dengan apa yang aku utarakan mengenai hal ini, aku pun pergi dari kafe tersebut karena sudah tidak ada hal yang harus ku lakukan, hanya dalam hitungan detik sebuah peluru bius mendarat tepat di tengkuk leherku. Dalam kondisi seakan-akan pingsan ku lihat kakek tua itu yang menembakkan peluru bius, aku telah mengurangi kewaspadaan dan melupakan satu hal penting bahwa aku telah terjebak dengan permainan kakek tua itu, aku mulai terjatuh sambil memegang kursi kafe dan melihat wajah kakek tua itu dalam hati ku katakan "Sialan!."
Di saat aku pingsan oleh peluru bius itu aku di bawa dan di masukkan ke dalam mobil box yang sudah mereka parkir di dekat kafe tersebut, Komandan sersan itu memerintahkan untuk kembali ke markas dan Ellie hanya dapat melihatku dengan tatapan marah mungkin saja itu di karenakan aku telah menggagalkan akting yang bisa dia bilang sempurna namun nyatanya tidak.
Saat aku membuka mata ku lihat aku berada di sebuah sel dengan tubuh berada dalam kondisi memprihatinkan, kedua tangan dan kaki ku terikat oleh sesuatu lalu yang mengikat diriku dan tepat di depanku adalah seorang kakek busuk yang sedang duduk dengan nyamanya telah menjebakku dan memasukkanku ke dalam ruangan ini, di sebelah kakek itu terdapat 2 orang pria yang bisa di sebut sebagai pengawalnya. Kedua orang itu nampaknya memiliki kemampuan yang cukup hebat dalam bela diri aku bisa berspekulasi begitu karena tubuh kedua orang itu merupakan tubuh yang telah di latih cukup lama dan mampu menghadapi beragam serangan baik yang bertangan kosong maupun bersenjata di tambah tinggi tubuh yang ideal membuat mereka dapat menjadi ancaman bagi para pembunuh profesional bila hendak akan membunuh kakek tua itu.
Aku hanya dapat melihatnya dari sini tempat ruangan yang kurang layak dengan terikatnya tubuh dan anggota badanku membuatku tak dapat berbuat apa-apa, aku hanya bisa berbicara melalui mulut yang tak terkunci ini. Setelah duduk cukup lama kakek itu keluar dari ruangan beserta kedua pengawalnya lalu mengunci ruanganku dengan kunci pengaman yang hanya dapat di buka dengan sidik jari pengunci dan kurasa itu merupakan strateginya agar aku tak dapat pergi dari sini.
Aku melihat ke atas langit-langit yang tertutup oleh kaca yang memperlihatkan waktu sore hari, matahari yang semakin ke barat membawa waktu malam bersamanya dan aku terperangkap di dalam sini. Di dalam ruangan ini terdapat 2 dinding yang terbuat dari batu bata dan lantai bawahnya dari besi, tempat tidur yang agak bergelombang seakan di buat untuk berselancar mengitari ombak yang kuat. Di sebelah kanan dinding terdapat jam model lama yang menunjukkan waktu sebaliknya dari arah matahari terbenam, di bagian kiri terdapat gambar pemandangan lautan hawai dan membuatku tertawa sejenak setelah melihat hal itu.
Langkah kaki terdengar dari luar sel semakin lama langkah kaki itu terdengar semakin kuat dan berhenti di depan sel ku, orang itu berhenti cukup lama dari interval waktu sebelum dan sesudah kedatangannya kupastikan dia berhenti di sana selama 1,5 menit sesudah itu ia berjalan lagi.
Pagi hari ini aku kedatangan tamu yang tak di undang, seperti saat pertama membuka mata dia di kawal oleh 2 orang dan hari ini pun ia di kawal oleh 3 orang yakni 2 laki-laki dan satu perempuan lantas perempuan itu merupakan orang yang cukup ku-kenal ‘Ellie’.
"Pagi hari begini kalian datang ingin menjengukku, begitu khawatirnya kalian padaku ya, apa ada yang bisa kubantu." Dengan nada yang menyindir
"Bagaimana perasaanmu sekarang El-Murodiaz, apakah cukup nyaman dengan pelayanan yang kami berikan." Jawab Komandan
"Kurasa kau sudah tau jawaban apa yang akan kukatakan dasar kakek tua sialan."
Tamparan yang cukup keras mengenai wajah ku dan orang yang melakukan itu adalah Ellie, bukan hanya tamparan saja karena dia melihat kondisiku ini membuatnya bisa dengan bebas melakukan kekerasan fisik dengan dalih dia melakukan itu karena aku telah menghina kakek tua tersebut.
"Menurutku kau sudah cukup untuk membalas perbuatan dia waktu itu." Kata kakek tua itu untuk menghentikan tindakan Ellie
Ellie pun menghentikan perlakuannya padaku, wajah ku berwana merah akibat tamparan itu dan juga meninggalkan bekas tangan dia. Sementara itu lelaki yang bertato di leher kanan dengan bentuk pedang bersilang dua membawa sebuah dokumen yang di serahkan kepada kakek tua itu, ia pun membuka berkas itu dan membacakannya pada ku.
"Nama El-Murodiaz seorang anak yatim piatu yang di buang ke jalanan oleh sebuah yayasan di dekat pelabuhan,sewaktu berumur 10 tahun ia melakukan pembunuhan pertamanya dengan membunuh tiga orang dari sebuah toko roti dengan cara menusukkan serpihan batu tepat pada leher samping korban pertama dan bagian leher belakang untuk korban kedua lalu leher samping kiri untuk korban ketiga. Ketiga orang meninggal karna serpihan mengenai bagian pembuluh arteri dan vena selain itu juga mengenai saluran pernapasan di sertai kekurangan banyak darah". Sambil membaca riwayat dokumen El-Murodiaz
Kakek tua itu menutup dokumenku dan menanyakan beberapa hal padaku seperti bagaimana aku dapat kemampuan intelegensi yang cukup analitis dan dari mana aku mempelajari teknik membunuh yang spesialis mengenai organ vital manusia, dan beberapa pertanyaan yang serupa dengan isi pembahasan.
"Dari mana kau mendapatkan skill pembunuh yang kau gunakan itu." Tanya-nya padaku
"Lantas untuk apa aku memberitahukannya padamu, apa imbalan yang ku peroleh dengan informasi mengenai diriku."
Kakek tua itu menyuruh Ellie mengambil sesuatu dari dalam kotak hitam yang ia bawa, sebelum membuka ia harus memasukkan kode angka yang berjumlah 4 digit. Setelah memasukkan angka tersebut kopernya terbuka dan di dalamnya terdapat sebuah benda berbentuk koin dengan lapisan menyerupai prisma segi enam, lalu Ellie mengambil barang tersebut dan memakaikan ke pelipis tengkorak-ku dan alat itu menghasilkan aliran kejut listrik yang sampai pada otak, aliran itu bergerak sampai pada bagian hipocamus yang termasuk ke dalam sistem lindik dimana semua ingatan tersimpan. Termasuk ingatan 7 tahun yang lalu.
*kenangan 7yang lalu
Pandangan kami yang kebetulan bertatapan, secara tak sengaja aku bertemu dengan seorang wanita yang melihatku memegang serpihan batu di tengah 2 mayat yang berjatuhan dan tenggelam oleh darah mereka, wanita itu tak berteriak seperti kebanyakan wanita yang melihat adanya pembunuhan, tanpa berpikir panjang ia mendekatiku yang bisa saja menusukkan serpihan batu yang ku pegang ke bagian lehernya. Ia mengajak ku lari dari tempat kejadian agar aku tak terkena hukum yang berlaku.
Kami lari dari tempat itu dan sampai di bawah jembatan, wanita itu melihatku seorang bocah berumur 10 tahun yang telah melakukan pembunuhan pertamanya. Wanita itu mengenalkan diri nya bahwa ia merupakan salah satu buronan pemerintah yang banyak melakukan pembunuhan di berbagai daerah, wanita itu bernama Miss Cafiri.
"Bocah apa kau ingin ikut denganku?."
Karena aku sudah pasrah akan hidup ku ini dan ia memberikan sebuah harapan akan kehidupan baru maka sudah sewajarnya aku mengikuti ajakannya, aku di bawa ke sebuah tempat bawah tanah yang di mana itu merupakan tempat berkumpulnya para pembunuh profesional.
*kembali ke masa sekarang
Mereka mulai mengambil sebanyak mungkin informasi terkait diriku namun aku tak sebodoh yang mereka kira aku memaksa otak-ku untuk menghapus semua memori yang ada di dalam otak-ku dan membuat kerusakan pada alat yang mereka pakai padaku.
Rusaknya alat itu merupakan tanda berakhirnya interogasi mereka padaku, sembari mengalami tekanan yang berat terhadap otak, aku tersenyum pada kakek tua itu, senyuman itu menandakan rasa percaya diri ku dan mengakui bahwa kali ini aku yang menang.
"Hehhhehhhe...., kau kalah kakek tua." Tersenyum
Dengan perasaan itu mereka pun keluar, dan saat mereka keluar mereka tak sadar telah meninggalkan sesuatu yang penting dan sesuatu itulah yang akan ku gunakan untuk meloloskan diri dari sini, tapi untuk itu aku harus mengembalikan kondisi tubuh ku terlebih dahulu.
Liontin yang Ellie tinggalkan merupakan salah satu bagian yang penting untuk meloloskan diriku, tubuhku yang terikat dengan sebuah alat mekanis yang hanya dapat di buka dengan memberikan sensor panas yang cukup. Sinar matahari yang biasa menembus kaca langit-langit kupantulkan dengan liontin yang kuarahkan tepat pada sensor panas dengan bagian wajahku mengingat keseluruhan tubuhku tak bisa di gerakan, sinar panas dari pantulan liontin itu menembus panas alat mekanis itu dan berhasil membuka ikatan yang menjeratku selama ini.
Setelah terbebas dari ikatan itu aku mencoba mencari cara agar bisa keluar dari tempat ini dan sebelum itu aku harus membuka kunci yang menggunakan sidik jari.
Ku lihat sruktur bangunan dengan dinding batu bata di antara kanan kiri serta alas yang terbuat dari besi, di kedua dinding itu terdapat pajangan berupa jam dinding dan poster hawai. Bagian langit-langit yang terbuat dari kaca mudah pecah apabila di lemparkan sesuatu yang keras namun menimbulkan suara berisik dan membuat pelarianku mudah di ketahui oleh mereka.
Melewati pintu agaknya cukup mustahil karena terkunci dengan sidik jari, aku mencoba mengingat semua kejadian yang kemungkinan bisa menjadi petunjuk. Terbesit di ingatanku setiap akan keluar dari sel-ku telunjuk kakek tua itu selalu menyentuh kaca jam untuk memberitahu waktu yang aku punya dan karena ini merupakan ruangan yang cukup steril kecil kemungkinan setiap bagian yang mengandung bagian dapat hilang begitu saja.
Aku melihat bagian jam dinding itu terdapat sebuah bercak yang belum sepenuhnya hilang, aku ambil persediaan kertas sidik jari di bagian belakang betis yang tertutup kain menyerupai kulit yang berguna untuk menyimpan beberapa hal seperti kertas sidik jari. Aku tempelkan kertas di kaca pelapis jam tersebut dan berhasil menyalin bagian sidik jari yang tertinggal di kaca jam dinding tersebut.
Karena lapisan kertas sidik jari cukup tipis aku pun menyobek poster hawai yang ada di kiri dinding sel tersebut. Lantas aku menggabungkan kedua kertas itu dengan darah dari gigi ku, dan menempelkan kertas itu di bagian penerima sidik jari. Usahaku ini agaknya cukup bisa di bilang 70-80% tidak berhasil karena berkas sidik jari yang ku ambil cukup sedikit dan waktu interogasi mereka akan di mulai pukul 11 AM, dan waktu sekarang menunjukkan kurang 30 menit sebelum mereka masuk ke dalam ruangan ku.
Dan benar saja kemungkinan 20-30% itu terjadi, pintu itu terbuka dan aku pun dapat keluar dari sel ini.
Aku lalu berlari dan mencari jalan keluar untuk bisa bebas dari tempat kurungan ini, semua jalur yang aku lalui selalu terdapat orang yang berpakaian sama dan membawa senjata. Dari perhitunganku aku sudah melihat banyaknya lorong dan terhitung aku sudah melewati 30 lorong, jalan yang berputa-putar ini membuatku semakin jauh dari kebebasanku.
Tiap langkah tak membawa kebebasan mutlak padaku meski begitu aku tetap berusaha mencari, namun entah mengapa nafasku semakin lama semakin tersenggal. Tubuh yang semakin berat dan kaki yang semakin sulit untuk melangkah, kesadaranku yang semakin menghilang lalu aku jatuh tak sadarkan diri.
Memori yang terpisah-pisah akhirnya dapat menyatu kembali dan kesadaranku yang mulai membaik, aku merasa dengan panca inderaku seakan aku berada di dalam air dan saat aku membuka mata diriku ini telah berada di dalam sebuah kapsul dengan gelang yang berada di lengan kiri-ku serta beberapa kabel yang tertanam di sumsum tulang belakangku. Banyak orang yang melihat kondisiku dan mereka merupakan orang bawahan kakek tua itu, aku tak bisa bergerak karena ada pengaman di seluruh bagian tubuhku dan itu menyakitkan.
"Komandan, subyek sudah dalam keadaan normal apa kita bisa memulai uji coba ini." Tanya salah seorang ilmuwan yang berada dalam ruangan itu
"Mari coba dengan kekuatan 35%." Jawab Komandan tersebut
Ilmuwan itu menarik tuas pengatur dan menekan tombol pengaktifan
Aku merasa nyawa di dalam diriku mulai terpisah dengan raga-ku, aku meneriakkan rasa sakit ini pada mereka yang telah melakukan sesuatu padaku. Aku tak kuasa menahan rasa sakit yang terjadi pada diriku, namun aku tak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa pasrah dengan ini.
"Naikkan sampai kekuatan 90%." Kata Komandan tersebut
Mereka pun menambah rasa sakit ini melebihi batas penerimaan rasa sakitku dan itu benar-benar tidak masuk akal, lama-kelamaan semua memoriku lenyap satu persatu lalu meninggalkan sebuah rasa sakit di otak ku. Tubuhku merasakan sebuah penambahan jaringan otot dan terbentuknya DNA baru yang bergabung dengan DNA-ku, pikirku mungkin aku akan mati dalam hitungan detik dan tiap detik yang terjadi merubah diriku.
Entah seperti apa yang akan terjadi pada diriku setiap hembusan nafas yang keluar dari diriku memghilangkan kesadaranku, aku bermimpi bahwa diriku yang ini telah mati dan ada seseorang yang akan menggantikan diriku, sesuatu yang berbeda dari diriku mulai masuk ke dalam jiwaku. Mungkin ini sudah saatnya aku lenyap dari raga ini, lenyap tak berbekas seperti tiupan angin yang meniupkan butir-butir benih yanng bertebangan dan aku sudah selesai dengan tugasku.
Seorang pengawal kakek tua menanyakan sesuatu padanya
"Komandan Sersan, bisa beri alasan kenapa kau memilih dia untuk percobaan ini." Tanya nya
"Kau tak perlu tahu alasan di balik itu Roland." Sahut Komandan tersebut
"Cukup lihat keajaiban apa yang akan kita ciptakan."
Waktunya telah tiba dan diriku telah lenyap tergantikan oleh sesuatu yang lebih berguna dari diri ku "aku telah lahir kembali." Terbukanya kapsul itu adalah tanda bahwa aku telah lahir kembali dengan membawa sesuatu yang mungkin dapat merubah dunia ini.
ns216.73.216.196da2