(Dinding langit berganti pagi. Dengan bantuan suasana udara pegunungan dan tenangnya alam, saya berhasil melewati malam di Vila beraura misterius ini. Satu yang saya pikirkan ketika bangun, apakah cocok menambahkan efek supernatural pada karpet skenario yang saya buat? Pertanyaan itu saya urungkan sejenak.)
(Sebagai gantinya, saya melakukan hal yang terlupakan semenjak menghadap pada tepi jurang kasus ini. Saya harus dan tanpa menunda untuk menghubungi Feline, bahwa Toko Moncake akan berhenti beroperasi selama dua minggu ke depan.)
(Setelah mandi pagi, menikmati sarapan yang boleh saya katakan agak mewah, kemudian berjalan santai melihat pemandangan hutan.)
(Menelusuri Tay Forest tanpa perut kosong di pagi hari memang memuaskan. Tiga rusa lewat, ibunya mengantar dua anakna merumput. Dedaunan yang diatas menyembunyikan sinar mentari, sekelebat burung lewat sekejap menutupi sinar kecil. Flora belukar yang masih lebat, merupakan tanda bahwa tempat ini sedikit mengalami perubahan. Yang berarti adalah tanda baik, manusia memang perlu menarik rem diri. Lalu saya bertanya pada diri saya sendiri, bagaimana mungkin di sini ada beruang betulan? Bagus bila ada karena sesuai skenario, tapi juga Tidak. Karena kapanpun di situasi genting, kehadiran beruang hanya menimbulkan masalah lainnya.)
Cake terus menapak rerumputan, berjongkok sementara memegang ilalang. Kemudian memegangi dan mengelus batang pohon, serta tidak menganggu hewan – hewan kecil. Secara simbolis, Cake menyapa warga hutan sembari menghormatinya. Kemudian pergi dan terus menapak lurus masuk ke jantung hutan, hingga Cake menemukan apa yang ia butuhkan.
(Langkah demi langkah, hingga sinar mentari menembus dedaunan pohon makin melebar. Paling tidak setengah jam, sekitar alas kaki rasanya terlepas dari pegangan flora belukar. Alih – alih hijau, alasnya berganti tanah coklat muda mirip tanah penggalian atau proyek.)
(Kemudian… papan plang balok lebar itu, tulisan yang menempel menarik perhatian saya. Inilah yang saya cari sedari tadi….)
Papan tersebut tertulis :
Selamat datang di objek wisata Tay Forest! Wilayah ini bebas beruang sesuai batas yang telah ditentukan, 4 km.
(Seperti permukaan roti yang halus disobek melebar, selebar itulah senyuman saya.)
“Ini yang dimaksud situasi menguntungkan!” seru Cake. Ia hilir mudik di sekitar sejenak. Cake sedang berdiskusi dengan otak keranya, menunduk sambil berputar – putar, keningnya berkerutan.
(Saya putuskan untuk mengakhiri skenario itu di sini. Kriterianya sangat memenuhi perkiraan. Tempatnya cukup terbuka dan lebar walau masih di sekitar pepohonan,, tanpa flora belukar, mudah menciptakan kondisi terdesak. Karena saya puas dan tak meragukannya lagi, saya berjalan menulusuri hutan.)
(Sesuai dengan plang tersebut, 4 km, maka area kembali dipenuhi flora belukar. Saya sempat bertemu beberapa orang menggunakan mobil offroad mengitari wilayah yang beralas tanah. Saya mengerti tempat ini juga dijadikan objek wisata. Namun hal yang mengejutkan, setelah berjalan cukup dalam dari perbatasan 4 km.)
(Satu beruang tertidur…. Lalu ada sebuah kelompok, induk dengan tiga anak beruang sedang. Mereka memanjat pohon mencari sarang lebah madu yang besarnya bukan main. Tidak seperti manusia yang langsung mengeksploitasi semua sarang, induk beruang hanya mengambil empat dari total dua puluh potong, kemudian pergi meninggalkan lebah itu. Hati saya merasa senang melihat pemandangan langka itu.)
(Lalu saya memutar haluan untuk tidak ingin membuat masalah dengan hewan buas nan independen itu, serta menjamin keselamatan hidup dan umur saya.)
(Dalam perjalanan, saya bertemu dengan Bibi Mildsven yang menggotong beberapa kayu pada pundaknya.)
“Oh, Mr. Cake! Anda keberatan?” Bibi Mildsven menghampiri Cake dari arah samping.
“Silahkan, Madame Mildsven,”
“Daripada jemu di dalam vila, anda memutuskan untuk mengitari hutan, eh? Tidak biasanya dilakukan oleh orang muda,”
Cake tersenyum tipis, “Ah non. Vila itu hanya terlalu mahal untuk saya. Lagipula, di perkotaan jarang ada hutan seperti ini. Sayang kalau dilewatkan, bukan?”
Cake menawari untuk membantu Bibi Mildsven menopang setengahnya.
“Terima kasih, ini cukup membantu walau sebenarnya tidak perlu. Saya hanya perlu pemanasan rutin,” Bibi Mildsven seolah berbisik dengan Cake.
“Ah, asal tidak berlebihan,” tambah Cake. “Ngomong – ngomong dapat dari mana kayu – kayu ini?”
“Dari arah timur, ada beberapa orang memotong pohon yang sudah tua. Saya membeli beberapa potong untuk perapian,”
“Oh begitu. Apakah ini termasuk bagian dari aktor?” tanya Cake.
“Yeah, sebagian ya. Sebagian tidak. Seperti yang saya bilang, bagian dari pemanasan,”
***
(Setelah mengobrol panjang lebar dengan Madame Mildsven, sambil meletakkan kayu tersebut di teras. Beliau tak menceritakan detil perjalanan hidupnya, yang jelas bekas tentara yang tugas terakhirnya membawa perdamaian di Africa. Kami cukupkan sampai di situ.)
(Setelah makan siang, memantau progress yang dikerjakan Agnes dalam mengerjakan pamflet online untuk mengiklankan vila ini sembari mencari kata – kata yang tepat untuk himbauan waspada terhadap beruang. Progress tersebut berangsur cepat, dan sampai pada 70%. Kami cukupkan sampai di situ.)
(Sisanya adalah teknis dan informasi yang paling penting. Kami berdiskusi lagi dan saya ingin anda memperhatikan bagian ini.)
-----------------SCENARIO OF MONKEY BRAIN-----------------
(Hari demi hari… saya telah mengelilingi seisi rumah dan mendapat kesimpulan konklusif. Kini karpet skenario itu telah rapi. Saking rapinya, saya tak perlu geladi bersih.)
(Vila itu punya 16 total kamar, dengan tiga di antaranya adalah kamar Lady De Polcester, Madame Mildsven dan Agnes. Kamar mereka satu wilayah, dari ruang tamu lalu belok ke kanan. Tiga di antara empat kamar, adalah kamar mereka {Lady De Polcester, Madame Mildsven, dan Agnes})
)Rencana itu dimulai dari…)
(Melalui brosur tersebut tiga orang itu akan terpancing untuk datang ke vila ini. Saya dan tiga orang itu {Grunt, Sistine, dan Ren} datang sebagai pengunjung. Kami dalam kondisi bingung, saya bertanggung jawab memastikan mereka datang untuk menginap. Agnes haruslah yang membukakan pintu di awal dengan karakter robotnya. Kunci dalam rencana ini ada dua.)
(Obrolan kecil adalah elemen penting. Apapun kata yang terpikirkan asal tidak nyeleneh, obrolkan saja. Mereka akan disambut beberapa orang. Lady De Polcester adalah kunci yang pertama. Dengan begitu, saya telah menanamkan prasangka di hati mereka. Prasangka buruk, teror dan ketakutan. Mereka tidak akan kabur begitu saja. Atau setidaknya selama Ren tidak merubah pikirannya untuk pergi, mereka tidak akan pergi. Mademoiselle Ren adalah kunci yang kedua.)
(Hari pertama di malam hari, rencana itu sedikit mengalami kesulitan. Terkadang ada kejadian di lapangan yang tidak bisa dikontrol, misalnya perasaan yang amat dalam dan telah terakumulasi bertahun – tahun berujung pada perilaku acak. Saya tidak bisa menyalahkan. Bagaimana tidak? Bayi yang telah lama tak bertatap muka dengan ibunya sejak masa ASI dikarenakan keadaan kompleks. Bayi yang tidak bisa dipandang perkembangannya dari dekat. Bayi yang kini sudah menginjak dewasa dan bertemu dengan momentum yang kurang tepat. Lady De Polcester menangis haru dan rindu, berjalan ke atas, namun hatinya ragu.)
(Saya mengerti beliau bukan lagi wanita naif. Lebih baik terpisah sesaat walau dekat, daripada dekat sesaat terpisah selamanya. Lady De Polcester kembali, namun suara tangisnya terekam oleh ponsel saya. Lagi – lagi, sebagai gantinya frustasi, otak kera saya mendapat ide senikmat buah pisang.)
(Ah, saya hampir lupa. Dari total 16 kamar, empat di kiri atas dan bawah, empat di kanan atas dan bawah, ada satu kamar yang punya jalan tersembunyi. Mari kita sebut sebagai kamar spesial. Kamar tersebut terdapat perpustakaan kecil, secara spesifik dua rak buku terbuat dari kayu jati. Secara khusus Lady De Polcester memberitahukan tempat ini hanya pada saya. Dalam lemari itu terdapat lubang kunci yang kuncinya hanya dibawa oleh Lady De Polcester. Ruangan itu gelap dan sempit, sama sekali pekat bila tidak pakai senter atau lentera. Menghubungkan lantai dasar dan lantai satu.)
(16 kamar di vila itu secara natural telah diberi nomor. Anggaplah ruang tamu adalah titik tengahnya. Pemberian nomornya tidak berurutan. Dari ruang tamu belok ke kiri adalah kamar nomor 1, 5, 7, dan 8. Bila belok ke kanan, adalah kamar nomor 11, 6, 9, dan 0. Kemudian naik tangga kembar dan belok ke kiri adalah nomor 2, 12, 15, 14. Sedangkan naik tangga kembar dan belok ke kanan adalah nomor 10, 3, 4, 13.)
(Kamar spesial itu berhubungan. Untuk beberapa alasan Lady De Polcester bertempat di kamar 0. Kamar nomor 1 menghubungkan nomor 2, sedangkan kamar nomor 0 menghubungkan nomor 4. Detil ini akan saya bahas nanti. Rencananya adalah saya harus bertempat berdekatan dengan tiga orang itu. Dan salah satu di antara mereka berdua, Sistine atau Grunt, seharusnya masuk di kamar 2. Bila satu orang dibungkam, maka membungkam satunya lagi lebih mudah. Ternyata itu gagal. Sehingga Grunt bertempat di kamar nomor 15, Sistine yang terkena dampak teror suara tangisan Lady De Polcester akhirnya bergabung tidur pada Mademoiselle Ren di kamar nomor 12, dan saya sendiri di kamar 14.)
(Kegagalan bukan berakhir segalanya, rencana saya tidak pernah berhenti sampai pada titik yang menguntungkan bagi klient saya. Karena itu, meski gagal itu akan terus menerus berekspansi hingga otak kera saya kegirangan menari – nari di atas mereka.)
(Tidak akan ada yang pernah tahu ujung karpet skenario yang mereka injak.)
ns216.73.216.51da2