×

Penana
search
Loginarrow_drop_down
Registerarrow_drop_down
Please use Chrome or Firefox for better user experience!
If We're Not Meant To Be
1.9K
0
0
141
0

Juno benar-benar tidak pulang ke rumah. Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Juno lebih memilih menghabiskan malam di apartment milik Nasya ketimbang rumah yang ia tempati bersama Lily. Tapi baru kali ini akhirnya Juno kepergok langsung oleh Hanna, mamanya. Ya, Hanna sudah mengetahui kelakuan anak sulungnya itu. Bukan Lily yang mengadu, tapi Hanna sendirilah yang mengetahuinya dari notifikasi chat Bobby di ponsel Lily kemarin malam. Lily yang pergi ke dapur untuk mengambil minum, meletakkan ponselnya begitu saja di atas meja ruang tengah. Hanna pun tidak sengaja membaca chat Bobby dari layar ponsel yang menyala saat notifikasi itu masuk. 

Karena Hannya membaca sendiri chat itu, Lily jadi tidak memiliki alasan lagi untuk menutupi keberadaan Juno. Lily memang selalu seperti itu. Mengatakan Juno sedang ada pekerjaan mendadak, pergi ke rumah Yoyo untuk urusan bisnis, atau bertemu klien di luar kota, dan alasan-alasan lain yang harus dibuat Lily agar orang tuanya tidak mengetahui kemana sebenarnya Juno pergi. Juno diberi tanggung jawab untuk mengelola bisnis keluarga, tapi hampir sebagian besar waktunya ia habiskan bersama dengan Nasya. Beruntung bisnis keluarganya tidak bangkrut. 

Lily melakukan semua itu tujuan utamanya bukan untuk melindungi Juno. Ia hanya terlalu malas jika harus beradu mulut dengan Juno yang seringkali mengomel padanya jika orang tua Juno sampai tahu ia pergi bersama dengan Nasya. Juno akan selalu menuduh Lily sengaja melaporkan dan menjelekkannya ke orang tuanya, agar orang tua Juno memarahinya terus menerus. Lily terlalu malas berdebat dengan Juno tentang hal-hal seperti itu. Apalagi dengan kondisinya yang sedang hamil seperti itu, mood Lily sering sulit dikendalikan. Lily merasa meladeni Juno hanya akan semakin membuatnya lelah saja. 

“Juno sering seperti ini, Ly?” tanya Hanna yang sedang duduk di atas sofa di seberang tempat Lily duduk. 

“Engga kok, ma. Walaupun dia suka keluar, tapi biasanya selalu pulang kok. Mungkin ada urusan yang perlu dia selesaiin, makanya dia nginap di sana, ma.” 

“Apapun alasannya, tidak pernah pantas untuk laki-laki yang sudah menjadi seorang suami menginap di tempat perempuan lain. Apalagi istrinya di rumah sedang mengandung. Papa akan marah besar kalau tau kelakuan Juno seperti ini.” Hanna berbicara sangat serius. Wanita paruh baya itu sangat merasa kecewa dan sakit hati karena ulah anak sulungnya. 

“Ma, jangan kasih tau papa ya, ma. Bentar lagi Juno pasti pulang.” 

“Ly, mama ngerti kok seperti apa hubungan kamu sama Juno. Tapi kamu jangan terus-terusan menutupi kelakuan buruk Juno, Ly. Kamu juga jangan selalu mengalah seperti ini. kamu berhak marah dan kamu juga berhak untuk melarang Juno kalo dia mau pergi-pergi seperti ini.” 


Melarang? HAHA

Jangankan melarang. Berbicara dengan Juno saja hanya kalau ada hal-hal yang perlu dibicarakan. Selebihnya mereka akan sibuk dengan kehidupan masing-masing. 


Terdengar suara pintu utama terbuka, lalu disusul dengan suara langkah seseorang yang semakin mendekat. Itu suara langkah Juno. Lily hapal betul suara langkah itu. Tidak hanya karena di rumah itu hanya ada dia dan Juno yang tinggal. Namun, di keramaian sekalipun, Lily akan tetap bisa mengenali suara langkah Juno. Suami yang tidak pernah ia harapkan itu. 


Langkah Juno terhenti ketika ia mendapati mamanya sudah duduk di atas sofa dengan tatapan yang seolah siap merajamnya.


“Dari mana kamu?” tanya Hanna dengan nada datar namun juga terasa jam. 

“Dari … cari sarapn, ma. Mama udah dar tadi? atau-“

“Mama sudah di sini dari tadi malam.” Hanna memotong ucapan Juno, membuat anak sulungnya itu semakin mebelalakkan kedua matanya seolah ia tidak percaya. Juno lalu mengalihkan pandangannya kepada Lily. Sementara Lily memilih hanya diam tertunduk seolah tak ingin terlibat.

“Kamu ngerti ngga sih, Jun, kalo apa yang kamu lakukan ini sudah sangat amat keterlaluan. MAU JADI APA KAMU INI, JUN?! JAWAB MAMA!” 

.

.

Hampir satu jam waktu yang dihabiskan Hanna untuk mencerca Juno dengan segala macam bentuk kalimat yang berisi kekecewaan dan kemarahan seorang ibu. Selama itu pula, Lily hanya diam, tak bersuara sedikitpun. Begitu pula dengan Juno yang hanya sesekali menjawab mamanya sebagai usaha untuk mencari alasan dan membela diri. Namun lagi-lagi berujung dengan Hanna yang tetap menyalahkan Juno.


“Bahkan sejak sebelum ada Lily, mama sama papa ngga pernah setuju kamu pacaran sama Nasya. Apalagi sekarang sudah ada Lily dan Lily juga sedang mengandung anak kamu, bisa-bisanya kamu malah ngelakuin ini, Jun. Kamu tau ngga sih kalo kamu itu sudah menyakiti Lily! Kamu juga sudah menyakiti mama dan papa, Jun. Kakmu bener-bener keterlaluan Juno!”


Tak ada lagi kalimat pembelaan diri dari Juno. Ia hanya diam sambil menyandarkan bahunya di dinding, dan saat itu Juno merasa kakinya sudah sangat pegal berdiri hampir satu jam.


“Minta ampun sama istri kamu, Jun. Jangan sampai perbuatan kamu yang menyakiti Lily ini jadi tulah buat diri kamu sendiri.”

“Mama kok jadi nyumpahin Juno sih, ma?”

“Mama ngga nyumpahin kamu, Juno. Semua perbuatan pasti akan ada akibatnya. Perbuatan buruk kamu ini juga pasti akan mengakibatkan hal buruk juga untuk hidup kamu. Makanya sebelum terlambat, cepat kamu minta maaf sama Lily dan jangan lakukan kebodohan seperti ini lagi. Sebelum terlambat dan kamu akan menyesal.” Hanna lalu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekat ke arah Juno. 

“Dosa besar kamu tega menyakiti hati istri yang lagi susah payah mengandung anak kamu, Jun. Ingat omongan mama. Cepat minta maaf sama Lily.” 

Hanna lalu menoleh ke arah Lily yang masih tetap pada posisinya sejak tadi. 

“Ly, mama harus pergi ketemu klien, dan kerjaan ini ngga bisa dicancel. Ingat pesan mama tadi, Ly. Kalian selesaikan berdua. Kalau Juno macaem-macem ke kamu, segera kasih tau mama. Mama pergi dulu.” 

Lily hanya mengangguk pelan, sebelum akhirnya Hanna pergi meninggalkan rumah itu tanpa berpamitan pada Juno, anaknya. Lily yang sudah terlalu muak dengan apa yang ia saksikan sejak tadi lalu bangkit dari sofa dan beranjak pergi dari situ.


“PUASKAN LO?!” Juno berteriak sembari membanting vas bunga ke lantai hingga membuatnya pecah berantakan. Lily bersikap seolah tak peduli dan tetap melanjutkan langkahnya meninggalkan Juno masuk ke dalam kamar.


favorite
0 likes
Be the first to like this issue!

X