
******
Chapter 3 :
Beauty of the Moon
******
14Please respect copyright.PENANAQXnNHXaQtE
SATU MINGGU KEMUDIAN
14Please respect copyright.PENANAkneLwP3Kac
“NONA Kikyo, tolong ulangi lagi,”ujar Nyonya Yori dengan tegas saat Kikyo menjatuhkan buku tebal yang ada di atas kepalanya. Suara Nyonya Yori terdengar hingga ke seluruh sudut ruangan meskipun dia tidak berteriak. “Jangan menjatuhkan buku yang ada di atas kepala Anda.”
Di balik kacamata tebalnya, tatapan mata Nyonya Yori tampak begitu tajam.Dia tidak membentak atau menghina Kikyo, tetapi dia akan selalu menatap Kikyo dengan tajamtiap kali dia mengajari Kikyo. Di tangannya, ia juga selalu memegang tongkat kayu kecil, membuatnya terlihat seperti nenek sihir yang tidak berjubah. Pakaiannya rapi, rambutnya disanggul, dan wajahnya sudah agak keriput. Nyonya Yori tidak akan membentakmu, tetapi tidak akan ada keringanan untukmu di setiap kelasnya. Dahulu, banyak muridnya yang tidak kuat mengikuti kelas-kelasnya yang superketat; mereka akan menangis atau bahkan kabur begitu saja. Namun, percayalah, tidak ada guru di Hanju (atau mungkin di seluruh area Haewa) yang sepintar dia. Dia dikenal sebagai pendidik bagi putra-putri bangsawan, termasuk anggota kerajaan.
Well, bagi para bangsawan saja itu sulit, apalagi bagi Kikyo yang merupakan warga biasa. Bagaimana tidak, Kikyo yang selama ini cara berjalannya seperti seorang pendekar, tiba-tiba disuruh berjalan dengan anggun seperti wanita bangsawan.
Kikyo pun mengambil buku tebal itu di lantai, lalu menaruh buku itu kembali ke atas kepalanya. Dia tertawa canggung, lebih kepada menertawakan dirinya sendiri.
“Punggung Anda harus tegap…” kata Nyonya Yori sambil mendorong punggung Kikyo dengan tongkat kayunya, membuat mata gadis itu membulat. Namun, punggung gadis itu memang langsung tegap kembali. “…seperti ini. Oke. Mulailah berjalan.”
Menarik napasnya dalam-dalam, Kikyo pun mulai berjalan lagi ke ujung ruangan, ke arah jendela.
“Tutup kakimu, Nona, wanita tidak berjalan dengan mengangkang.” Nyonya Yori berkomentar dengan suara yang besar.
Yexian yang duduk di ujung ruangan, di salah satu kursi, kontan tertawa terbahak-bahak. “Kikyoooo! Astagaaa! Jangan mengangkaaanggg! Hahahahaha!”
Urat-urat di leher dan pelipis Kikyo langsung keluar semua. Lagi-lagi dia tertawa hambar, menertawakan nasibnya yang amat sial. Dia kesal sekali dengan pelajaran ‘berjalan-dengan-anggun’ ini, tetapi dia tak mau memperpanjang masalah dengan melawan Nyonya Yori. Syukur-syukur Nyonya Yori tidak menghinanya. Ingatlah, Kikyo! Ini adalah sebuah misi yang mempertaruhkan nyawa, jadi kau tidak boleh berteriak ataupun kabur lewat jendela meskipun itu terdengar sangat menggiurkan!
Oke, Kikyo sukses menahan dirinya, tetapi ekspresi wajahnya sudah kelihatan muak minta ampun.
Sial, lebih enak bertanding gulat daripada berjalan dengan anggun seperti ini. Semangat Kikyo jadi hilang total. Kalau tidak ada Yexian, pasti dia akan kehilangan motivasi hidup. Dia yang biasanya bersenang-senang dan tertawa lepas di desa bersama Kano, kini seakan-akan jadi kehilangan jati dirinya. Tidak adakah bagian di Kerajaan Seiju yang kerjanya di bidang kekuatan? Mengangkat pasokan makanan atau mengangkat kayu-kayu bakar, misalnya. Kikyo bekerja di situ saja, deh.
Maunya, sih, begitu.
Apa boleh buat, yang diperintahkan kepadanya adalah menjadi dayang istana, bukan menjadi tukang panggul.
Kikyo menoleh kepada Yexian yang terus menertawainya, lalu berdecak kesal kepada Yexian. “Berhentilah tertawa, Yexian, astaga! Kau mau mengajakku ribut, ya?!”
Sialnya, Yexian yang sudah kebal dengan ketomboian Kikyo itu justru semakin tertawa. Agaknya, Yexian juga jadi gila semenjak bergaul dengan Kikyo. Ke mana gadis manis yang waktu itu Kikyo kenal pertama kali? Tiga minggu bersama membuat kecanggungan di antara mereka betul-betul menghilang sekaligus membuat Yexian jadi gila.
Lagi pula, mengapa Yexian terus-terusan ada di setiap kelas yang Kikyo ikuti, sih? Gadis itu betul-betul menonton dan mengikuti setiap kegiatan Kikyo seolah-olah tidak ada kegiatan lain yang lebih menyenangkan untuknya.
“Kembalilah ke ruanganmu, Nona Yexian yang Terhormat,” ujar Kikyo dengan ekspresi datar. “Sampai kapan kau mau menontonku?”
“Umm…” Yexian pura-pura berpikir sebentar, lalu gadis itu kembali menatap Kikyo dan tersenyum manis. “Sampai kau selesai?”
Kikyo langsung menggeleng. “Kau benar-benar terhibur, ternyata.”
Yexian spontan tertawa. “Aku lebih senang menghabiskan waktu bersamamu. Kegiatan apa pun akan terasa seru jika ada kau.”
Kikyo menganga. “Memangnya aku pelawak?”
“Hahahahah! Kau mau jadi pelawak? Aku akan mendukungmu!” teriak Yexian.
“Gadis ini pasti sudah gila. Salahku. Iya, ini pasti salahku.” Kikyo berbisik pelan kepada dirinya sendiri seraya menggeleng tak habis pikir. Dia memandangi Yexian yang masih tertawa di ujung sana, entah apa yang begitu lucu. Mungkin, wajah Kikyolah yang lucu seperti badut.
Kikyo pun mendengkus, lalu mengalihkan pandangannya. Dia kembali menghadap ke arah jendela, siap mengikuti intruksi Nyonya Yori lagi.
“Baiklah, Nona, sekarang ulangi lagi. Tidak akan ada orang dari Istana Kerajaan Seiju yang mau merekrutmu dengan gaya berjalan seperti itu. Di sana, kau juga akan memakai rok, bukan memakai celana. Kau tidak akan lulus menjadi dayang kalau kau tidak memperbaikinya. Belajarlah dengan lebih serius,” jelas Nyonya Yori.
Buset.
Tajam sekali ucapannya!
Yexian menahan tawa, sementara Kikyo kontan kembali menganga.
Apa…katanya?
Bukankah dari tadi Kikyo sudah serius?
Nyonya Yori benar-benar tidak berbelas kasihan. “Ayo berdiri dengan tegap, Nona.”
Saat membenarkan posisi buku itu lagi di kepalanya, Kikyo mencengkeram buku itu sampai buku itu jadi penyok (dia kesal dengan buku itu karena terus terjatuh), tetapi Nyonya Yori tiba-tiba berkata, “Kalau buku itu hancur, saya akan memberikan Anda sebuah buku yang tiga kali lipat lebih tebal daripada buku itu, Nona Kikyo.”
Kikyo tersentak, matanya kontan membulat. Ada sebuah panah yang seakan-akan baru saja menusuk jantungnya.
Waduh.
Dengan tawa canggungnya, Kikyo pun berkata, “Ah—haha… Tidak kok, Nyonya. Bukunya belum rusak.” Kepalakulah yang mau rusak.
Ya bagaimana, ya, sampul buku itu sepertinya licin sekali. Buku itu jatuh terus dari kepala Kikyo dan membuat Kikyo stuck di pelajaran ini dari pagi sampai siang! Bisa diganti tidak, sih, bukunya?
“Baiklah. Mulailah berjalan. Tegakkan punggung serta kepala Anda. Melangkahlah dengan anggun dan stabil. Kerajaan Seiju adalah kerajaan yang besar; Anda harus punya kualifikasi yang luar biasa untuk bisa menjadi salah satu dayang di istana mereka. Tidak ada yang salah dengan buku itu, Anda sendirilah yang belum stabil.”
Kikyo mencoba untuk menghadapi Nyonya Yori. “Itu susah sekali, Nyonya. Kepala saya, kan, bentuknya bul—"
“Memangnya ada kepala manusia yang berbentuk persegi, Nona?” potong Nyonya Yori. Yexian spontan tertawa kencang di ujung sana. Oke, gadis itu memang menjadikan Kikyo sebagai badut. Mungkin, baginya Kikyo itu adalah pelawak pribadinya atau sesuatu sejenis itu.
Kikyo pun akhirnya menghela napas. Meskipun wajahnya sudah terlihat lelah dan enggan, ujung-ujungnya Kikyo tetap menjawab, “Baiklah…Nyonya.”
Oh, wahai Dewa Gulat yang mungkin badannya gendut, tolong selamatkan aku.
Nyonya Yori mengangguk. “Silakan ulangi lagi.”
Kikyo lantas mengulanginya hingga dua jam ke depan, sampai akhirnya ia bisa berjalan dengan benar. Ia baru diperbolehkan makan siang oleh Nyonya Yori setelah bisa berjalan dengan benar. Oleh karena itulah, mau tidak mau dia harus belajar dengan sungguh-sungguh atau perutnya akan keroncongan sepanjang hari.
Setelah selesai makan siang—sebenarnya saat itu sudah jam dua siang—Kikyo pun kembali menyambung kelasnya. Hari ini, setelah Kelas Tata Krama, Kikyo akan belajar kosakata dan baca tulis Bahasa Seiju.
Selama tiga minggu belakangan, hal yang paling sering diajarkan kepada Kikyo adalah baca tulis Bahasa Seiju. Dia akan pergi ke daerah Seiju, jadi dia harus belajar Bahasa Seiju sampai lancar. Bahasa Seiju dan Hanju sebenarnya tidak terlalu berbeda, tetapi tidak juga sama. Belajar baca tulis adalah hal yang urgensi untuk Kikyo. Dia harus menyusup ke daerah orang lain; dia harus berbaur di sana. Maka dari itu, hal pertama yang harus dia kuasai adalah: bahasanya.
Di kelas, Nyonya Yori—bersama Yexian—membantunya mengenal kosakata Bahasa Seiju. Kikyo juga belajar menulis meskipun tulisannya belum benar-benar rapi. Dia hanya punya waktu dua bulan, jadi dia harus menguasai semuanya dengan cepat.
Jemari tangan Kikyo juga banyak yang luka akibat tertusuk jarum saat mengikuti Kelas Menyulam. Sulaman Kikyo masih jelek minta ampun; terkadang, bunga yang dia buat malah terlihat seperti laba-laba bunting.
Di malam hari, Yexian sering tidur bersama Kikyo sambil membawa buku-buku klasik daerah Seiju untuk mereka baca bersama. Tuan Jion mencarikan buku-buku itu khusus untuk kegiatan belajar Kikyo. Buku-buku klasik itu biasanya memuat sejarah tentang daerah-daerah Seiju serta legenda-legenda apa saja yang ada di sana. Isi buku-buku itu cukup menarik, Kikyo akan membacanya dengan santai bersama Yexian (hitung-hitung sambil belajar) sebelum tidur.
Proses belajar Kikyo penuh akan trial dan error, tetapi meskipun sangat sulit, Kikyo tetap mengikutinya dengan tekun. Satu-satunya hal yang memotivasinya adalah: dia tak tahu bagaimana respons Raja Zyran apabila dia gagal tes. Jika tak mampu menjawab harapan Raja Zyran beserta para menterinya, Kikyo tak tahu dia akan dihukum seperti apa. Raja Zyran memang terkenal baik dan bijaksana, tetapi ada rumor yang mengatakan bahwa dia pernah membunuh tiga beruang sekaligus.
Bagaimanapun caranya, bagaimanapun sulitnya, dan bagaimanapun mengesalkannya, Kikyo harus lulus tes.
Kikyo harus berhasil menjadi dayang di Istana Kerajaan Seiju.
14Please respect copyright.PENANAIv4PDGhvoT
******
14Please respect copyright.PENANAoPisr2RXs2
Kalau kemarin Kikyo baru selesai belajar pada jam tujuh malam (karena kelamaan belajar berjalan dengan anggun), hari ini Kikyo selesai belajar di sore hari. Sore, saat sinar matahari tidak terik lagi, sekitar jam setengah lima sore. Senja belum tiba, jadi Kikyo dan Yexian masih memiliki waktu luang sebelum mandi dan makan malam.
Yexian lantas mengajak Kikyo ke taman yang ada di tengah-tengah bangunan rumahnya. Taman terbuka itu berbentuk persegi dan dikelilingi oleh koridor; di tengah-tengah taman itu terdapat sebuah air mancur. Banyak sekali bunga yang tumbuh di taman itu. Tukang kebun di rumah Yexian benar-benar merawatnya setiap hari.
Yexian dan Kikyo duduk di pinggir taman, di sebuah kursi panjang yang menghadap ke air mancur. Mereka baru saja duduk di sana setelah berkeliling melihat bunga. Rasanya, sudah tiga minggu Kikyo tinggal di rumah Yexian, tetapi baru kali inilah Kikyo benar-benar melihat bunga-bunga itu dari dekat.
“Huaaaah, melelahkan sekaliii!” Yexian mengangkat kedua tangannya ke atas, lalu meregangkan otot-ototnya. Dia melakukan itu sambil tersenyum. “Akhirnya, kita bisa bersantai jugaaa!”
“Hahaha!” Kikyo tertawa lepas. “Perasaan, sejak tadi kau hanya sibuk menontonku, deh.”
Yexian ikut tertawa. “Kan menonton itu melelahkan juga, Kikyooo! Aku lelah melihatmu salah terus.”
Kikyo berdecak. “Oi! Kok malah jadi kau yang lelah?! Lagi pula, sejak kapan kau jadi suka mengejek begini?!”
Yexian lagi-lagi tertawa. “Sejak ada kau di sini! Aku, kan, selalu mengikutimu ke mana-mana. Lihat, tidakkah aku merupakan seorang teman yang luar biasa?”
Kikyo mendengkus, lalu memasang wajah datar. “Luar biasa apanya? Kalau begitu, ayo ikut aku ke kloset juga. Biar kita buang air besar berdua sekalian.”
Tanpa diduga, mata Yexian justru berbinar. “Kita mandi berdua saja, bagaimana? Di sebelah timur ruangan Ayahku ada ruangan khusus untuk kolam berbatu. Ayo berendam di sana! Nanti akan kuminta para pelayan untuk mengisinya dengan air hangat—”
“Aku mengajakmu buang air besar berdua, Yexian, bukan mandi di kolam,” potong Kikyo.
Yexian kemudian merengek. “Hnngggg, ayolahhh, Kikyooooo. Mumpung kau agak senggang hari iniiii! Kapan lagi kita punya waktu bersama? Kau akan berangkat ke Seiju satu bulan lagiii!”
“Masih ada waktu sekitar empat puluh hari lagi, Yexian,” koreksi Kikyo. “Lagi pula, bukankah kita sudah bersama sepanjang hari?! Kau selalu ada di setiap kelasku!!”
“Hehehe…” Yexian cengar-cengir. Waduh, Kikyo benar-benar sudah memberi pengaruh yang buruk untuk Yexian. “Ayolaaah, hmmm?”
Yexian menatap Kikyo dengan tatapan memohon, dia terlihat seperti anak anjing yang sedang memasang ekspresi imut—dia mewek sedikit—agar Kikyo segera menyetujuinya.
Kikyo akhirnya menghela napas.
“Ya sudah.”
“Horeee!” Yexian bersorak, lalu menghambur ke pelukan Kikyo. Dia segera mendekap Kikyo erat-erat dan tersenyum bahagia. Mata Kikyo kontan membulat karena kaget, tetapi akhirnya dia membalas pelukan Yexian dan ikut tersenyum.
Rasanya seperti memiliki saudara perempuan dadakan. Saudara perempuan yang sikapnya manis sekali, keterbalikan dari Kikyo sendiri.
Saat pelukan itu terlepas, Yexian pun memegang tangan Kikyo dan kembali menghadap ke depan. Dia terlihat bahagia untuk sesaat, tetapi sekitar enam detik kemudian, tatapan matanya—yang sedang memandangi air mancur itu—tiba-tiba berubah menjadi sendu. Senyuman di wajahnya masih tersisa, tetapi tatapan matanya tampak sedih. Dia melihat ke depan, tetapi sebetulnya tidak benar-benar melihat ke sana. Tatapannya menerawang.
Kikyo memperhatikan Yexian dengan saksama. Apa yang sedang Yexian pikirkan?
Setelah beberapa saat terdiam, Yexian pun mulai bersuara.
“Kau tahu, Kikyo?” katanya. “Melihatmu belajar dengan sungguh-sungguh…membuatku jadi menyadari kebodohanku sendiri.”
Kikyo menyatukan alisnya. “Maksudmu?”
Yexian tertawa pelan, lalu menghela napas. Rambutnya sedikit tertiup angin sore yang sepoi-sepoi; dia terlihat begitu indah. “Aku…selalu beranggapan bahwa aku sudah berusaha keras. Aku sudah mencoba untuk berperilaku layaknya gadis bangsawan, mencoba untuk ikut ke berbagai perkumpulan gadis bangsawan dan juga…selalu menjaga sikapku. Namun, aku tetap tidak cocok bergaul dengan gadis-gadis itu. Aku selalu menyalahkan mereka karena kupikir…pasti merekalah yang salah. Pasti merekalah yang terlalu berlebihan. Terlalu tinggi hati, terlalu menjaga citra mereka, dan sebagainya. Soalnya, kupikir perilakuku sudah oke. Usahaku sudah besar. Kupikir, aku tidak salah.”
Yexian tersenyum. Kikyo masih mendengarkannya dengan setia.
“Akhirnya, karena aku menganggap bahwa dunia luar itu tidak cocok untukku, aku pun selalu berada di rumah. Ayah akhirnya membiarkanku melakukan itu. Kini, aku baru sadar bahwa akulah yang salah. Aku terlalu cepat puas, aku terlalu lemah. Seharusnya aku bisa membawa diriku di mana pun aku berada. Seharusnya aku bisa menyesuaikan diriku di mana pun, bagaimana aku harus bersikap, dan sebagainya. Bukan mereka yang berlebihan, melainkan akulah yang tidak tahu apa-apa. Kalau aku mampu mengatasi semuanya, pasti…Ayahku akan lebih bisa mengandalkanku.”
“Yexia—”
“Melihatmu berusaha seperti itu, Kikyo,” potong Yexian, gadis itu menoleh kepada Kikyo seraya tersenyum. “membuatku sadar bahwa aku harus lebih berusaha meskipun aku tak ingin. Aku harus menghadapi segalanya meskipun aku tak menyukainya. Dengan begitu, akan banyak ilmu dan pengalaman yang kudapatkan. Sama sepertimu.”
Kikyo melihat kedua mata Yexian yang berwarna hijau terang, seperti sebuah permata yang begitu indah. Seperti jade; warnanya begitu cantik. Rambutnya juga masih beterbangan karena tertiup angin.
Namun, sama seperti Kikyo yang sedang mengagumi keindahan Yexian, Yexian pun mulai menatap Kikyo dengan kagum. Matanya perlahan-lahan melebar, berbinar…lalu memandang ke sekeliling wajah Kikyo. Ke rambut Kikyo yang berwarna hitam pekat, ke kedua mata Kikyo, lalu ke leher Kikyo yang jenjang.
Dia menatap Kikyo dengan takjub, tanpa berkedip. Mulutnya sedikit terbuka.
“Kikyo…” panggil Yexian pelan. “Kau…cantik sekali.”
Mata Kikyo membeliak.
Gadis itu lantas menggeleng, tidak mengerti sama sekali. “Yexian, apa maksud—”
“Meskipun kau tomboi, kau sangat cantik,” puji Yexian. “Rambutmu panjang dan berwarna hitam pekat. Kulitmu putih dan bersinar. Matamu berwarna gelap dan sangat jernih, hampir sama seperti rambutmu. Kau mengingatkanku dengan…rembulan.”
Rembulan…?
Tercipta sebuah kerutan tipis di dahi Kikyo, tetapi sebelum Kikyo sempat membalas apa pun, Yexian kembali berbicara.
“Bulan akan bersinar di kegelapan malam. Kau…terlihat seperti bulan. Apabila pada pertemuan pertama kita…aku melihatmu sedang mandi di sebuah sungai yang jernih di bawah sinar bulan, mungkin aku akan mengira bahwa kau adalah seorang dewi. Dewi Bulan.”
Mata Kikyo melebar.
Apa...yang sedang Yexian bicarakan?
Mengapa dari kata-katanya…Kikyo terdengar seperti…seorang gadis yang sangat cantik? Lagi pula, Kikyo? Dibandingkan dengan Dewi Bulan? Terdengar seperti delusi. Kano mungkin akan muntah kalau mendengar ini.
Yexian pasti perlu memakai kacamata. Ya, dia perlu sebuah kacamata. Kikyo pernah melihat beberapa kacamata bagus yang dijual saat festival kota beberapa bulan yang lalu. Seharusnya Yexian membeli salah satu kacamata itu.
“Ha?” ujar Kikyo seraya memasang ekspresi datar. “Mana mau Dewi Bulan disamakan dengan kuli bangunan sepertiku.”
Yexian tertawa. “Aku serius, lho!”
“Oh, begitu…” Kikyo mengangguk, pura-pura menanggapi Yexian dengan serius. “Gawat, ayo kita pergi ke tabib. Tuan Jiooon! Mata anak gadis Anda sepertinya bermasalah!”
Yexian spontan semakin tertawa. Dia langsung merangkul Kikyo, lalu mereka tertawa bersama di taman itu.
Mereka tidak tahu bahwa Tuan Jion baru saja lewat di koridor yang ada di belakang mereka dan memutuskan untuk berhenti sebentar. Tuan Jion memperhatikan mereka berdua seraya tersenyum. Pembicaraan itu ia dengar dengan jelas; ia jadi tertawa kecil akibat teriakan Kikyo. Di dalam hatinya, ia benar-benar berterima kasih kepada Kikyo. Yexian terlihat sangat ceria semenjak ada Kikyo di rumah mereka.
Namun, bagaimana kalau nanti Kikyo sudah pergi? Apa yang akan terjadi pada Yexian?
Semoga semuanya baik-baik saja.
Semoga…Kikyo juga bisa menjalankan tugasnya di Kerajaan Seiju dengan baik sehingga suatu saat nanti ia bisa bertemu dengan Yexian lagi.
14Please respect copyright.PENANAuwEt3SPbo1
******
14Please respect copyright.PENANAyR4SWDN8wm
Saat makan malam, seperti biasa Kikyo makan bersama keluarga Tuan Jion. Kikyo dan Yexian baru saja selesai mandi (ada baiknya kalau bagian mandi bersama itu dilewatkan saja sebab kalau orang lain tahu apa yang mereka lakukan di kolam, niscaya mereka akan melarang Yexian untuk mandi bersama Kikyo lagi) ketika para pelayan memberitahu mereka bahwa Tuan dan Nyonya Jion sudah menunggu di meja makan.
Kikyo dan Yexian langsung berganti pakaian dan buru-buru pergi ke ruang makan. Rambut mereka ujung-ujungnya hanya digerai, padahal biasanya Yexian akan tampil cantik karena ada banyak pelayan yang dipekerjakan khusus untuknya.
Saat sedang minum, Kikyo hampir tersedak karena tiba-tiba saja Tuan Jion berkata, “Apa yang kalian lakukan di kolam itu? Rambut kalian bahkan masih basah.”
Kikyo kontan melebarkan mata, lalu menatap Tuan Jion dengan ekspresi panik. “Ti—tidak ada, Tuan. Kami hanya man—”
“Kami sedang mandi, Ayah,” potong Yexian seraya tersenyum manis. “Ayah sudah mengganggu waktu mandi kami, omong-omong.”
Entah mengapa, senyuman Yexian itu terasa mengerikan. Kalau dilihat dengan mata, senyuman itu begitu manis! Namun, mengapa terasa mengerikan?! Seolah-olah ada aura hitam yang keluar dari tubuhnya.
Yexian ini…cantik-cantik ternyata sadis juga. Pelayan-pelayan yang ada di belakang mereka tiba-tiba bergidik.
Well, mereka tadi memang sedang mandi, sih, kalau kegiatan Yexian yang mau mengukur payudara Kikyo itu dikecualikan—
Ekhem.
Tuan Jion sempat mengernyitkan dahinya; dia agak tersentak, tubuhnya sedikit menegak tatkala mendengar dan melihat ekspresi Yexian. Namun, reaksinya itu malah membuat Nyonya Jion tertawa.
Meski hampir berkeringat dingin karena tingkah laku anaknya sendiri, Tuan Jion pun akhirnya menghela napas. “Ya sudah, maaf kalau mengganggu.”
“Uh-hmm!” seru Yexian dengan riang, dia masih tersenyum sadis.
Akhirnya, mereka semua pun mulai makan. Tidak ada suara apa pun yang terdengar, kecuali sedikit dentingan sendok.
Beberapa menit kemudian, Tuan Jion mulai mengajak Kikyo berbicara, “Oh, ya, Kikyo. Bagaimana dengan kelas-kelasmu?”
Kikyo langsung menatap pria berambut mustard itu dengan mata yang agak melebar. “O—Oh, ya. Baik-baik saja, Tuan Jion. Aku akan berusaha untuk menyelesaikan semuanya.”
Tuan Jion pun tersenyum, lalu mengangguk. “Baguslah kalau begitu. Nyonya Yori juga berkata bahwa kau sudah mengalami banyak perkembangan.”
Tentu saja, Nyonya Yori akan melaporkan segalanya kepada Tuan Jion.
Kikyo sedikit menunduk hormat, lalu berkata, “Aku bersyukur, Tuan.”
“Semangat, ya, Kikyo,” ujar Nyonya Jion. Wanita itu tersenyum lembut kepada Kikyo. “Pelajaran untuk menjadi wanita yang ‘pantas’ memang sangat sulit dan menyebalkan, tetapi itu semua akan bermanfaat untukmu.”
Kikyo tersenyum, lalu mengangguk. “Baik, Nyonya.”
Tuan Jion lanjut makan sebentar, lalu menelannya dan berkata, “Kau telah mendapat tugas penting dari negara. Jika kau berkhianat, ancamannya adalah kehilangan nyawa. Namun, jika kau menjalankan tugas itu dengan baik, Kerajaan Hanju pasti akan selalu melindungimu. Kau akan menjadi sebuah eksistensi penting yang harus kami lindungi. Hiduplah dengan baik, jalanilah tugasmu dengan benar, dan kau akan baik-baik saja.”
Kikyo mengangguk. Dia mendengarkan seluruh nasihat dari Tuan Jion itu dengan saksama.
“Bagaimana denganmu, Yexian?” Nyonya Jion mulai bertanya pada Yexian, membuat Yexian lantas menoleh kepadanya. “Ibu lihat, kau lengket sekali dengan Kikyo. Apakah kau akan baik-baik saja jika Kikyo pergi nanti?”
Tuan Jion langsung menoleh kepada istrinya dan memberikan tatapan seperti, ‘Waduh, mengapa kau tanyakan?’, tetapi Nyonya Jion hanya mengangguk padanya seolah-olah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Yexian pun menunduk. Dalam beberapa detik lamanya, Yexian hanya diam. Tatapan matanya mulai sendu.
Namun, akhirnya ia mulai berbicara.
“Bohong jika aku bilang bahwa aku baik-baik saja,” jawab Yexian. Gadis itu menghela napas, lalu mulai menatap ibunya kembali. “Akan tetapi, aku telah belajar banyak hal dari Kikyo. Aku akan menguatkan diriku dan menjalani hidupku dengan baik supaya kami bisa bertemu lagi dalam keadaan sehat. Mulai sekarang, aku ingin sering-sering pergi ke luar dan bergaul dengan gadis-gadis seusiaku. Aku ingin mengubah diriku dan keluar dari zona nyamanku. Maafkan aku, ya, Ayah dan Ibu, karena terus-menerus membuat kalian khawatir.”
Yexian tersenyum. Dia sudah terlihat…yakin. Meskipun merasa sedih, dia telah menerima kenyataan bahwa Kikyo akan pergi dari rumahnya.
Akhirnya, Tuan dan Nyonya Jion tersenyum lega.
“Tidak, Yexian. Untuk apa kau meminta maaf? Ayah tidak pernah marah padamu. Lakukanlah apa pun yang ingin kau lakukan, Nak. Selagi itu bukan hal yang buruk, Ayah akan selalu mendukungmu. Kalau kau ingin tetap di rumah pun, Ayah akan menyediakan apa pun yang kau butuhkan.”
Yexian langsung menatap Ayahnya dengan mata yang menyipit. “Termasuk Kikyo?”
Kontan saja Tuan Jion mematung. Matanya membeliak.
Waduh. Itu agak…
Suara tawa Nyonya Jion mulai terdengar. Kikyo—yang tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi kelakuan Yexian—ujung-ujungnya hanya tertawa kikuk. Sementara itu, Tuan Jion mulai mengelus dadanya. Dia mesti banyak-banyak bersabar dalam menghadapi Yexian, terutama setelah gadis itu mengalami transformasi yang besar seperti ini.
14Please respect copyright.PENANAjKT5Klhisn
******
14Please respect copyright.PENANAAtEfDd28dx
39 HARI KEMUDIAN
14Please respect copyright.PENANA06bAfP3aGH
Pagi itu, matahari bersinar begitu cerah. Dua buah kereta kuda sudah bertengger di depan rumah Tuan Jion, telah berbaris dan siap untuk dinaiki. Ada beberapa penjaga yang berdiri di dekat kereta kuda itu; para kusir juga telah duduk di bagian depan kereta. Mereka semua sudah siap untuk berangkat ke Seiju hari ini, mengantarkan Kikyo ke sana untuk mengikuti tes menjadi dayang istana.
Tuan dan Nyonya Jion, Yexian, serta Kikyo kini sudah berdiri di depan pagar rumah Keluarga Jion. Beberapa pelayan terlihat hilir mudik membawakan barang-barang Kikyo dan meletakkannya di dalam kereta kuda. Ada juga beberapa barang pemberian Keluarga Jion (terutama Yexian) yang diletakkan di dalam kereta kuda.
Sambil menunggu para pelayan menyelesaikan tugas mereka, Tuan Jion pun mulai berbicara.
“Akhirnya, hari ini tiba juga, ya.”
Kikyo lantas menatap Tuan Jion, lalu menunduk hormat. “Iya, Tuan. Terima kasih banyak atas bantuan Anda selama ini.”
Tuan Jion mengangguk. “Angkat kepalamu. Tidak apa-apa.”
Kikyo pun menurutinya. Gadis itu tersenyum.
“Aku membawakanmu banyak makanan. Perjalanan ke Seiju akan memakan waktu sehari penuh, jadi kau butuh makan. Para penjaga dan kusir juga sudah membawa makanan mereka masing-masing. Hati-hati, ya, Kikyo,” ujar Nyonya Jion, lalu wanita paruh baya itu tersenyum.
Kini, Kikyo gantian menunduk hormat pada Nyonya Jion. “Terima kasih banyak, Nyonya. Saya benar-benar bersyukur atas—woahh!”
Tiba-tiba saja, Yexian langsung menghambur memeluk Kikyo, membuat Kikyo nyaris jatuh ke tanah. Kikyo cepat-cepat menegakkan tubuhnya, lalu memeluk tubuh Yexian dengan benar agar mereka berdua tidak oleng dan jatuh.
“Ye—Yexian?!!” teriak Kikyo. Gadis itu kaget bukan main; matanya melebar.
Namun, rasa kaget itu kontan menghilang. Soalnya, tiba-tiba saja…
14Please respect copyright.PENANAcHK2kfqZGN
…ia mendengar Yexian menangis.
14Please respect copyright.PENANAeu2kmlPAaR
Kelopak mata Kikyo perlahan-lahan turun. Tatapan matanya mulai terlihat sendu.
“Kikyo…” panggil Yexian di sela tangisnya. “Nanti…kita harus sering berkirim-kiriman surat, ya…”
Kikyo pun tersenyum lembut. Gadis itu mulai mengusap kepala Yexian…dan mengangguk. “Hmm. Pasti. Terima kasih atas segalanya, ya, Yexian. Semoga kau sehat selalu.”
Tangisan Yexian semakin kencang. Air matanya mulai membasahi baju Kikyo. “Iya, Kikyo… Semoga kau juga sehat selalu. Aku akan sangat merindukanmu. Kita harus bertemu lagi, ya.”
“Siap, Nona!” Kikyo menjawab Yexian dengan mantap, bak pengawal terlatih. Dia lantas mengangguk yakin. “Kita pasti akan bertemu lagi.”
Yexian mulai melepaskan pelukan itu, tetapi kedua tangannya kini memegang lengan Kikyo. Dia lantas menatap Kikyo dengan ekspresi serius. “Janji?”
“Janji!” jawab Kikyo sambil memberi hormat kepada Yexian. Kikyo melakukan itu seraya tersenyum.
Akhirnya, Yexian pun mengembuskan napas lega. Gadis cantik itu tersenyum, lalu kembali memeluk Kikyo.
“Aku membelikan banyak pakaian dan perhiasan untukmu. Nanti dipakai, ya,” perintah Yexian.
Mata Kikyo melebar. “Lho, ada perhiasan juga, ya? Bukankah kau bilang—”
“Ssstt.” Yexian melepaskan pelukannya, lalu menutup mulut Kikyo dengan jari telunjuknya. “Terima saja. Itu akan terlihat cocok untukmu.”
Akhirnya, Kikyo pun menghela napas. Dia tersenyum lembut pada Yexian…seraya menatap Yexian dengan penuh kasih sayang. Yexian adalah teman perempuan pertamanya.
“Baiklah. Aku pergi dulu, ya, Yexian.”
Meskipun matanya berkaca-kaca, meskipun ada sebuah gemuruh di dadanya yang mendorongnya untuk menangis, meskipun untuk bernapas rasanya berat sekali, Yexian pun akhirnya…mengangguk. Gadis itu tersenyum; dia memberikan senyuman perpisahan kepada Kikyo. Perpisahan yang ia harap hanya berlangsung sebentar saja.
“Hm. Hati-hati, ya, Kikyo. Semoga apa pun yang kau kerjakan di Seiju akan memperoleh keberhasilan. Aku akan selalu mendoakanmu. Aku menyayangimu.”
Kini, Kikyolah yang langsung memeluk Yexian. Tak ia sangka, dirinya yang selama ini berjiwa seperti laki-laki, justru hampir menangis tatkala mendengarkan kata-kata Yexian. Matanya berkaca-kaca. Mereka pun berpelukan dengan erat.
Setelah mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal, Kikyo pun akhirnya naik ke kereta kuda yang telah menunggunya. Semuanya sudah siap; mereka tinggal berangkat.
Saat kereta kuda itu mulai berjalan, Yexian sempat meneriakkan, ‘Jangan lupa kirim surat, ya!’ kepada Kikyo. Kikyo pun mengangguk dan melambaikan tangannya kepada Keluarga Jion.
Tatkala kereta kuda itu sudah benar-benar jauh dari rumah Tuan Jion, barulah Kikyo mengalihkan pandangannya dan menghadap ke depan.
Dia bersandar di kursinya dan menghela napas panjang. Dia memejamkan matanya sejenak.
Ketika matanya terbuka kembali, tatapannya mendadak berubah. Dia sudah terlihat siap. Penuh tekad. Penuh keberanian.
14Please respect copyright.PENANAwZusrtrewM
Baiklah.
14Please respect copyright.PENANADK3Vhtrvca
Misi dimulai. []
14Please respect copyright.PENANAPwjrQpqceO