“Argh!”
“Lepas!”
“Kagak!
“Lepasin, nggak?!!”
“Kalo gue bilang ‘nggak’, ya enggak!!”
Mereka berdua saling menatap penuh amarah. Dua gadis ini sedari tadi tidak melepaskan genggaman tangan masing-masing dari rambut lawan di hadapan. Semua orang memandang ngeri ketika gadis berambut coklat merengek kesakitan sementara gadis berambut hitam tidak juga melepaskan genggamannya dari rambut gadis cengeng tersebut.
“Argh!”
Kali ini terdengar jeritan tertahan dari gadis berambut hitam, karena gadis manja dan cengeng ini menarik rambut hitamnya dengan sangat kuat. Siswa lain semakin ramai mengerumuni mereka. Tontonan langka ini akan sangat sayang jika dilewatkan. Pertarungan fisik antara anak Kepala Sekolah dengan Ketua Osis di sekolah mereka ini, akhirnya terjadi juga.
“Argh! Rambut Hani....!!!!” gadis berambut coklat mulai menangis keras, lalu kembali menatap bengis gadis di hadapannya.
“Gue bilang ‘lepasin’!” tatapan tajam dan nada suara yang dingin terdengar dari mulut gadis berambut hitam ini.
“Nggak!!!” seiring dengan teriakan gadis berambut coklat ini, aksi tarik-menarik rambut ini semakin ganas dan berubah menjadi saling banting ke lantai.
Sebelum berlanjut ke adegan perkelahian dua gadis ini, kita mundur dulu ke satu tahun sebelumnya.
* * *
Hani berjalan dengan sangat percaya diri menuju gerbang sekolah, tersenyum tipis ketika orang-orang langsung terfokus memandanginya.
“Eh, ada bule masuk ke sini, ya?”
“Wah, anak bule!”
Hani tertawa pelan, menghentikan langkah kakinya hanya untuk melihat pantulan dirinya di kaca mobil milik salah satu guru. Tangan kanannya perlahan memegang pipinya dengan begitu hati-hati. Ya, karena ia adalah seorang ‘Hani’. Kemanapun ia pergi, ia akan menjadi kesukaan semua orang. Terima kasih kepada Papa yang telah memberikan gen khas orang Eropa padanya. Hani kembali tertawa pelan, berterima kasih kepada Mama yang telah bertemu dengan Papa ketika berlibur ke Bali dua puluh satu tahun yang lalu, hingga akhirnya menikah dan menghasilkan dua anak perempuan berpenampilan menarik. Hani kembali menghadap ke depan, memasang senyuman cerianya yang selalu enak dipandang. Dengan langkah yang penuh percaya diri, ia menyapa guru piket dengan nada suara yang riang pula.
Hani masuk ke ruangan yang sudah ditunjukkan untuk melaksanakan kegiatan MOS. Semua orang hanya bisa memandanginya dengan tercengang. Seorang gadis yang menjulang tinggi. Mereka menyamakan sosok Hani dengan tiang listik. Sebagai balasan atas tatapan dan bisik-bisik tidak sopan yang membicarakannya sedari tadi, Hani hanya memberikan senyuman tipis yang begitu menggemaskan.
“Hani boleh duduk di sini?”
Seorang gadis yang sedang duduk santai di kursi, kini melemparkan pandangan bingung pada Hani. Bukan hanya karena Hani yang menghampirinya secara tiba-tiba, tapi juga nada suara dan ekspresi wajah sok imut yang ia tunjukkan, membuat gadis ini ingin muntah. Belum lagi tadi ia menyebutkan namanya sendiri tanpa diminta. Apa? ‘Hani’? Ya, makhluk bermerek ‘Hani’ yang membuat matanya iritasi. Gadis cuek ini hanya mengangguk malas, membuat Hani tersenyum senang dan duduk dengan anggun.
“Oh, iya, nama lo siapa?” Hani dengan tiba-tiba mengulurkan tangannya.
“Tiara.”
Balasan yang sangat singkat, lalu gadis ini mengibas-ngibaskan tangannya tepat di depan wajah Hani, menyuruhnya untuk tidak mengganggunya.
“Main jauh-jauh, gih, sana! Jangan ganggu gue. Hush... hush...!” gadis bernama Tiara sangat tidak berselera meladeni ‘boneka barbie berjalan’ ini.
“Ih, emangnya Hani ayam apa, pake di ‘hush-hush’ segala?!” wajah Hani cemberut menunjukkan bahwa ia tidak suka diusir.
Detik berikutnya Hani kembali tersenyum. Hari ini adalah hari pertama ia menjalani MOS, ia tidak ingin merusak hari ini dengan menunjukkan wajah cemberut pada dunia. Lagipula, sosok gadis cantik bersikap ala preman di sampingnya ini sama sekali tidak mengganggu, dia hanya terlalu jujur. Hani putuskan untuk fokus ke depan ketika senior masuk, dan siswa lain mulai duduk dengan rapi.
Hani seperti ‘happy virus’ kemanapun ia pergi. Selalu menunjukkan senyum menggemaskannya pada orang yang hendak marah karena ucapan serta tingkahnya itu, membuat mereka tidak jadi untuk memarahi gadis ini. Hani sangat suka menjaga penampilannya. Bahkan ia hanya merapikan lip balm dengan sembunyi-sembunyi ketika terjadi keributan di depan kelas antara Tiara dan beberapa senior Paskibra yang melakukan MOS pada siswa baru.
Hari terakhir MOS, para siswa baru membentuk kelompok untuk menampilkan aksi penuh kreativitas. Hani membentuk kelompok bersama Tiara, yang langsung populer di kalangan senior karena aksi pembangkangannya dua hari yang lalu, juga Demi dan Viona. Mereka melakukan cover dance K-Pop setelah Hani merengek seharian dan menunjukkan puppy eyes pada mereka. Diluar ekspetasi Hani, tiga teman barunya ini ternyata penari yang handal. Sambil menunjukkan tarian Nobody dari Wonder Girls, Hani juga menambahkan ekspresi menggemaskan pada siswa lain yang menonton di pinggir lapangan.
Sambil diiringi tepuk tangan yang meriah, Hani turun dari panggung kecil di tengah lapangan itu, berjalan dengan sangat percaya diri sementara tiga temannya menahan malu.
“Argh! Hueee....”
Orang-orang yang berdiri tak jauh dari panggung langsung terfokus pada Hani yang kini terduduk di lantai semen lapangan, sambil merengek manja.
“Kalo jalan hati-hati, dong! Aw, sakit....” rengekan Hani semakin menjadi, air mata mulai keluar dari kedua sudut matanya.
Tiara menggeleng pelan lalu pergi begitu saja sambil mengibas-ngibaskan tangan ke arah leher demi mengusir rasa panas. Sementara itu, orang yang ditunjuk oleh Hani sebagai penyebab ia terjatuh, masih tercengang dan memasang ekspresi tak percaya atas apa yang gadis manja ini tuduhkan padanya. Gadis berambut hitam ini memandang kesal pada Hani yang kini dibantu berdiri oleh Demi dan Viona.
Hani berjalan pergi dengan tertatih-tatih sambil dibantu oleh dua teman barunya. Sekilas Hani menoleh ke belakang, lalu menunjukkan senyuman sinis pada gadis berambut hitam yang tadi tak sengaja menyenggol bahunya dengan pelan. Melihat senyuman sinis dari gadis bule menyebalkan itu, membuat gadis berambut hitam ini menjadi berang.
Hani duduk di lapangan bersama seluruh siswa baru lain untuk melihat Parade Ekskul, yang menampilkan aksi-aksi unggulan tiap ekskul di sekolah ini demi merekrut anggota baru. Hani sangat antusias melihat penampilan para seniornya, bahkan ia bertepuk tangan dengan penuh semangat setiap pertunjukan selesai. Semua orang di sekelilingnya ikut tertawa pelan melihat sikap lucu Hani.
“Demi sama Viona mau ikut ekskul apa?” tanya Hani dengan nada suara manja yang sama seperti biasanya.
“Teater, dong!” balas Demi dengan penuh semangat sambil menunjukkan senyuman lebar.
“Mading, deh, kayaknya.” Viona merapikan poninya yang tertiup angin.
“Kalo Tiara?” kali ini Hani menunjukkan senyumannya yang membuat mata iritasi kepada Tiara.
“Cheers.”
Ucapan singkat Tiara terdengar bersamaan dengan dimulainya sebuah musik dance yang cukup nyaring. Sekelompok gadis dengan pakaian ala anggota cheerleaders seperti di film Bring It On, mulai melakukan aksi di lapangan sekolah. Hani terus memperhatikan dengan wajah takjub. Semua orang menahan nafas ketika salah seorang anggota cheerleaders dilempar ke udara, lalu spontan bersorak kagum ketika anggota lain berhasil menangkapnya. Tanpa sadar Hani berdiri dan bertepuk tangan sambil bersorak kegirangan, membuat orang lain di sekelilingnya melakukan hal yang sama.
“Oke, Hani juga mau ikut masuk Cheers!!” Hani terlihat sangat bersemangat.
“Cih!”
Dengusan seseorang di sebelah kirinya, membuat Hani menoleh dengan kaget. Ia tak menyangka ada orang yang sangat berani memandang rendah dirinya. Hani dapat melihat seorang gadis berambut hitam yang berdiri anggun sambil melipat lengan di depan dada. Hani sangat yakin, bahwa orang yang meng-‘interupsi’ kesenangannya tadi adalah gadis ini.
“Oh, excuse me? Ada masalah apa lo sama gue?” hardik Hani sambil menunjukkan tatapan tidak suka pada gadis berambut hitam ini.
Gadis berambut hitam ini memandang tak percaya pada Hani, lalu mendecakkan lidah.
“What’s your problem?” gadis berambut hitam ini masih bersikap anggun ketika menyipitkan matanya pada Hani, dan menganggap gadis manja di depannya ini adalah orang tidak waras.
Hani teringat akan sesuatu. Ya, gadis menyebalkan di depannya ini adalah orang yang sama dengan yang menyenggol bahunya tadi. Mata Hani lalu tertuju pada nama yang terpampang di seragam sekolah lama gadis ini.
“Hah? ‘Quinn’? Nama apaan tuh? Orangtua lo ngasih nama itu berharap biar suatu saat lo jadi ratu kerajaan, gitu? Eewww... gross....”
Ucapan Hani barusan benar-benar mengejutkan bagi gadis berambut hitam ini. Ia memandang marah pada Hani, yang kini tersenyum mengejek ke arahnya. Berani sekali gadis ini menghina nama pemberian orangtuanya?!
Hani membelalak ketika tanpa diduga, gadis ini menarik kerah seragam Hani.
“Uhuk!”
Hani terbatuk-batuk ketika gadis berambut hitam di hadapannya mempererat cengkeramannya. Beberapa orang di sekeliling mereka memandang ngeri. Perkelahian antar siswi baru di masa MOS? Yang benar saja! Hani mencoba melepaskan diri dari cengkeraman kuat gadis bernama Quinn ini. Hani memandang marah, sementara gadis di depannya menatap penuh kebencian.
* * *
ns 172.68.245.55da2