Akupun sekarang menyadari, sekarang senja tak akan datang lagi. Aku pun sudah mulai menyerah untuk menunggu senja kembali. Kemanakah dia? Tuhan seperti menghadiahkan kesendirian ini padaku, memberikan rasa sunyi agar aku menjenguk diriku. Agar aku lebih peduli akan diriku sendiri. Aku mungkin tidak menyadari, aku telah terlampau mengacuhkan diriku dan sekelilingku. Karena sibuk menunggu kehadiran sang senja, sibuk mengkhawatirkan orang lain. Orang lain yang tidak lain adalah kamu. Kamu yang dulu sempat mengecewakan aku. Dan sekarang, aku berhentikan menyibukkan diriku untuk dirimu, aku hanya akan peduli dengan diriku sendiri.
"Sekali lagi aku ucapkan senja adalah akhir dari sebuah hari, membuat apa yang telah terjadi menjadi sebuah rangkaian cerita yang tersusun dan terkunci rapih. Seperti sebuah kata yang harus di rangkai agar membentuk kalimat yang dapat dikenali. Dan kisah-kisah dihari itu yang akan menjadi sebuah kenangan di hari esok. Senja yang setelahnya membawakan sang malam, sang langit tak lagi peduli pada mentari yang telah pergi, sebab ia hanya peduli pada perjumpaanya dengan sang rembulan. Walau begitu, senja tak pernah marah, ia hanya sunyi. Menyembunyikan segala ceritanya sendiri, etah bahagia ataupun ia terluka."
Aku pun menulis ini untuk sang senja, agar ia terhibur dan tau betapa rindunya diriku akan dia.
Aku tau aku salah.
Aku bodoh!
Aku pernah tidak menginginkannya, tapi tolong senja.
Datanglah kembali, temani aku.
Sebelum sang gelap datang dan menyelimuti diriku dengan mimpi buruk lagi.
Aku tau dari kamu aku belajar menghargai rasa sunyi dan sepi. Tidak selalu aku akan berjalan bersama orang yang kupilih. Tidak selalu orang yang kupilih juga memilihku. Terkadang Tuhan membuat apa yang kita sayang beranjak pergi, bukan karena Tuhan tidak memperdulikan. Bukan, Tuhan bahkan lebih peduli melebihi diri kita sendiri. Tapi mungkin Tuhan memberikan sebuah kado hadiah terindah yaitu "KESENDIRIAN".
Akupun pergi ke sebuah cafe, untuk menenangkan diriku dengan kesendirianku sekarang. Memesan kopi yang begitu pahit rasanya agar aku dapat menutupi rasa sakit pahitnya kisahku. Akupun terdampar di depan kaca agar aku dapat melihat aktifitas orang lain di luar sana. Tak lama aku duduk, sang langit pun mulai menangis seperti tau perasaanku sekarang. Perasaanku pun mulai bercampur aduk.
Aku harus tegar, kataku dalam hati.
Haah.... sedih rasanya senja tidak kunjung datang, aku pun mencoba menutup mata dan mengingat kembali saat senja menemaniku, kicauan burung yang sedang kembali ke sarangnya dan warna-warna di langit yang membawakan ketenangan.
Brugggg!!!! Suara apa itu???
Aku bertanya dalam hati.
Maaf... suara yang tak jauh di dekatku.
Akupun mulai melihat siapa yang beraninya menggangu hayalanku tentang senja. Akupun terpaku, melihat seorang gadis yang tidak sengaja membentur mejaku. Rambutnya yang agak coklat kepirangan, dan mata yang agak pipih membuat aku terpaku. Akupun tak sadar aku terpanah melihat dia.
Selly namaku..
Dia mengenalkan dirinya.
Aku hanya tersenyum tanpa menjawabnya.
Hampa...
Hampa rasanya hati ini
Hampa itu seperti langkah tak berjejak, senja tapi tak jingga, cinta tapi tak dianggap. Akupun kembali dengan sikap dinginku, dan mulai bergegas untuk beranjak pulang. Tidak peduli akan dia yang baru saja membuat aku terpanah. Dingin udara sehabis hujan menemani langkah demi langkah saat aku menuju ke rumah. Aku pun sadar hanya kesendirian yang aku butuhkan sekarang.
ns 172.71.223.25da2