Di sebuah tempat yang terpencil di perkotaan Shibuya, Tokyo.
Shibuya dikenal ramai karena kawasan pertokoannya yang terbilang besar. Kota itu tidak akan pernah tidur walaupun sudah malam sekali.
Namun, lain halnya dengan tempat terpencil ini.
Kawasan itu tidak seperti biasanya yang ada di kawasan ramai. Tempat itu terasa sepi dan gelap, tanpa ada penerangan yang cukup. Lampu yang remang-remang, menghiasi daerah yang sedikit kumuh itu.
Muncul satu orang yang terbilang misterius dari penampilannya. Bagaimana tidak? Ia menggunakan jubah berwarna hitam dan topi fedora yang berwarna sama. Kesannya seperti seorang penyelundup ataupun pembunuh bayaran.
Ia tidak menampakkan wajahnya. Topi yang ia pakai menutupi seluruh rupa wajahnya dari atas. Sambil berjalan menuju ke arah gang buntu di kawasan itu, ia terlihat membawa sebuah koper besi yang mengkilap.
Berdiri di depan tembok gang buntu, ia kemudian mengarahkan telapak tangannya yang membuka itu sampai menyentuh tembok.
Alhasil, seketika itu juga tembok itu menghilang dari pandangan dengan sekejap mata.
Ia melangkah masuk ke bagian yang dilindungi oleh tembok itu. Tampak sedikit bercahaya silau. Kalau mau dikatakan “ruangan”, terbilang kurang tepat. Yang paling mendekati ialah “kompleks” atau semacamnya yang lebih besar daripada itu.
Pasalnya, silau itu mulai meredup dan terlihatlah sebuah gerbang besar, bergaya asli Asia Timur, dan dijaga oleh dua orang. Bagaimana bisa sebuah kompleks besar bisa muat di sebuah kawasan yang amat kecil?
Tidak ada yang tahu kecuali dirinya dan yang sama dengan dirinya.
Lebih dari pada itu, kompleks tersebut lebih mirip sebuah perumahan atau komoditas apartemen dengan segala kelengkapannya mulai dari toko keperluan, minimarket, dan semacamnya.
Itu bukanlah sebuah kompleks biasa. Itu adalah suatu bagian Domain dari sebuah Klan Penyihir.
Orang itu tepat berada di keramaian kompleks itu. Di sebuah bagian Domain berbentuk kompleks yang pintu masuknya lumayan terpencil, sangat aneh apabila ada hal semacam ini.
Entah siapa yang mengelolanya, pastilah ia sangat jenius.
Berjalan menyusuri rumah tiap rumah, toko tiap toko, dan beberapa kendaraan yang lalu lalang di sana, orang itu berusaha menanyakan sesuatu ke beberapa penduduk penyihir yang tinggal di sana.
Dan ia sampai di sebuah gang terpencil pula, sama seperti waktu ia masuk ke Domain itu.
“Apakah kalian tahu tentang orang ini?” katanya sambil menunjukkan sebuah foto potret seorang laki-laki.
Aneh, orang-orang yang dia tanyai di sana berekspresi terkejut.
“.. Entahlah.. kami pun tidak tahu..” Beberapa orang yang di sana menjawabnya. Dari ekspresinya yang plin-plan, terlihat bahwa mereka berbohong.
“.. Begitu ya.. Tidak apa-apa..”
Raut wajah lega menghiasi kepala mereka. Lolos dari rintangan kejujuran yang bila dilanggar akan menentukan nasib mereka selanjutnya.
Dia tepat berada di kawasan keramaian, lebih tepatnya sedikit lebih jauh dari perbatasan antara wilayah itu dengan tembok sebagai gerbang masuk.
Orang itu kemudian menjentikkan jarinya yang kaku itu.
“Apa—apa ini?!..”
Dia mengeluarkan sebuah mantra untuk membuat mereka kaku dan tidak bisa bergerak leluasa sebagaimana mestinya.
“Jangan berbohong! Kalian mengetahui orang ini, kan?” katanya dingin.
Dalam diri mereka, mereka ingin sekali menjawab berbohong. Namun, apabila mereka tidak jujur, entah apa yang menanti mereka dengan mantra-mantra lain yang akan dia lepaskan selanjutnya.
“.. Kami—akh—tidak berbohong—akh!..”
“Ya.. Kami bersungguh-sungguh—” Beberapa dari mereka merintih kesakitan saat menjawabnya.
“JANGAN BERBOHONG!” Dia menyela. “Aku yakin kalian tahu di mana dirinya!”
Mereka ketakutan, amat ketakutan. Sampai-sampai, mereka berusaha mengedipkan saja kesulitan.
“.. Cih! Mau sampai kapanpun—akh—kami tidak akan memberitahukan dimana dirinya berada!..”
“Hmm.. Membosankan sekali, ya?” Dia kemudian membuka tudungnya, dan kelihatanlah penampilannya yang sangat seram itu.
“Hah?.. T—tidak mungkin!.. Kau..”
Melihat penampilan dirinya, orang itu menjerit ketakutan.
“.. ‘Bayangan’.. “
Mengambil sebuah pisau dari kantungnya, orang yang dijuluki “Bayangan” itu kemudian menusuk leher masing-masing dari mereka.
“Akh!” rintih mereka kesakitan, dan pada akhirnya mereka tergeletak di tanah.
Jumlahnya adalah lima orang yang dia bunuh. Lalu dengan segera, ia membalikkan punggungnya dari jasad mereka.
Dari gelapnya malam, dan sunyinya tempat itu, dirinya menghilang seiring kencangnya angin berhembus.
◊ ◊ ◊
Kediaman Gunung Kabut, Domain Klan Kiriyama di Shibuya. (2 April 2021, 3.00 PM)
Sebuah ruangan mewah di mana seorang laki-laki dewasa sedang duduk di kursinya, memikirkan sesuatu yang tidak akan terselesaikan dengan cepat layaknya sebuah bencana besar.
Sambil menunduk ke arah mejanya, dia melihat ke arah kertas yang berada di meja itu. Dia tidak sedang memandangi meja itu, melainkan kertasnya.
Kertas itu berisikan tentang sebuah informasi mengenai seseorang. Lengkap dengan seluruh biodatanya dan latar belakangnya.
Dia tidak lain adalah anggota Klan Kiriyama yang bertugas menjaga Domain mereka di Shibuya, Kiriyama Fusaku. Mengesampingkan alam penyihir, di dunia nyata ia adalah seorang dosen di universitas ternama di Tokyo.
Cara berpikirnya yang membuat dirinya sampai menunduk itu mencerminkan dirinya sebagai dosen yang mengutamakan pemikiran dan rencana, serta bukti saintifik. Ia sama sekali tidak mencoba untuk menggunakan firasat.
“Permisi,” Seorang mengetuk pintu ruangan itu.
“Ah, masuklah.” Fusaku menjawab tanggap.
Orang itu membuka pintu, kemudian memasuki ruangan. Seorang perempuan, berpenampilan seperti seorang perempuan kantoran pada normalnya dengan blazer yang ia pakai. Ban lengan pada lengan atasnya menunjukkan bahwa ia adalah anggota keamanan Domain.
“Kanagi Akane, ada apa?”
Nama perempuan itu tidak lain adalah Kanagi Akane. Bukan menyandang nama Kiriyama, ia adalah anggota Klan Kanagi, yang tidak lain merupakan bawahan dari Klan Kiriyama dan bersama-sama membentuk Domain Kiriyama.
“Kami baru saja mendapat laporan, lima orang ditemukan tewas di perbatasan dengan dunia luar.”
“Apa?!” Reaksi terkejut menyelubungi wajah Fusaku yang awalnya tenang itu. “Bagaimana bisa pada wilayah aman ini terjadi kasus pembunuhan?”
“Mengenai itu, kami belum yakin—sepenuhnya. Menurut saksi ada seorang yang menggunakan jubah hitam dan kemudian menghabisi orang-orang itu dengan menancapkan pisau pada leher mereka masing-masing.” kata Akane.
“Begitu, ya?..” kata Fusaku pelan. “.. Tudung?.. rasanya aku pernah melihatnya..”
Ia mengarahkan pandangannya kepada kertas yang ada di mejanya sekarang. Membayangkan seseorang dengan tudung.
“Ah!”
Berdiri, ia bertingkah seperti orang yang mendapatkan sebuah ide.
“Tudung, ya—tudung! Sudah pasti dia adalah ‘Bayangan’!” katanya tegas.
“Eh? ‘Bayangan’? Apa itu?” tanya Akane kebingungan.
“Kumpulan penyihir yang pernah mencoba menghancurkan klan-klan penyihir di Jepang.” jawab Fusaku. “Dari yang kudengar,mereka seharusnya telah menghilang sekitar sepuluh tahun yang lalu..”
“.. Tidak mungkin?! Jadi, apa yang membuat mereka ingin melakukan pembunuhan itu?” Akane gelisah.
“Entahlah, aku pun tidak tahu..” Fusaku menunduk parau. “Yang pasti tujuannya hanya satu. Memulai kembali era perang lalu menghancurkan negara ini..”
“.. Ini gawat, kalau sampai mereka datang lagi..” risau Akane.
“Kita harus menghadapinya, mau tidak mau.” kata Fusaku.
Fusaku mencoba untuk kembali duduk setelah berdiri terkejut tadi.
“Bukankah mereka sangat kuat?”
“Tidak terlalu. Walaupun namanya ‘Bayangan’, mereka tak lebih dan tak bukan hanya sekumpulan anarkis.” Fusaku menjelaskan.
“Wajar saja kalau mereka ‘anarkis’ untuk melakukan itu. Aku yakin sekali.” Akane menyetujui pendapat Fusaku. “Tetapi, membunuh lima orang secara diam-diam bukanlah hal yang biasa..”
“Aku tahu itu. Pasti ulah pemimpin mereka,” kata Fusaku mencari-cari penanya di tumpukan kertas sebelah meja.
“Dengan kata lain, yang berbahaya bukan mereka, tetapi pemimpin mereka, ya?” tanya Akane sambil memegang dagunya.
“Tepat. Mungkin saja, anggota mereka sudah tidak berguna lagi. Karena itu mereka mengandalkan pemimpin mereka.” kata Fusaku.
“Begitu, ya?..”
“Aku ingin kamu menyelidiki kasus ini, Akane.”
“Ah! Baik, akan segera saya laksanakan.”
Secara spontan, kemudian Akane membungkukan badanya dan mengatakan “Kalau begitu, saya permisi dulu.” kepada Fusaku. Lalu ia memunggunginya dan keluar dari ruangan itu dengan langkah pelan.
Tersisa Fusaku di ruangan itu. Ia masih berpikir keras tentang kasus yang melanda wilayah yang dipercayakan kepadanya sebagai penyihir.
Sementara ia berpikir sambil mendudukan dirinya di sofa, kemudian sebuah bayangan muncul melalui lantai. Jumlahnya sangat banyak dan datang dari segala penjuru ruangan itu. Ini membuat Fusaku kembali waspada dan mengawasi seluruh ruangan itu.
Secara cepat, bayangan-bayangan itu akhirnya berkumpul di hadapannya dan membentuk suatu pusaran yang amat dalam dan gelap. Dari pusaran itu, munculah seseorang dengan tudung.
Penampilannya.. tidak salah lagi! Bayangan!
Fusaku menjauhinya sekitar empat langkah, sambil meraba-raba kantungnya. Di kantung celananya itu, terdapat sebuah senjata api berupa pistol berpeluru.
“.. Apakah kau tahu di mana Kiriyama Nakano?..”
Hah?, pikir Fusaku dalam hati. Bagaimana ia bisa tahu nama dari kepala klan?
Fusaku menatap orang itu dengan hati-hati. Mau dari manapun, dirinya tidak boleh diberitahukan kepadanya..
“.. Kenapa kau berpikir bahwa aku yang mengetahuinya?”
“Kenapa, katamu?”
“Setiap anggota Klan Kiriyama tidak akan pernah mengetahui keberadaannya kecuali petinggi.” kata Fusaku. “Kurasa kau salah orang..”
“...” Orang itu diam sejenak. Lalu berusaha untuk terdengar tertawa.
Dia, tertawa? Ini buruk sekali, asalkan ia tidak mencoba memintanya kepadaku. Fusaku mengerenyitkan dahinya.
“KALIAN SAMA SAJA, YA?” katanya sambil tertawa. “Setahuku, kalian tidak boleh menyebutkan nama aslinya kepada seseorang, bukan?”
Sial! Dia tahu tentang hal itu! Baru kali ini Fusaku merasa segelisah itu.
“Yah.. mau bagaimanapun kalau tidak boleh ya tidak boleh..” kata orang itu sambil meredakan tertawanya. “Seseorang harus melanggarnya, bukan?”
“.. Jadi.. apa maumu?” tanya Fusaku.
Orang itu kemudian mengambil pisaunya yang kecil itu, berbalut cahaya sebening kaca dan silau seperti kilauan matahari, dan warna ungu yang lembut dan cerah seperti sutra. Pisau yang dialiri energi sihir itu hendak ia gunakan.
“.. Membuatmu mengatakannya ..”
◊ ◊ ◊
Di saat yang sama, di lorong koridor Kediaman Kiriyama.
Seorang perempuan tengah berjalan dengan sambil membawa catatan dokumen dari ruangan lain yang jaraknya lima ruangan dari sebuah ruangan mewah.
Penampilan yang sepantasnya dan blazer yang dia pakai, tidak salah lagi dia adalah Kanagi Akane. Setelah membawa berkas penyelidikan dari ruangan itu, ia hendak kembali menuju ke ruangan mewah tadi di mana Fusaku berada.
Tepat dirinya berada di depan pintu ruangan tempat di mana Fusaku berada.
“Permisi,” Akane memberanikan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan itu.
Ia sama sekali belum membuka pintu, baru memegang gagangnya saja.
Dan tepat pada momen itu, ia menyadari bahwa gagang pintu itu berubah warna menjadi lebih gelap dari yang semestinya. Bukan tanpa alasan benda itu berubah menjadi berwarna gelap. Satu kemungkinan — Sihir.
“.. Apa-apaan ini? Gagang pintunya menjadi gelap?..”
Suara dentingan dari senjata tajam terdengar keras sampai kepada telinganya.
Suara dentingan senjata? Jangan-jangan pertarungan?, pikir Akane.
Akane kemudian membuka pintu, dan masuk ke dalam ruangan itu.
Dan kemudian betapa terkejutnya ia ketika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dalam ruangan itu selama ia pergi tadi.
“O—oh?” kata seorang pemuda bertudung hitam, yang terlihat berhadapan dengan Fusaku yang sedang terdesak itu. “Satu lagi pengganggu, ya?..”
Melihat kondisi Fusaku yang nampak lusuh dan terluka di bagian bahunya, terduduk di bagian dinding ruangan dengan kondisi seperti itu, membuat Akane menatap pemuda bertudung itu tajam. Pasalnya, ia baru saja melihat sebuah perencanaan dari penyerangan.
“...” Akane kembali diam, sembari menggerakkan tangannya secara tersembunyi di bagian belakang pinggangnya.
Fusaku menatapnya dengan penuh risau. Ia ingin berkata larilah! atau semacamnya yang sama dengan itu, hanya semata-mata agar Akane selamat.
“.. A—Akane.. larilah..” rintih Fusaku.
Spontan, Akane mengangkat tangannya dan mengarahkannya kepada pemuda bertudung itu.
Apa yang dia lakukan? Pemuda bertudung itu kebingungan dibuatnya.
Cahaya menyelimuti ruangan secara tiba-tiba, dan kemudian menjadi satu di tangan Akane dan membentuk sebuah lingkaran sihir.
“Sihir, ya?!” Pemuda itu terkejut.
Lingkaran sihir itu diaktifkan, dan mengeluarkan api panas yang tidak ada habisnya.
Inferno Foil? Pemuda itu kembali lagi terkejut melihat mantra yang dilepaskan Akane.
Tidak lain itu adalah mantra tingkat menengah untuk mengeluarkan api. Sihir ini bisa membakar sebagian dari ruangan itu kalau lepas kendali.
Api itu mengenai pemuda bertudung itu dan menyelimutinya habis. Hanya terlihat kobaran dari perapian yang dibuat Akane itu saja.
Seharusnya itu cukup untuk melukainya.
Entah perbuatan dia, secara tiba-tiba, api itu lenyap tak bersisa.
Dan pemuda itu tidak terbakar sama sekali. Dirinya masih utuh, seperti kisah Tiga Orang Beriman di Babel.
“Apiku tidak mempan?!” Akane kebingungan.
“Yah, sayang sekali ya?” kata pemuda itu. “Sepertinya untuk hari ini cukup sampai di sini saja.”
Pemuda itu kemudian terjun bebas dari jendela ruangan itu yang mengarah keluar, seiring heningnya malam menemani hilangnya keberadaannya di sana.
“Sial! Dia lari!”
“.. Tidak usah dikejar..” kata Fusaku yang mencoba untuk berbicara. “Cukup perkuat pertahanan di wilayah ini..”
“.. Baik.” Akane menyahut.
Kemudian ia pergi berlari keluar ruangan, meninggalkan Fusaku sendirian (lagi) di ruangan itu. Dalam keadaan terdiam di sofa, ia masih memaksakan dirinya untuk berpikir keras setelah mengetahui kondisinya itu.
“.. Sepertinya, kekacauan baru saja di mulai ya?..”
◊ ◊ ◊
Tokyo, tepat di pertengahan bulan. (April 2021, 6.30 AM)
Pagi menghiasi rumah seorang remaja yang sedang terlihat menggunakan seragam sekolah di teras rumahnya. Penampilan yang rapi membuatnya disukai oleh tetangga-tetangga sekitarnya.
Walaupun begitu, posisi rumah itu berada di kompleks yang amat sepi, dan rata-rata penduduknya ialah pekerja kantoran, lain pula halnya istri-istri mereka yang sebagiannya bekerja dan sebagiannya sebagai ibu rumah tangga.
Rumah itu tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil. Itu sangat cukup untuk dihuni satu keluarga yang terdiri dari empat orang anak dan ayah-ibu mereka. Model rumah itu terbilang modern, mengetahui jenis kayu di bagian pintunya yang berkualitas.
Ditemani suara berita dari televisi, ia bergegas mengambil sarapannya dan memakannya sebaik dan secepat mungkin. Di dalam alarm yang ia setel di ponselnya, terlihat tulisan di bawah jam di mana ia harus bangun yang bertuliskan : Upacara Masuk SMA.
Kemudian ia membuka pintu rumahnya, menatap teriknya matahari di pekarangan rumahnya.
Melangkah maju ke depan, dan mengunci pagar rumahnya, ia bersiap untuk mengikuti upacara masuk.
◊ ◊ ◊
Menempuh perjalanan sekitar lima belas menit dari rumahnya, remaja itu mengambil rute cepat dengan menggunakan kereta sebagai sarana transportasi menuju sekolah.
Ia kemudian turun di stasiun, berjalan keluar stasiun dengan membawa tasnya, sambil memperhatikan sekitarnya, lalu menatap ponselnya.
Di ponselnya terdapat sebuah peta yang menunjukkan letak di mana sekolah yang akan ia tuju sekarang.
Anak panah pada peta menunjukkan arah ke mana ia harus pergi. Dan sekarang anak panah itu mengarahkan dirinya untuk keluar dari stasiun kereta bawah tanah itu.
Ia sudah berjalan untuk setengah kilo meter dari arah stasiun itu, dan peta GPS di ponselnya itu menunjukkan ke arah sebuah bangunan di pinggiran jalan raya.
Tidak lain, bangunan itu ialah sebuah kafe.
Ia melangkah masuk ke kafe itu. Dengan perasaan bingung, ia menelusuri setiap sudut bangunan kafe itu. Terlihat pula beberapa remaja sebayanya yang seperti dia. Memang tidak terlalu banyak orang di sana. Hanya ada beberapa pegawai kantoran dan murid dengan seragam yang sama dengan dirinya.
“Ini tempatnya?..” gumamnya.
Dirinya telah berada di sebuah pintu di bagian terpencil di ruangan itu. Sengaja dibuat atau tidak, pintu itu terlihat tua dan mencurigakan, berada di tengah-tengah kafe yang modern.
Mari kita lihat. Ia memberanikan dirinya untuk menguak isi dari pintu itu.
Pintu itu dibukanya, dan ia melangkah masuk.
Dan terlihatlah sebuah kompleks yang amat besar dari bangunan kafe itu. Sangat ramai dan padat. Sungguh aneh bagaimana bisa sebuah kompleks besar bisa muat di ruangan sekecil itu dengan pintu yang tidak terlalu mencolok.
Tidak lain hal itu dilakukan memang untuk menjaga kerahasiaan.
Dia baru saja mengakses Domain dari penyihir. Yang berarti bahwa dia adalah salah satu dari kaum yang bisa mengakses Domain Penyihir itu.
Dengan kata lain, ia adalah seorang penyihir.
ns 172.69.7.151da2