Hari ini senja tidak datang, kemana dia? Apakah dia marah? Karena aku membenci dia? Langit hanya gelap tertutup awan hitam, tidak ada lagi kehangatan, tidak ada lagi rasa rindu. Hanya dingin dan rasa bersalah yang tiba-tiba menemaniku, aku pun beranjak dari tempatku dan mulai mengenakan pakaian hangatku. Menuju tempat kopi untuk menghangatkan diri dan mencari beberapa ide untuk menulis, karena senja yang kutunggu tak kunjung datang.
Aku pun sampai ke tempat kopi langgananku, tempat yang remang-remang perkumpulan mahasiswa ITB dan mahasiswa lainnya di daerah cisitu. Banyak alasan kenapa aku memilih ke tempat kopi di cisitu, karena ide itu bisa berawal dari secangkir kopi dan tempat cisitu bagiku tempatnya nyaman buat nongkrong. Dengan aroma kopi dan asap rokok yang khas, dengan lagu dari radio yang terkenal di kota Bandung, semakin menanamkan rasa nyaman pada tempat ini.
"Kamu adalah langitku. Langit yang selalu meneduhkan hari-hariku yang melelahkan, menemaniku kapanpun dan dimanapun aku berada. Langit jingga yang selalu menenangkan hatiku, Begitulah seterusnya kamu
senja.....
jika cahaya selalu menerangi akan ku selalu dapati keindahanmu."
Ku gigit beberapa cemilan yang sudah ku pesan sebelum ku menulis tadi, beberapa tusuk telor puyuh dan secangkir kopi khas cisitu ku tenguk. Rasa pahit yang datang seperti menggantikan kepahitan hidupku.
Yeaahhhhhhh.....
Aku menjadi semangat, ternyata masih ada yang lebih pahit dari diriku :D
Aku tersenyum sendiri sambil memulai menulis ceritaku kembali tentang senja.
"Namun hari tak selamanya siang. Aku terlalu terlena dengan keindahan siang hari hingga aku pun terlupa jika malam pun akan datang. Kamu lah yang menjadi sebuah penanda.
Senjaaa...
Katakan..., katakan padaku akulah sang mentari itu yang jatuh cinta terhadap langit.
Seperti kehendak sang Maha Pencipta ada mentari, ada pula sang rembulan.
Aku melupakannya yang meminta sang senja menjemputku, untuk kembali dalam pelukannya untuk mengistirahatkan diriku. Aku harus terbenam agar sang rembulan dapat memikat sang langit malam, menunjukan keindahannya dengan ditemani ribuan pasukan bintangnya yang berkedip-kedip yang memberikan tanda, untuk kapan aku terbangun kembali".
Seperti itulah aku dan kamu sekarang, aku yang terlena dan terlalu nyaman akan hadirnya dirimu yang sekian lama menemaniku dan enggan untuk beranjak. Aku memang tak lagi peduli dengan semua godaan yang datang. Tapi aku terlalu dangkal untuk mengerti, bahwa banyak pula yang mengodamu, menginginkan hadirmu. Dan kau peduli pada itu. Saat itulah kamu memilih untuk pergi, seperti langit yang memilih rembulan dari pada sang mentari.
ns 172.71.194.90da2