"Aaaaacchhh iyahh!!! Fuck Me!!! Aaaacchhh Fuck!!!"
Tubuh Kanaya tergoncang naik turun di atas tempat tidur, seorang pria bule dengan tubuh kekar begitu beringas menyetubuhi wanita cantik itu.
"Lebih keras honey!!! Aaacchhh!!! Ooochhhh God!!! Fuck!!!"
Si pria bule dengan tangkas mengangkat tubuh Kanaya ke atas pangkuaanya, kini mereka berdua saling berhadapan. Kanaya terlihat begitu binal, memancing si pria bule kembali memagut bibir putri Om Yosh tersebut.
"Honey...Ayo tuntaskan, waktuku tak banyak...hari ini Aku ada ujian di kampus." Ucap Kanaya lirih, memohon agar si pria bule segera mengeluarkan "pelurunya."
"Iya baby...sebentar lagi ya... tapi Aku mau dikeluarkan di sini..." Kata si pria bule sambil memainkan jarinya di atas bibir Kanaya.
"Again...??? Eeeewwwww...!!" Kanaya seperti menolak permintaan si pria bule tersebut.
"Please baby..."
"Hmmmm...oke-oke...blowjob now...?"
"Hehehehe..."
Kanaya mulai memainkan bibir dan lidahnya pada kepala junior si Bule, permainan yang menjadi keahlian Kanaya, permainan yang selalu membuat si Bule seperti terbang ke awang-awang.
"Oooocchhhh...!! Fuck...!" Erang si Bule sambil menjambak dan menekan kepala Kanaya agar masuk lebih dalam.
"Aaaarrgghhttt...!!!" Kanaya sedikit mendelik saat ujung penis si bule hampir memasuki rongga tenggorokannya, hampir membuat isi perut wanita cantik itu keluar akibat rasa mual.
"Fuck You! Hhhhhhhh..." Umpat Kanaya terengah-engah setelah melepaskan batang penis si Bule dari mulutnya.
"Hehehehe..I'm sorry honey...You are so amazing..."
Ucap si Bule setelah seluruh batang penisnya terlepas dari mulut Kanaya. Kanaya sedikit terengah-engah, namun begitu tangannya semakin kuat meremas batang penis si bule, tak hanya meremas, putri Om Yosh itu juga mengocoknya dengan cepat sambil sesekali menjilati lubang kencing si bule.
"Aaaaarrgghhttt.....I'm coming honey...!!!" Erang si bule sambil meremas rambut Kanaya.
"Hmmm...Kamu suka sayang...?"
Ekspresi menggoda yang diberikan Kanaya semakin membuat si bule terbakar birahi, dia terus meracau menikmati kocokan tangan Kanaya yang semakin lama semakin cepat.
"Aaaarrgghhtttt.....!!!! Fuuucckkk!!!!"
Teriakan si bule bebarengan dengan muntahan sperma yang keluar dari dalam penisnya dan membasahi wajah Kanaya.
"Eeeemmmcchhh......!!! Fuck You honey..." Ucap Kanaya sambil memejamkan mata, cairan kental putih membuat wajah cantiknya basah dan lengket.
"Hehehe..." Si bule hanya terkekeh ringan, tubuhnya sudah benar-benar lemas setelah kembali memuntahkan "peluru".
43Please respect copyright.PENANAmmI6DKkHyT
***
43Please respect copyright.PENANAq4Nc21WOGU
RAMA POV
43Please respect copyright.PENANAhlZ93P3EzW
Sudah hampir 2 jam aku duduk di dalam ruang rapat ini, mendengarkan semua paparan tentang kondisi perusahaan yang dimiliki oleh Om Yosh dari para pemegang saham dan beberapa orang direktur, jujur saja Aku mulai dipusingkan dengan kegiatan seperti ini, dulu saat masih menjadi pegawai Om Yosh kegiatan seperti ini selalu terlewat begitui saja.
Om Yosh selalu datang sendiri dalam pertemuan dengan para direksi, sementara aku menunggu di luar ruangan, tak jarang beberapa kali saat Om Yosh disibukkan dengan rapat aku menyelinap keluar untuk bersenang-senang dengan para wanita. Maka jangan heran jika kepalaku seperti berputar tujuh keliling menerima "beban" yang maha berat ini, seorang mantan gigolo dan cuma lulusan SMA sekarang memegang kuasa penuh terhadap perusahaan sebesar Yoshi Group. Aku memamng seorang pemimpi, tapi tidak pernah memiliki mimpi sebesar ini.
"Jadi bagaimana Pak Rama?" Ucap Pak Bambang, direktur produksi, membangunkanku dari lamunan beberapa saat lalu.
"Ehmmm, Ok, nggak ada masalah saya pikir, kinerja perusahaan masih bisa kita pertahankan ritmenya. Untuk masalah keuangan juga nggak ada masalah saya pikir, so untuk selanjutnya saya percayakan kepada anda semua." Ucapku tegas.
Bagiku sepanjang masalah keuangan perusahaan bisa terkontrol dengan baik maka perusahaan masih dalam keadaan aman, beberapa masalah kecil seperti keadaan karyawan, distribusi barang, kegiatan operasional dan lain-lain bisa aku percayakan kepada masing-masing direktur untuk mengontrolnya, tugasku hanya menerima laporan dari mereka saat akhir bulan untuk melakukan evaluasi.
"Baik Pak jika begitu mungkin pertemuan ini bisa kita akhiri?" Kata Bamabang kembali.
"Ok, terima kasih sudah meluangkan waktunya, saya mohon bantuannya untuk mengelola perusahaan ini." Ucapku sebelum meninggalkan ruang pertemuan.
Tujuh orang jajaran direksi dan delapan orang pemegang saham berdiri dari duduknya, mempersilhakan aku untuk keluar ruangan terlebih dahulu. Diperlakukan seperti ini membuatku sedikit kikuk, sekali lagi ini adalah pertama kali aku berada di posisi sepenting ini. Aku berjalan keluar ruangan, agendaku selanjutnya adalah kembali menemui Pak Hasto untuk membicarakan detail pembagian saham, hal yang dari kemarin belum begitu aku pahami.
"Pak Rama." Suara seorang lelaki menghentikan langkahku untuk sesaat, aku menoleh ke belakang untuk melihat si empunya.
"Maaf Pak, saya bisa minta waktunya sebentar?" Kata orang itu setelah berjalan tergesa mendekatiku.
"Iya, siapa ya?"
Tanyaku karena memang baru pertama kali ini aku bertemu dengan lelaki ini, seorang pria bertubuh kurus dengan kacamata minus tebal menempel di kedua matanya, mungkin usianya tak jauh berbeda denganku, tapi karena penampilannya yang terlihat oldist membuatnya terkesan jauh lebih tua.
"Kenalkan Pak, nama saya Yapto, saya adalah orang kepercayaan Om Yosh." Katanya sambil mengulurkan tangannya padaku.
"Yapto." Aku menerima uluran tangannya sambil berusaha mengingat nama dan wajah lelaki ini, memoriku tidak bisa melacaknya.
"Mungkin Bapak belum pernah melihat atau bahkan mendengar nama saya, karena apa yang dipercayakan Om Yosh kepada saya juga sangat dirahasiakan." Katanya dengan suara terdengar dipelankan, entah apa yang hendak dia sampaikan kepadaku.
"Ok Pak Yapto, kira-kira ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku sedikit penasaran.
"Mungkin tidak di sini Pak, Kalau Bapak berkenan, saya ingin menunjukkan sesuatu kepada Bapak."
"Sesuatu...?" Aku semakin penasaran.
"Sesuatu yang mungkin ditinggalkan om Yosh kepada Bapak...ehmmm maaf...sebagai seorang gigolo..."
"Apa maksudmu ?!!" Tiba-tiba emosiku terpancing, secepat kilat aku mencengkram kerah baju Yapto dan mendorongnya ke arah tembok bangunan.
"Saa..Sabar..Pakk..Bukan maksud saya untuk menghina Bapak..." Yapto tergagap, tubuhnya yang kurus bukan masalah bagiku jika hanya untuk dipatahkan pada beberapa bagian. Dia mungkin menyadari hal itu, matanya tidak bisa membohongiku, dia ketakutan.
"Jelaskan kepadaku, sekarang juga !" Gertakku penuh emosi.
"Se..Sekali lagi Pak...Saya bisa jelaskan semuanya tapi tidak di sini..."
"Hah..!! Ok, sekarang tunjukkan padaku apa yang kau maksudkan tadi !"
Aku mendorong keras tubuh Yapto ke belakang, membuat tubuh kurusnya sedikit terpelanting dan menabrak tembok. Beberapa orang karyawan melihat apa yang telah aku lakukan pada Yapto tapi tidak ada satupun yang berani mencegahku.
"Ba..Baik Pak, mari ikuti mobil saya."
Yapto bergegas menuju tempat parkir mobil, langkahnya tergesa, lelaki itu sepertinya memang benar-benar ketakutan setelah melihat amarahku. Dalam hati aku bertanya-tanya "kejutan" apalagi yang telah disiapkan oleh mendiang Om Yosh buatku.
43Please respect copyright.PENANA3C0tn9lhd0
***
43Please respect copyright.PENANAqI9H8UF0Uw
"Aku tidak mau membahasnya lagi Richard!"
Kanaya terlihat gusar, wajah cantiknya masih terlihat meskipun hampir seharian digagahi Richard, pacar bulenya.
"Dengarkan Aku dulu honey. Kau tidak harus memutuskannya saat ini." Richard bangkit dari atas tempat tidur dan mendekati tubuh Kanaya yang berdiri di depan kaca make up.
"Ah, Kau selalu begitu. Kau tau sendiri, Aku tidak mau berurusan dengan urusan Papaku." Ucap Kanaya sambil memberikan usapan tipis bedak pada pipinya.
"Sayang...Papamu sudah tiada, jadi jika Kau pulang dan mengambil alih semua bisnis itu maka tidak ada salahnya. Kau juga tidak perlu lagi berdebat dengan Papamu, kita bisa memulai lembaran baru di Indonesia." Kata Richard sambil memeluk tubuh ramping Kanaya dari belakang.
"Kembali ke Indonesia? Lalu bagaimana dengan gelar masterku di sini? Lalu pekerjaanmu?"
"Tenang sayang, Kau bisa meneruskan program mastermu di sana, Aku pikir tidak akan sulit buatmu untuk menemukan universitas terbaik di Indonesia, apalagi Kau lulusan universitas terbaik di Sydney."
"Pekerjaanku di sini juga tidak terlalu baik sayang....Aku perlu ruang baru untuk kembali menemukan kreatifitasku. Aku pikir Indonesia adalah tempat yang tepat. So, bagaimana menurutmu...?" Ucap Richard kembali mencoba meyakinkan Kanaya agar mengaminkan rencananya.
"Kreatifitasmu tidak buntu disini Richard, Kau hanya terlalu malas untuk menerima kenyataan."
"Apa maksudmu??" Richard melepaskan pelukannya, suaranya juga menjadi tinggi setelah mendengar ucapan dari Kanaya.
"Maksudku, jika Kau tidak menyia-nyiakan waktumu untuk nongkrong di bar dan bergaul dengan para preman itu, mungkin semua karyamu akan banyak laku terjual."
"Kau tak perlu lagi memikirkan bagaimana caraku bergaul, apa yang Aku rencanakan ini semua untuk kita..."
"Apa Kau tidak punya mimpi memiliki hidup layak bersamaku nanti? Memiliki dua orang anak yang lucu-lucu. Membangun pernikahan...Hmmm...? Jika kita tetap berada di sini, Aku sulit membayangkan bagaimana nasib kita nanti sayang." Ucap Richard, raut wajahnya terlihat begitu teduh, berbanding terbalik dengan apa yang ditunjukkan beberapa detik lalu.
Kanaya menghela nafas panjang, seperti ada hal berat yang ingin dia lepaskan. Ini adalah perdebatan kesekian kalinya dengan Richard tentang rencana kekasihnya itu untuk menetap di Indonesia. Sesuatu yang sebenarnya sulit untuk bisa dituruti oleh Kanaya. Kenangan masa lalu saat Papanya menyiksa Mamanya masih sangat membekas di benak wanita cantik itu. Janji untuk tidak kembali berhubungan dengan semua hal yang berkaitan dengan "Yoshi Group" sudah terpatri kuat dalam hati Kanaya, rasa sakit hatinya terhadap sang Papa belum benar-benar sembuh meskipun Om Yosh sudah tiada.
Hampir 1 tahun lamanya Kanaya menjalin hubungan dengan Richard Olson, seorang pelukis asal Swedia yang merantau jauh ke negeri Kanguru. Kanaya merasa Richard adalah sosok yang tepat untuk dirinya, banyak persamaan diantara mereka berdua. Kanaya merasa nyaman dan damai saat berada di dekat Richard. Kebiasaan buruk Richard selalu bisa dimaklumi oleh Kanaya, cintanya membutakan sisi lain hatinya.
Kini Kanaya merasa sedang berada di persimpangan, satu sisi dia belum bisa melupakan rasa sakitnya terhadap mendiang sang Papa, pulang ke Indonesia sama saja memberi maaf terhadap Om Yosh. Tapi di sisi lain, keinginan Richard untuk kembali ke Indonesia sulit untuk ditolak, mengabaikan permintaan Richard sama saja dengan memberi jalan untuk pria Swedia itu pergi meninggalkannya, sesuatu yang sulit dibayangkan oleh Kanaya.
43Please respect copyright.PENANAlBH5rLH6F8