×

Penana
search
Loginarrow_drop_down
Registerarrow_drop_down
Please use Chrome or Firefox for better user experience!
Stream Velt
R
0
0
0
100
0

swap_vert

Stream Velt
Knight 1
“Apa kau tau tentang legenda Arthur dan 12 kesatria meja bundar ? Legenda yang berasal dari inggris ini sebenarnya memiliki cerita lain di dalamnya. Cerita tentang dua dunia. Dunia yang disebut sebagai Dunia Myth, dan Dunia yang disebut sebagai Dunia Sihir. Dua peradaban yang terbentur karena keseimbangan antar dimensi yang terpecah, menyebabkan perang besar yang disebut sebagai Akhir dunia. Namun, apakah dunia berakhir setelahnya ? Tidak. Perang ini berlangsung cukup lama. Perang antara penghuni dunia sihir, kaum penyihir yang dipimpin oleh Sang Raja, Arthur Pendragon. Dan penghuni dunia Myth, kaum barbaric yang hingga kini tidak diketahui siapa pemimpinnya. Walaupun perang berada di dunia penyihir, kaum barbarik mampu memukul mundur. Mendesak kaum penyihir hingga ke titik darah penghabisan. Api menjalar menutup seluruh dunia. Perpecahan terjadi antar kaum sendiri. Menyebabkan penghianatan, pembunuhan tak berdasar.
“Lalu, perang sampai di titik akhirnya. Arthur dengan sebelas orang kepercayaannya sudah terdesak. Bahkan Sir Lancelot sudah meminta kepada Sang Raja untuk menarik pasukannya dan mundur. Setidaknya mereka selamat di hari ini untuk membalas di esok hari. Namun Sang Raja menolak. ‘Tak ada kemenangan tanpa pengorbanan’. Disaat itulah Sang Penyihir agung mulai menampakkan dirinya. Memperkenalkan dirinya pada dunia. Merlin, Namanya. Dibantu dengan Sang Penyihir disisinya, Arthur berhasil menaklukan kaum barbarik dan mengambil alih seluruh kekuasaan atas dimensi ini. Tak lama setelah itu perang pun berakhir.
Sesaat setelah perang itu berakhir, Dunia Kembali damai. Kehidupan mulai tertata dari awal. Namun bagaimana dengan nasib kedua belas kesatria ?. Mereka tengah sibuk dengan sosok yang dikenal sebagai Merlin ini. Ia menghilang, tanpa jejak. Arthur yang menjadi orang terdekat dengannya menyuruh ke-sebelas kesatria itu untuk mencarinya. Dan mereka pun tak pernah terlihat lagi setelah itu.
“Tapi ma… mereka menemukannya kan ?”
Mendengar pernyataan itu sang ibu hanya tersenyum lalu berkata “ Hari sudah malam. Ini waktunya kamu tidur”. Ia mengecup dahi sang putra lalu ikut tidur disebelahnya.


Brak !!
“Fa’I !!!”
Empunya nama terbangun dari tidurnya, menatap papan dengan pandangan yang masih buram dan pening menghuni kepalanya. Omelan dari gurunya pun datang. Fa’I yang masih setengah mengantuk hanya bisa mengiyakan ucapan gurunya. Begitu sang guru sudah puas dengan pelampiasannya ia pergi meninggalkannya. Fa’I hanya duduk tenang setelahnya, dengan mata menatap papan, namun pikiran ntah kemana.
Fa’I adalah salah satu murid dari sekolah sihir, sekolah yang ditujukan bagi mereka yang ingin menjadi seorang penyihir. Ribuan calon penyihir muda dilatih untuk melindungi dunia dari ancaman yang akan datang. Banyak orang mengira bahwa semua makhluk tak dikenal seperti ; naga, kraken, bidadari, tidaklah ada. Sebenarnya mereka ada, namun eksistensinya di dunia ini cukup rendah. Manusia sudah mendominasi lebih dari 70% populasi di planet ini. 
 “Fa’I, coba praktekan !”
Guru pun menberi perintah disaat Fa’I masih dalam keadaan tidak siap. Membuatnya gelagapan hingga merapalkan mantra yang salah.
“saya menyuruhmu untuk merapal mantra bola api. Bukan mantra petir. Kenapa yang keluar malah petir ?” Serunya
“Haha… dasar murid gagal. Mending berhenti deh, gausah sekolah sini lagi”
“Hush. Kalian tidak boleh seperti itu, walaupun ucapan kalian benar tidak berarti kalian bisa seenaknya”
[kata katamu seakan akan menyuruhku makin menerimanya] pikir Fa’i
“Ya sudah, Fa’I kamu pergi keruang hukuman sepulang sekolah.”
“kenapa ?”
“karena kamu tidur tadi”
Fa’I hanya mengiyakan perintahnya dengan wajah yang lesu.

“Ini sudah yang ketiga kalinya kamu ikut kelas hukuman. Ada dengan dirimu Fa’I ?” ucap kepala sekolah ini
Saat ini Fa’I tengah berada di ruang kepala sekolah. Karena ia sudah tiga kali melanggar aturan akademi ia pun berakhir di sana. Ia berdiri didepan meja kepala sekolah. Wajahnya menunjukkan tidak peduli. Ia hanya ingin cepat cepat pergi dari ruangan itu. Kepala sekolahnya sok sibuk dengan membaca laporan hukuman Fa’I . Padahal, dengan jelas disana hanya ada selembar kertas kecil yang bertuliskan “Tidur saat kelas”.
“Aku tau nilaimu dalam sihir rendah, namun bukan berarti itu buruk.”
“setidaknya berusahalah agar tidak terkena hukuman.”
Fa’I memalingkan pandangannya
“hah… mau bagaimana lagi, besok saya ingin orang tuamu menghadap ke saya jam sepuluh”
Fa’I sontak menolak permintaannya
“kumohon pak, apapun selain itu”
“Maaf nak, tapi tak ada cara lain. Berikan ini pada orang tuamu, besok saya tunggu”
Tatapannya menjadi suram. Ia mengangguk lemah, lalu pergi dari ruang kepsek dengan secarik kertas. Sesampainya diluar ruangan, tangan kirinya mengepal begitu erat hingga keluar darah dari tangannya kirinya. Ia melihat tangan kirinya yang bersimbah darah, lalu mendesah perlahan. Mia mengambil secarik kain dari sakunya lalu melilitkannya pada tangan kirinya itu.

*

Pintu berderit. Cahaya merambat memasuki ruangan. Menyisahkan sebuah bayangan seorang remaja. Ia masuk dan berusaha untuk menutup pintu perlahan. Anak itu berteriak, berusaha memancing perhatian sang ibu. Namun tak ada tanda tanda jawaban dari ibunya. Ia hanya menghela napas, lalu menaruh surat panggilan tadi di meja ruang makan dan pergi kekamarnya, mengurung diri hingga esok
Silau cahaya pagi membangunkannya. Ia melihat kalender di dinding dan sadar. Ini masih terlalu pagi untuk bangun di hari minggu. Namun, ia berencana untuk bangun dan membuatkan sarapan hingga, dengan kasar pintu didobrak. Muncul seorang pria paruh baya. Dari wajahnya, terlihat bahwa ia tengah marah besar.
“apa ini ?” tanyanya dengan menunjuk surat panggilan di tangannya
“kau berulah lagi ? ada apa denganmu ? masih belum cukup ha membuat kita sengsara ?”
“harusnya itu aku yang bilang…”
“apa katamu ?”
Pria itu pun mulai mengangkat tangannya hendak memukul, namun istrinya menghentikannya. Menahan tangan yang sudah mengacung siap. Tanpa rasa kasihan ia mendorong istrinya cukup keras lalu menamparnya
“apa lagi ? kau ingin berulah juga ? tidak ibu tidak anak sama saja. Aku sudah pusing dengan ini semua” ucapnya lalu pergi.
Ibu anak itu menghampirinya lalu bertanya “kau tak apa ?”
Namun anak itu hanya diam. Ia tak bereaksi sama sekali. Ini sudah biasa baginya. Dipukuli hanya karena hal remeh. Biasanya bisa lebih buruk dari ini.
“Mama buatkan sarapan ya. Nanti kamu makan di bawah” ucapnya
Anak itu hanya mengangguk sebagai jawaban

*

Prang !!!
Dengan jelas terdengar suara barang pecah dari dapur. Fa’I pun langsung pergi kedapur untuk memeriksa ada apa. Sesampainya ia melihat puluhan piring hanya tinggal pecahannya di lantai dengan ibunya didekatnya. Ayahnya melihatnya dengan tajam. Dan Fa’I hanya bisa menunduk. Ayahnya berdecak lidah melihatnya. Ia Kembali ke apa yang ia lakukan sebelumnya. Berbagai macam sumpah serapah keluar dari mulut ayahnya untuk ibunya. Bahkan ia hampir memukulnya lagi. Fa’I pun hendak menghentikannya. Namun mereka dihentikan oleh suara bel.
“Siapa sih ? pagi pagi seperti ini” ucapnya geram sembari menghampirinya. Begitu ayahnya keluar dari dapur. Fa’I mengangkat ibunya, membantunya berdiri. 
“Mama ga apa apa ?” tanyanya
Ibunya hanya menggeleng lemas sebagai jawaban.
Dengan kesal ayah mereka menghampiri tamu tak diundang itu. Hentakan kaki yang ia keluarkan menunjukkan  seberapa kesal. Sekali lagi bel itu bersuara. “Iya bentar ! yang sabar dikit napa sih !” ucapnya keras. Namun, begitu ia melihat siapa yang ada dibalik pintu ia menyesal sudah berkata seperti itu. Seorang gadis cantik dan seorang pria paruh baya adalah tamunya.
“ada apa ?” tanyanya gugup
“sudahlah keyx. Aku sudah tau tabiat mu. Aku akan membawa adik dan keponakanku Kembali.”
“tunggu ini tanpa sebab. Kalian tidak bisa seperti itu saja membawa mereka. Kalian tidak punya bukti.”
Raut wajah lawan bicaranya mulai terlihat cukup yakin.
“Fa’I, apa ayahmu baru saja melakukan kdrt ?”
Fa’I hendak menjawabnya namun ragu. Ia melihat ekspresi yang dibuat ayahnya seakan berkata “awas saja kalau kau sampai berkata ya”. Namun ia tak lagi ingin melihat ibunya sengsara. Tapi, ia tak ingin keluarga mereka terpisah. Sudah cukup sekali, ia tak ingin kehilangan  satu keluarga lagi.
“hei, dik. Berhenti mencoba melindunginya. Setelah apa yang ia lakukan terhadap kalian selama beberapa tahun ini, ia tak pantas mendapatkanya.” Ucap gadis itu.
“Jika kau kesulitan untuk memutuskan, setidaknya pikirkan ibumu”
Ia pun menatap ibunya yang baru saja datang. Ia hanya tersenyum kepadanya. Lalu berkata “Apa ? Ada apa ?”. Fa’I tampak mempertimbangkan keputusannya hingga akhirnya. Satu kata keluar dari mulutnya. Satu kata yang merubah seluruh hidupnya. Satu kata sebagai bentuk dari pilihannya. Namun, sejak ia mengucapkan satu kata itu, ia tak pernah lagi bertemu dengan ayahnya
“Ya. Ia melakukannya”

*

“Dimana ini ?” Tanya Fa’I begitu melihat sebuah istana di depannya.
“Ini rumah kalian yang sebenarnya. Kediaman Mer” Jawak gadis itu
“Maksudnya ?”
“ Ini adalah tempat ibumu dan ayahku dilahirkan. Istana keluarga Mer.”
“Berarti paman juga keluarga Mer ?”
“Kurang lebih seperti itu”
Fa’I tak mengerti maksud ucapan dari paman itu, namun ia hanya mengiyakan karena mereka sudah sampai. Kereta kuda berhenti di depan pintu masuk istana. Begitu ia turun, puluhan pelayan sudah siap menyambutnya. Ini adalah suatu hal yang jarang ia lihat. Beberapa pelayan itu langsung mengambil barang bawaan Fa’I dan ibunya. Namun ibunya menolak dan meminta untuk langsung menunjukkan kamarnya. Berbeda dengan Fa’I, ia meminta untuk diberi tour ke seluruh Istana. Ia Nampak begitu menikmatinya.
“Fa’I, Ini Jes’ka. Dia adalah pelayan pribadimu sekarang. Apapun yang kau inginkan sampaikan saja padanya.” Ucap pamannya sembari menunjukkan seorang gadis dengan pakaian pelayan disisinya.
“Tapi paman Shi’ka, dia perempuan.”
“Memangnya kenapa ?”
“Apa dia tak apa dengan ini ?”
“Kenapa tak kau tanyakan sendiri saja ?”
“Eh…… Apa tak apa kau menjadi pelayan pribadiku ?”
“Saya tidak merasa keberatan tuan. Walaupun saya masih baru sebagai pelayan di sini, saya akan berusaha untuk memenuhi apa yang tuan butuhkan. Dan jika tuan menganggap saya tidak pantas, saya bersedia untuk digantikan.”
“eh… tak apa. Aku tak keberatan. Oh dan satu lagi, tolong jangan panggil saya Tuan. Panggil saja nama ku.Kelihatannya kita sepantaran”
“Maaf tuan tapi saya tidak berani untuk memanggil anda seperti itu.”
“Kau akan memenuhi apa yang kubutuhkan bukan ?”
Gadis itu terdiam mendengar ucapan Fa’i
“jadi perintah pertamaku untuk mu adalah, panggil aku dengan nama asliku jangan dengan embel embel tuan”
“baik lah, Tuan Fa’I”
“tanpa ‘Tuan’”
“baik Fa’I”
“Bagus, sekarang aku ingin tahu tentang seluruh istana ini”
“Kalau begitu akan saya pandu” Ucap seorang pelayan dibelakang pamannya
“saya Christ. Kau bisa memanggilku sesukamu. Saya adalah pelayan pribadi tuan Shi’ka”
“Kalau begitu Pak Christ, tunjukan jalannya”
Mereka pun pergi mengelilingi istana dipandu oleh Pak Christ.

*

Esoknya,
Fa’I pergi ke dapur. Mencari sesuatu untuk dimakan. Namun sesampainya ia melihat ada beberapa pelayan tengah memasak. Ia menghampiri mereka, membuat mereka terkejut karenanya. Fa’I pun tertawa melihat mereka.
“Tak apa, aku terbiasa masak sarapan sendiri atau dibuatkan ibuku. Aku belum terbiasa dengan ini" ucapnya
“bila tuan ingin, tuan bisa memasaknya sendiri kami takkan menghalangi anda” jawab salah satu pelayan yang ada di sana
“tak apa, aku hanya belum terbiasa” ucapnya lalu pergi
Begitu ia keluar ia melihat kabut tipis menyelimuti sekitarnya. ‘Ini masih terlalu pagi untuk bangun’ pikirnya. Ia melihat ada seorang gadis di tengah kabut itu. Itu adalah gadis kemarin yang menjemputya. Ia pun menghampirinya.
“Mbak Nar’u ?”
“Oh hei Fa’I apa yang kaulakukan sepagi ini ?”
“Aku belum terbiasa dengan suasana ini. Bagaimana dengan mu mbak ? apa yang kau lakukan sepagi ini ?”
“Aku baru saja Latihan”
“Latihan sihir ?”
“Yap, kau ingin ikut ?”
“Aku hanya akan melihatmu saja”
Ia pun pergi dengannya. Melihatnya Latihan sihir membuat nya iri akan sepupu nya itu. Nar’u mengeluarkan gelombang sihir yang cukup besar. Sekilas Nampak ia tengah berusaha untuk mengontrol gelombang sihir itu. Aura yang ia keluarkan cukup untuk memberikan tekanan yang begitu besar.
“apa yang kau lakukan mbak ?”
“aku berusaha untuk meningkatkan sihir ku”
“apa itu bisa dilakukan ?”
“itu tidak mustahil. Namun ini adalah caraku sendiri, jadi kau takkan bisa menggunakannya”
“baiklah”
Beberapa waktu telah berlalu. Peluh keringat membanjiri Nar’u. Fa’I yang melihat hal itu ia memberinya handuk disebelahnya. Tepat setelah itu, Jes’ka datang memanggil mereka.
“Nyonya muda, Fa’I sarapan sudah siap” ucapnya
Mendengar hal itu mereka menghentikan aktivitas mereka. Pergi ke ruang makan Bersama-sama.

*

Denting suara piring dan sendok yang beradu memenuhi ruang makan. Mereka hampir selesai dengan aktivitas mereka. Begitu makanan penutup sudah habis, paman Shi’ka mulai membuka percakapan.
“Fa’I, besok akan datang penjahit. Ia akan mengukur pakaian yang cocok untukmu di akademi nanti”
Fa’I hanya diam tak menjawab.
“akan kupastikan ia mengukurnya besok dek” ucap ibunya
“aku akan menata keperluanku, aku akan undur diri terlebih dahulu. Makasih makanannya paman” ucap Fa’I lalu pergi.
“ada apa ?” tanyanya begitu Fa’I sudah tidak ada di ruangan
“apa kau tau gejala keluarga Mer ?”
“ya, gejala dimana saat mereka akan kehilangan kekuatan mereka untuk sesaat lalu mendapatkan yang lebih banyak”
“Fa’I mengalaminya. Namun bukannya meningkat kekuatannya malah semakin surut. Bahkan ia sering di bully karena nya. Jika bukan karena suamiku, aku sudah memindahkannya sedari dulu”
“aku akan menyusulnya.” Ucap Nar’u

Suara pintu diketuk membuyarkan lamunan Fa’I. ia melihat Nar’u tengah berdiri di depan pintu. Ia tersenyum lalu bertanya “ada apa mbak ?”
“Kau tak apa ?”
“Aku tak apa. Emangnya kenapa ?”
“Kau… Sihirmu…”
“Ah, kau sudah tau ya ? ibuku sudah cerita ?”
“apa kau akan berhenti dengan mimpi sebagai seorang penyihir ?”
“apa aku masih pantas memimpikannya ?”
Ucapannya membuat Nar’u membisu. Lalu, Nar’u punya ide untuknya.
“Baiklah jika itu maumu”

*

“Apa kau tau, seorang penyihir adalah seorang yang mampu melindungi semua orang. Mereka begitu kuat dan keren”
“benarkan ? seperti apa penyihir itu ?”
“Seorang penyihir yang terbaik. Adalah seorang penyihir yang mampu menggunakan segala yang ia miliki untuk orang disekitarnya”
“kalau begitu, aku ingin menjadi seorang penyihir yang kuat nanti. Aku akan melindungi papa, mama, dan Ir’ha”
“Kalau begitu belajarlah lebih tekun, mama akan menunggunya”

Fa’I terbangun dari tidurnya. Ia tertawa kecil sembari memeluk dirinya.
“huh… Bodohnya aku. Menjadi penyihir sudah menjadi hal yang mustahil untukku” ucapnya. Ia melihat jam di dinding, yang menunjukkan dini hari. Ia berusaha untuk Kembali tidur namun tak bisa. Alhasil, ia pergi ke taman. Berusaha mengalihkan pikirannya. Ditemani dengan cahaya rembulan ia berdiri di taman. Kenangan tadi membuatnya mengingat hal buruk.
“ada apa ? apa Fa’I susah tidur ?”
Jes’ka tiba tiba datang menemaninya. Berdiri dibelakangnya. Namun tuannya hanya diam membisu. Fa’I yang duduk di bangku taman dan Jes’ka yang berdiri dibelakangnya.
“lebih baik kau masuk. Ini waktunya untuk tidur. Tak baik perempuan masih diluar jam segini”
“saya lebih dari cukup bisa menjaga diri saya sendiri”
“bukan itu yang kumaksud. Tak baik untuk tubuhmu keluar malam malam”
“begitu juga denganmu Fa’I”
Mendengar hal itu, Fa’I menatapnya. Ia tersenyum. Ia pun menyuruhnya untuk duduk disampingnya dari pada berdiri terus di belakangnya. Namun Jes’ka menolak. Fa’I yang terus memaksa membuat Jes’ka akhirnya menyerah.
“kau tau. Aku punya permintaan. Yang satu ini kau boleh menolaknya”
“apa itu Fa’I ?”
“Bisakah kau tak usah berbicara terlalu formal ? setidaknya saat kita hanya berdua” ucapnya sembari tetap menatap langit. Jes’ka pun menatapnya setelah ia mengatakan hal itu.
“jika hanya seperti itu tak masalah” jawabnya.
Tak lama setelah itu Fa’I berdiri, meregangkan tubuhnya lalu mengajak Jes’ka untuk Kembali kedalam. Jes’ka pun menurut dan mengikutinya

Esoknya Fa’I menolak ajakan pamannya. Pamannya pun hanya mengiyakan melihat dari kondisi Fa’I yang seperti itu. Namun berbeda dengan Nar’u ia masih berusaha untuk meyakinkan Fa’I masuk ke akademi. 

*

Beberapa minggu berlalu setelah itu. Fa’I memiliki guru privat yang mengajarinya mengenai politik. Ia terlihat serius dengan apa yang ia pelajari. Ibunya pun hanya bisa mendukungnya. Sedangkan Nar’u menghilang tanpa kabar. Namun ia yakin mbak nya itu takkan apa apa. Ia adalah gadis kebanggaan keluarga Mer. Seorang yang menjadi murid terbaik di akademi ternama, akademi XOUN. Ia menjadi murid terbaik dan lulus dengan nilai terbaik dibandingkan dengan sekolah lainnya. Sekarang ia bekerja sebagai seorang penyihir dibawah naungan pemerintah.
Lalu suatu waktu, saat Fa’I baru Kembali dari kota. Ia baru datang dengan kereta kuda milik keluarganya. Ia melihat ada seorang pria tua berdiri didepan istana. Pakaiannya yang compang camping, membuatnya tampak kumuh. Ia Nampak tengah mencari sesuatu atau seseorang. Fa’I pun memberhentikan kereta kudanya. Ia turun dan menghampiri pria tua itu. 
“Ada apa anda di sini paman ?” tanya Fa’I berusaha untuk sopan
“Tak ada, aku hanya kelaparan. Bisakah kau memberi pria malang ini sepeser koin untuk makan ?”
Fa’I tersenyum mendengar hal itu. Lalu ia berkata “Jangan berdiri di sini pak. Anda menggangu jalan masuk kereta kuda kami”
Mendengar hal itu pria tua itu meminta maaf kepada Fa’I, lalu beranjak pergi
“Hei, mau kemana kau ?”
“Ya ?”
“Kau bilang kau lapar. Masuklah” ucapnya
Pria tua itupun tersenyum Bahagia. Ia menurut dan masuk ke dalam kediaman Mer Bersama dengan Fa’i. Saat mereka masuk, tak ada satu pelayan pun yang berani menghamiri Fa’i. ‘mungkin mereka merasa jijik terhadapnya’ begitulah pikir Fa’i. ia pun melayani pria tua itu sendiri. Dari makanan yang ia makan, hingga pakaian yang ia kenakan. 
Saat mereka tengah makan di ruang makan, pamannya masuk ke ruangan dan terkejut melihat siapa yang dihadapannya. Pamannya pun memanggil Fa’I ingin bicara secara empat mata. 
“apa yang kau lakukan ? bagaimana bisa kau bertemu dengan orang seperti itu ?”
“tak apa ia hanya butuh makan dan minum. Aku membuat semuanya sendiri. Bahkan baju itu adalah baju milikku yang kebesaran”
“Bukan begitu, pria itu adalah –
“Permisi tuan. Semuanya sudah siap” potong pak Christ 
“baiklah kita lanjutkan nanti, aku ada masalah yang harus kuurus.”
Pamannya pun meninggalkan ruang makan Bersama dengan pak Christ. Fa’I pun Kembali ke ruang makan, menemani pria tua tadi.
“ada apa ?” tanya pria tua itu
“nggak, nggak ada masalah yang serius”
“apa mungkin ini gara gara aku ?. baiklah aku akan pergi jika seperti itu”
“tidak tidak, ini bukan tentang anda” jawab Fa’I tidak enak
“sungguh ?”
Fa’I pun mengangguk sebagai jawaban. Pria tua itupun duduk Kembali dan melanjutkan makannya. Ia makan seakan akan tak pernah makan enak sebelumnya. Fa’I yang melihatnya tertawa, membuat pria tua itu bingung. 
“ada apa ?”
“tak apa, baru kali ini aku melihat orang yang makan begitu rakus”
“apa itu sindiran ?”
“bukan bukan. Hanya saja aku pernah merasa kesulitan akan makanan dulu”
Pria tua itu diam memperhatikan Fa’I selama beberapa saat. Lalu melanjutkan acara makannya. 

Tak lama setelah itu, mereka selesai. Pria tua itupun mengambil barang barangnya lalu pamit. Fa’I pun mengantarnya hingga ke pintu depan. Sebelum pria tua itu pergi, ia bertanya sesuatu pada Fa’I. 
“Siapa namamu nak ?”
“Fa’I paman. Fa’I Mer”
“Fa’I Mer ya ?”
“ada apa paman ?”
“tak ada, hanya saja aku penasaran ada putra bangsawan yang masih baik di jaman ini. Benar benar anak yang baik”
“Tidak paman, ini hanyalah etika dasara yang kupelajari. Namun masih banyak yang harus kupelajari”
“lalu, mengapa anak baik seperti mu Nampak seperti kesepian ?”
“maksudnya ?” tanya Fa’I bingung
“yah nggak apa. Ini hanya gumaman orang tua. Tidak perlu kau masukan ke hati”
“mungkin karena aku buruk dalam sihir”
“jaman kini semua yang mereka tahu hanya tentang sihir. Padahal ada banyak macam kekuatan lain yang setara bahkan lebih kuat dari sihir”
Fa’I terkejut dengan apa yang pria tua itu katakan. Saat pria tua itu hendak pergi, Fa’I menahannya”
“Tunggu” ucapnya
“apa kau tau tentang kekuatan lain itu ?”
“tentu saja, kau pikir aku siapa ?”
“huh ?”
“apa kau tak tahu siapa aku ?”
“seorang gelandangan ?”
Pria tua itu terbahak mendengar ucapan Fa’I yang begitu lugu. 
“kau bisa menganggapnya begitu. Aku adalah pengguna Ki”
“ki?”
“ya unsur kekuatan lain selain sihir. Apa kau mau belajar tentang Ki ?” tanyanya.
Saat itu. Fa’I menemukan harapan lain dalam dirinya. Dan Latihan keras pun ia lakukan demi menguasai Ki.

*

    Hari sudah mulai sore. Fa’I saat ini tengah berada di depan pintu menunggu kepulangan ibunya. Kata kata pria tua itu terngiang ngiang. Ia terus menerus memikirkan tentangnya
“pikirkan dulu jika kau ingin menguasai Ki. Penguasaan ki tidaklah mudah. Ini sama seperti kau mengulang dari awal” ucap pria tua itu.
Tak lama kemudian yang ditunggu tunggu pun datang. Kereta kuda keluarga Mer datang. Begitu ibunya turun, Fa’I langsung melompat dan menghampiri ibunya. Ia mengambil koper milik ibunya itu lalu mengantarnya. Ia bahkan menolak permintaan pelayan untuk membawa koper ibunya itu.
“ada apa Fa’I ? tidak biasanya kau seperti ini”
“tak ada kok ma. Aku cuman kangen sama mama”
Ibunya itupun tersenyum dan memeluk anaknya. Ia mengatakan hal yang sama kepada Fai. Mereka sampai di kamar ibunya. Fa’I pun meletakkan koper yang ia bawa di dekat pintu masuk. Fa’I terdiam setelah itu, berusaha untuk mengumpulkan keberanian. 
“ada apa ?”
“ma, aku mau belajar penggunaan ki”
“penggunaan ki ? kau ingin belajar di siapa ? tak banyak pengguna ki di sini”
“tak apa, aku sudah menemukan seseorang yang akan mengajariku. Aku hanya ingin memberi tahumu hal ini sebelum mencobanya. Bisakah aku menguasainya ?”
“pasti bisa. Tak apa cobalah. Mungkin kau tak cocok dengan sihir dan malah cocok dengan Ki. Siapa tau”
“mama ndukung aku ?”
“apapun keputusanmu mama cuman akan mendukungmu dan bila keputusan mu salah, jangan berlarut larut. Mama akan tetap mengomelimu kalau salah dan Bahagia saat kau berhasil”
Fa’I pun beranjak dari tempatnya dan memeluk ibunya itu.
“makasih ma. Besok ia akan kesini, orang yang akan melatihku Ki”
Ibunya pun membalas pelukannya dan berkata “ iya, Latihan yang serius. Jangan aneh aneh’

*

Esoknya, Fa’I Bersama Jes’ka menunggu pria tua itu datang. Tak butuh lama hingga ia datang. Pria tua itu Kembali dengan pakaian yang lebih bersih dibandingkan kemarin. Jes’ka Nampak terkejut melihat siapa yang datang. Namun ia hanya diam tak berani berucap.
“baiklah kita bisa pergi sekarang”
“kemana ?”
“ke hutan selatan. Disana tempat yang cocok untukmu berlatih ki “
“hutan selatan ?”
“iya. Sekitar 10 km dari kota kearah selatan. Tapi kita akan kekota dulu”
“baiklah aku akan memanggil kereta kuda terlebih dahulu”
“nggak… nggak… nggak… kita akan jalan dari sini”
“kenapa ?”
“stamina adalah penyokong penting dalam penggunaan ki. Jadi kau harus membiasakan diri untuk melatih fisikmu itu”
“oke. Ayo kita lakukan”
“baiklah tapi kita akan berhenti ke kota terlebih dahulu. Ada hal yang perlu kulakukan dahulu”
“baiklah”
Setelah itu mereka pun pergi menuju kota. Fa’I dan Jes’ka hanya mengikuti kemana pria tua itu pergi.
Dikantor ibunya, ibunya tengah mengurusi tumpukan dokumen yang harus ia selesaikan hari itu juga. Saat ia melihat keluar jendela dari lantai dua, ia melihat Fa’I tengah berbincang dengan pria tua yang ia pikir adalah orang yang akan mengajarkan Fa’i.
“tunggu dulu, siapa dia ? aku seperti pernah melihatnya “ ucapnya
Pelayan yang berdiri disebelahnya pun ikut menoleh kearah yang tuannya lihat. Ia begitu terkejut begitu melihat siapa yang tuannya maksud
“itu kan Archie”
“Archie ? maksudmu Archie yang itu”
“iya nyonya saya yakin ia adalah Archie yang itu”
“baguslah kalau begitu. Aku bisa tenang jika ia yang mengajar Fa’I tentang Ki. Karena ia yang terbaik dalam bidang ini”
*
Mereka sampai di pusat kota. Berkeliling kesana kemari, mengikuti pria tua yang tak tahu jalan. Mereka bertiga pun berhenti di suatu toko jam. Pria tua itu masuk diikuti Fa’I dan Jes’ka. Pria tua itu dengan ramahnya menyapa pemilik toko itu. Berbincang satu dua kalimat lalu pergi melewati pintu belakang. Fa’I dan Jes’ka tak yakin untuk terus mengikuti pria tua itu

“hei apa yang kalian berdua lakukan ? ayo kesini” ucap pria tua itu

Mereka berdua pun mengikuti pria tua itu. Meminta ijin ke pemilik toko. Tanpa diduga didalamnya terdapat toko sihir. Etalase toko yang berderet, penuh dengan barang barang sihir. Dari kristal sihir, hingga senjata sihir seperti pedang, tongkat sihir dan semacamnya

“hei archie … apa yang kau lakukan di sini ?” panggil seseorang dibalik etalase itu
“hei Iro. Lama tak jumpa. Bagaimana kabarmu ?” jawab pria tua itu. Ia pun menghampiri mereka. Fa’I dan Jes’ka mengikuti.
“toko ini semakin sepi saja, sejak kau berhenti”
“Yah… pak tua ini sudah Lelah bekerja. Ingin menikamati masa tuanya”
“apakah menjadi gelandangan bisa dibilang menikmati masa tua” ucap Fa’I pelan, namun pria yang dipanggil Archie itu mendengarnya
“hei, jangan meremehkanku ya.” Ucapnya tak terima
Pria yang bernama Iro itu pun tertawa mendengar ucapan Fa’i.
“lagi pula kau tak setua itu” ucapnya
“lalu, apa yang kau inginkan ?”
“aku ingin pedangku. Apa itu sudah selesai ?”
“biar kutebak. Yang disana itu adalah murid mu ?” ucap Iro sembari menunjuk Fa’I dan Jes’ka.
“tidak hanya yang laki. Gadis itu pelayannya”
“keluarga bangsawan ya ?”
“baiklah tunggu sebentar. Akan kuambilkan”

Iro pun meninggalkan mereka bertiga. Masuk ke dalam Gudang yang ada dibelakangnya.
“Paman… Archie ?” ucap Fa’I ragu
“panggil saja pak tua”
“dulu kau bekerja di sini ?”
“nggak juga. Dulu sewaktu aku masih aktif, aku sering memesan peralatan ku di sini. Dan aku menjadi pelanggan setia di sini. Namun aku sudah pensiun. Jadi aku tak pernah datang lagi’ ucapnya
“ah begitu”
Perhatian Fa’I teralihkan, ia melihat sebuah liontin di etale sebelahya. Ia merasa ingin membelinya sebagai oleh oleh. 
“penilaian anda bagus sekali Fa’I”
“Ah Jes’ka ?”
“itu adalah liontin sihir yang bisa melindungi penggunanya saat terdesak”
“benarkah ? bagaimana cara kerjanya ?”
“liontin itu akan menyimpan energi dalam jumlah besar. Lalu, akan aktif sebagai perisai saat penggunanya mengaktifkannya. Atau kondisi penggunanya dalam bahaya”
“itu tidak lebih dari liontin rusak.” Sela Iro tiba tiba
“apa ? kau bilang ucapanku salah ?” tanya Jes’ka tak percaya
“tidak ucapanmu benar. Namun liontin itu sudah rusak. Ambil saja jika kau mau. Liontin itu tidak menerima mana saat diisi. Jadi itu tak lebih dari perhiasan saja”
“lalu mengapa kau menaruhnya disini ?” tanya Fa’i
“aku baru saja mencoba untuk yang terakhir kali memperbaikinya. Namun itu tak  berhasil. Nih ambil saja.” Ucapnya sembari memberi liontin itu. Dan Fa’I menerimanya. Ia akan memberikan salah satu liontin ini kepada ibunya.
Setelah itu Iro pun memberikan pedang hitam pada pak tua. Pedang itu berwarna hitam pekat. Sarung pedangnya terlihat menyatu dengan genggamannya. Jadi terlihat seperti sebatas tongkat. Pak tua pun menerima pedang itu, dan mencabutnya. Tak ada bilah pada pedang itu. Pak tua pun menerimanya dan memasukkan kedalam tasnya. 
“aku pergi dulu Iro.”
“sering seringlah kemari”
“kuusahakan”
Dan mereka pun pergi menuju tempat tujuan mereka dari awal. Hutan Selatan.

*

Setelah cukup jauh mereka menyusuri hutan, mereka akhirnya berhenti. Pepohonan di hutan selatan cukup lebat. Banyak monster yang menghuni hutan ini, namun tak satupun dari keluar sejak mereka memasuki hutan. Mereka berhenti tepat di bawah air terjun. Fa’I pun langsung pergi ke air terjun itu, hendak meminum air itu. Namun, Jes’ka menghentikannya. “biar saya check lebih dahulu. Apakah air itu beracun atau tidak”
“tenanglah air itu tidak beracun. Itu air murni dari alam.” Ucap pak tua
“tuh katanya air ini tidak beracun”
“tapi, tuan
“bukankan sudah kubilang untuk tidak memanggilku tuan ?!. tenang saja, aku percaya pada pria tua itu”
Jes’ka menunduk begitu mendengar nada Fa’I meninggi. Ia mundur dari tempatnya. Membiarkan tuannya itu minum dengan tenang. Setelah itu Fa’I mengambil sebuah daun yang ukurannya cukup besar, mengambil air dengan daun itu sebagai wadah lalu memberikannya pada Jes’ka
“minum ini.”ucapnya
Dengan ragu Jes’ka meminumnya. Ia meneguk nya dengan cepat begitu tau bahwa air itu rasanya enak.
“maaf aku meninggikan suaraku tadi”
“tak apa tu- maksudku Fa’I.”
“baiklah istirahatnya sudah. Sekarang mari kita mulai latihannya.” Ucap pak tua.
Fa’I pun menghampiri pak tua. Sedangkan jes’ka hanya berdiri ditempat yang sama. Pak tua menyuruh Fa’I untuk membuka baju yang ia kenakan. Ia membukanya, dan yang terlihat adalah tubuh ramping seorang remaja 15 tahun. 
“mulai sekarang kau akan menjalani Latihan fisik”
“sampai kapan”
“paling tidak sampai kau bisa menghancurkan batu yang disana itu” ucap pak tua sembari menunjuk kebelakang Fa’I. Fa’I pun melihat yang pak tua tunjuk dan ia terkejut. Itu adalah batu sebesar 8 meter.
“tunggu, bukankah ini terlalu besar ?”
“kenapa kau tak mau ? kalau kau tak mau lebih baik kita hentikan.”
“tidak tidak tidak. Aku pasti bisa”
“dan juga. Kau akan bermalam di sini Bersama kau hingga kau berhasil atau menyerah”
“tunggu aku tidak tau akan hal ini sebelumnya” ucap Jes’ka memotong
“emang kenapa ? aku tidak keberatan” ucap Fa’I
“tapi, ibumu mungkin akan kawatir akan keadaanmu”
“tak apa. Aku sudah bilang kepadanya”
“tapi….”
“ada apa ? kenapa kau yang bingung ?”
Jes’ka hanya diam tak menjawab. 
“apapun keinginanmu akan kuturuti” ucapnya sembari membungkukan badannya
Setelah itu, Latihan bak neraka ia jalani. Ia berlari mengitari hutan selatan dari pagi hingga siang. Hutan dengan luas sekitar 700 hektar itu harus bisa ia putari sebelum siang. Itupun tak semudah kedengarannya. Karena ia masih harus berlari menghindari monster monster yang menghadang.
Lalu setelahnya ia harus bertapa di air terjun pertama kali ia datang. Ia harus bisa membiasakan diri dengan alam di sekitar nya. Ia lakukan hal ini secara terus menerus selama hampir dua bulan. Hingga akhirnya ia mampu mengitari hutan sebelum waktu yang ditentukan.
“aku sudah selesai dengan ini. Ada hal lain yang harus kulakukan ?”
“putari lagi. Namun kali ini gunakan ini” ucapnya sembari melempar sepasang gelang besi.
Fa’I hendak mengangkat gelang itu. Namun, gelang itu cukup berat. Itu bukan gelang besi biasa. Itu adalah gelang pemberat.
“hah… baiklah” ucapnya
Ia pun Kembali mengitari hutan itu dengan gelang pemberat di kedua tangannya. Tiap kali ia berhasil mengitari hutan sebelum waktu yang ditentukan ia mendapat tambahan satu pasang gelang. Dan tiap kali ia terlambat ia tidak mendapat jatah makan siang
Tiga bulan berlalu, ia berhasil mengitari hutan itu dua kali lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Tidak ada lagi tempat untuk pemberat di tubuhnya. Semua tempat yang bisa dilingkari sudah penuh dengan pemberat. Dari sabuk seberat 40 ton hingga gelang kaki dan tangan seberat 20 ton masing masing sudah penuh di tubuhnya. Ia berkata bahwa ia sudah siap untuk menghancurkan batu itu, namun pak tua menyangkalnya. Ia belum cukup kuat untuk menghancurkannya. Namun, Fa’I tak percaya dengan omongan pak tua.
Malamnya. Ia menyelinap saat semua orang Sudah tidur. Ia pergi ke batu itu dan berusaha menghancurkannya. Ia percaya bahwa Latihan yang ia lalui selama ini sudah lebih dari cukup untuk menghancurkan batu itu. Ia mengepalkan tangannya sudah siap. Lalu, akhirnya ia memukulnya. Namun batu itu tak bergeming sedikit pun. Bahkan taka da retakan di permukaan nya
Tak!
“bukankah sudah kubilang kau masih belum bisa ?” ucap pak tua dibelakangnya setelah memukul kepala Fa’I dengan pedang hitam itu.
“bagaimana bisa ? sudah lebih dari 100 ton yang kuangkat untuk berlari mengitari hutan. Namun, kenapa aku tak bisa menghancurkanya ?”
“batu itu dipenuhi dengan Ki. Berbeda denganmu. Tubuhmu ada kolam mana yang besar namun tak kau gunakan sama sekali.”
“kolam mana yang besar ? bagaimana bisa ? sihirku berkurang dari waktu ke waktu”
“sihir mu tidak berkurang. Namun kau kehilangan kuasa untuk mengendalikannya. Sehingga tiap sihir yang kau buat tidaklah stabil”
“jadi ?”
“dari pada kolam mana itu sia sia disana. Kita gantikan kolam mana itu dengan Ki”
“tapi, bukankah itu akan membuang potensi besar ku dalam menggunakan sihir”
“bukankah kau sendiri yang bilang bahwa untuk menggunakan sihir itu mustahil ?”
Fa’I terkejut mendengar ucapan pak tua. Ia tak mengerti tujuan pak tua mengatakan hal itu.
“kau mengatakan bahwa itu adalah hal yang mustahil. Maka dari itu tubuhmu meresponnya dengan menjadikan hal itu adalah hal yang mustahil”
“jadi, sebenarnya aku bisa menggunakan sihir ?”
“itu semua tergantung dari dirimu. Sekarang Kembali tidur”
“baiklah” ucapnya
Ia Kembali ke tempat tidurnya, namun matanya tidak tertutup. Ia memikirkan ucapan pak tua semalaman.
Esoknya, Fa’I memutari hutan selatan 10 kali lebih banyak dari biasanya. Ia melakukan itu tanpa disuruh oleh pak tua. Bahkan pak tua sendiri bingung tentang apa yang Fa’I lakukan. Lalu setelah ia selesai, ia menghampiri pak tua dan bertanya “pak tua, bisakah aku menggunakan ki dan mana dalam waktu bersamaan ?”
“itu adalah hal yang mustahil. Mana dan Ki adalah hal yang bertentangan. Mereka tidak bisa melebur. Saat mana dan ki bertemu keduanya akan saling menolak.”
“misalkan, aku berhasil melakukan itu apakah akan ada dampak besar pada tubuhku ?”
“ntahlah mungkin tubuhmu akan hancur dan tercerai berai”
Mendengar hal itu Fa’I bergidik ngeri. Jes’ka memanggil mereka, berkata bahwa makan siang sudah siap. Mereka pun menghampirinya dan mulai makan. Tubuh Fa’I tidak lagi ramping seperti dulu. Kini ia memiliki tubuh yang begitu ideal. Seluruh ototnya terbentuk. Bahkan, stamina yang ia miliki sebanyak 10 kali lebih banyak dari orang pada umum nya
“aku tadi menemukan cheetah. Kupikir itu akan enak, jadi aku menangkapnya dan memakannya” ucap Jes’ka begitu mereka sampai
“tunggu dulu, bagaimana kau menangkapnya ?” tanya Fa’I penasaran
“aku bisa menggunakan [Haste]”
“apa itu ?” tanya Fa’I penasaran
“itu sejenis sihir yang mampu membuatku mampu bergerak lebih cepat dari biasanya”
“sejenis buff?”
“semacam itulah”
“hei itu adalah hal yang biasa bagi seorang penyihir. Tapi kau bisa melakukan lebih dari itu saat kau sudah menguasai ki” potong pak tua
“maksud nya ?”
“untuk saat ini kau masih melakukan Latihan fisik. Kau masih belum berlatih apapun tentang Ki. Tapi saat kau melepas seluruh pemberat yang kuberikan, mungkin kau bahkan bisa berlari 3 kali lebih cepat dari cheetah. Kau bahkan bisa menangkap lalat. Dan sekarang, bayangkan apa yang akan terjadi jika kau sudah menguasai Ki ?” jelas pak tua.
“itu akan menjadi luar biasa”
Mereka pun mulai makan sup cheetah itu dengan lahap. Mereka makan dengan cepat bahkan tanpa menyisahkan setetes sup pun. Setelah itu pak tua mulai mengubah cara Latihan Fa’i.
“baiklah mulai saat ini, perbanyak meditasi di bawah air terjun itu. Jangan memakan apapun yang berasal dari kota. Membaurlah dengan alam.” Ucapnya
“meditasi ? seperti saat aku mengisi mana ?”
“kurang lebih seperti itu. Namun, perbedaan nya adalah. Kau harus berusaha untuk merasakan energi alam. Bukan energi disekitarmu. Namun energi makhluk hidup yang ada disekitarmu. Begitu kau bisa merasakannya, coba untuk Tarik energi itu kedalam dirimu. Buat seakan akan kau yang memiliki energi itu”
“tapi ? kenapa harus di bawah air terjun itu ?”
“dengan merasakan langsung air dari alam. Kau bisa lebih cepat merasakan energi alam yang terkandung di dalam nya”
“seperti membanjiri diriku dengan energi alam?”
“ya, seperti itu”
“baiklah”
Ia pun mulai meditasi di bawah air terjun itu. Ia memfokuskan seluruh perhatiannya ke meditasinya.
“untuk saat ini kita bisa meninggalkannya.”
“tapi, bagaimana bila ia diserang oleh monster?”
“ia harus bisa menghadapinya sendiri. Lagipula bila ia mampu menguasai ki dengan cepat, para monster akan menganggap ia bagian dari alam sehingga akan  mengurangi kemungkinan ia diserang oleh monster atau hewan buas”

*

Seminggu kemudian,
Fa’I Kembali dari meditasinya. Ia datang dan wajahnya tampak segar. Seluruh tubuhnya basah kuyup. Ia datang tanpa pakaian yang ia kenakan sebelumnya tanpa peduli orang disekitarnya
“tunggu. Apa yang kau lakukan ?” tanya Jes’ka. Namun Fa’I tak menjawab.
“hei!” sentak Jes’ka.
“tunggu” cegah pak tua
“ini… ini… dia kerasukan”
“kerasukan ?”
“ya. Ini adalah kejadian langka dimana saat seseorang mencoba untuk menguasai Ki. Ia akan bertemu dengan penunggu dari tempat tersebut. Di saat seperti ini, jika ia tengah dirasuki oleh penunggu alam ini. Itu tandanya ia tengah menguji orang tersebut. Jangan bangunkan dia”
“tapi, bagaimana jika ia diserang ?”
“kita ikuti saja dia tapi kita tetap harus jaga jarak”
Namun, Fa’I lari sesaat setelah melihat mereka. Dengan gesitnya ia bergerak di udara dengan dahan pohon sebagai pijakan. Jes’ka dan pak tua pun melesat berusaha mengejarnya. Jes’ka bahkan harus menggunakan [Haste] untuk mengejarnya. Ia terus berlari, beberapa monster mengejarnya namun tak ada dari mereka yang menyerangnya. Lalu mereka sampai di punjak tebing. Tebing itu cukup curam dengan air sungai mengalir di sisinya. Pemandangan dari atas sana cukup mengesankan. Siapapun yang sampai di sini akan mampu melihat hingga keluar hutan ini. Ratusan hewan buas di sisi nya, melihat hal yang sama. Fa’I pun menoleh kearah salah satu rubah di sana. Ia mencoba untuk mengelusnya. Dan rubah itu menunduk menerima tangan Fa’i . 
“apa apaan ini ?” ucap Jes’ka tak percaya
“rubah hutan selatan yang selalu menjauhi manusia bahkan mau berinteraksi dengan Fa’I”
“itu karena roh alam dalam dirinya” ucap pak tua. Jes’ka menatapnya dengan tanda tanya
“karena rubah pikir ia bagian dari mereka, rubah itu mau untuk berinterkasi dengan Fa’I”
Mereka semua dibuat terpana dengan apa yang mereka lihat. Matahari terbenam bersamaan dengan pemandangan yang tak wajar. Semua hewan buas di hutan selatan Bersama dengan seorang manusia. 
Krak!
Tanpa sadar Jes’ka menginjak ranting hingga menimbulkan suara. Semua hewan buas menatap kearah mereka dengan tatapan mengancam. Bahkan Fa’I pun sama. Fa’I pun berjalan Kearah mereka. Pak tua menarik Jes’ka hingga kebelakangnya. 
“apa yang kalian inginkan ?” tanya Fa’I, namun suara yang keluar adalah suara seorang gadis
“tubuh itu. Kau tidak memilikinya.”
“oh ya ? ia dengan lancangnya berusaha memilliki energi alam milik bumi, jadi aku ambil saja tubuhnya”
“dasar anak itu. Selalu mencoba hal hal aneh”
“sebaiknya kalian pergi dari hutan ini, sebelum aku marah”
“tapi…”
Ucapan Jes’ka berhenti begitu melihat Fa’I mulai mengerang kesakitan. Fa’I meremas kepalanya begitu erat.
“apa ini ? apa yang kau lakukan ?”
“keluar dari tubuhku !” tubuh Fa’I Kembali bersuara normal
“tubuhmu sudah menjadi milik ku. Jadi lebih baik kau lenyap saja”
“apa yang kau maksud ? sejak awal tubuh ini milik ku”
“jika kau tak ingin keluar maka aku akan mengeluarkanmu secara paksa”
“kalau begitu aku akan memaksa mu untuk keluar”
Keduanya berteriak secara bersamaan. Hewan hewan buas itu mulai ketakutan dan lari. Mereka berebut satu tubuh. Hingga akhirnya tubuh itu tak kuat menahannya lagi dan pingsan. Jes’ka dan pak tua mulai mendekati Fa’I perlahan. Begitu mereka sampai cukup dekat, mereka memeriksa keadaannya. 
“ia tak apa, hanya pingsan” ucap Jes’ka
Mereka pun menggotongnya Kembali ke perkemahan

*

“Ugh… ada apa ini ? kenapa kepala ku terasa pusing sekali ? hari sudah gelap ternyata”
“Fa’I kau sudah bangun ? baguslah. Ini, minumlah” ucap Jes’a sembari memberinya segelas air putih, Fa’I pun mulai duduk dari tidurnya dan meneguk segelas air putih tersebut
“kau anak sialan. Apa yang kau lakukan ha ?” tanya pak tua begitu ia melihatnya terbangun. Ia datang sembari membawa seekor serigala abu abu dipunggungnya
“Maksudnya ?” ucap Fa’I tak mengerti
“tunggu, jangan bilang kau tak ingat apapun. Katakana padaku apa yang terakhir kali kau ingat ?”
“yang terakhir kali kuingat ? umm… aku sedang meditasi dibawah air terjun. Saat itu aku sudah bisa merasaka energi alam di sekitarku. Lalu tiba-tiba, aku merasakan suatu energi alam yang besar dibawahku. Aku pun mulai berusaha mendeteksi nya. Lalu begitu aku sadar aku sudah di sini”
“kau tidak ingat apapun setelahnya ?”
“tidak. Memang ada apa setelah itu ?”
“kamu kerasukan”
“kerasukan ?”
“ya. Kau bertingkah aneh saat itu. Bahkan ratusan hewan buas mengikuti mu”
“oh ya ? hmm.. tapi ada satu hal yang membuatku bingung. Kenapa aku tidak mengenakan celana dalam ? aku merasa aneh di bawah sini” ucapnya sembari memegang daerah intimnya. Tak ada satupun dari mereka yang menjawab. Pak tua sibuk dengan masakannya, sedangkan Jes’ka menyumpah serapah dalam hati.
“apapun itu, kau sudah siap dengan pelatihan Ki”
“apakah itu masih belum cukup ?”
“itu hanyalah suatu cara untuk merasakan ki dalam dirimu. Seperti hal nya mana. Jika kau tak bisa merasakannya bagaimana kau bisa menggunakannya ?”
“jadi kita akan mengganti agenda Latihan kita lagi ?”
“tidak banyak. Kau masih harus tetap bermeditasi agar kau dapat menggunakan ki dalam dirimu dengan optimal. Sudah cukup dengan omongannya. Sekarang kita makan dulu. Jes’ka, siapkan bahan bahan lainnya. Kita akan  memasak serigala abu-abu ini”
Tak lama setelah itu, rutinitas Fa’I menjadi lebih mudah. Ia hanya melakukan meditasi, dan sisanya mencari gaya bertarungnya sendiri. Hingga akhirnya saat itu tiba. Siang hari, saat Fa’I baru selesai bermeditasi.
“hei Fa’I kurasa sudah saatnya kau melakukannya”
“benarkah ?”
Terik matahari menyengat mata begitu mereka sampai di air terjun. Fa’I menyentuh batu besar itu. Ia bisa merasakan Ki di dalam batu itu. Ia menarik nafas dalam, lalu diam cukup lama. Ia mulai memukul beberapa titik dengan kekuatan sedang dengan cepat. Hingga akhirnya ia melakukan satu pukulan dengan tenaga penuh di tengah tengah batu itu.
Batu itu hancur. Tidak, lebih tepatnya batu itu pecah. Bukan menjadi dua atau tiga. Namun menjadi puluhan hingga ratusan. Pak tua bertepuk tangan melihat muridnya berhasil. Wajah Fa’I terlihat begitu senang. Ia melompat dengan girang begitu tau kalau dirinya berhasil menghancurkan batu itu.
“sekarang. Kalian bisa pulang. Dan untukmu Fa’I, kau bawa pedang ini” ucapnya sembari memberinya pedang hitam yang ia ambil di toko Iro sebelumnya
“tapi, ini bahkan tidak layak disebut pedang”
“cabut pedang itu!”
Fa’I pun menyabut pedang itu. Seperti sebelumnya, tidak ada bilah pedang. Fa’I bahkan mencoba untuk menyentuh bilah pedang yang tidak ada, seandainya bilahnya transparan. Namun, hanya udara kosong yang ia sentuh.
“tidak ada apa apa”
“pikirkan ini. Apa yang kau ingin kan dari sebuah senjata ? alat untuk membunuh kah ? alat untuk mempertahankan diri kah ?”
“senjata ? aku selalu berpikir, senjata yang baik adalah senjata yang mampu melindungi apa yang ada. Bukan merengut apa yang ada”
Tiba-tiba, pedang itu mengeluarkan cahaya. Lalu, ada semacam roh putih kecil yang mengitarinya. Pedang itu meleleh, begitu pula dengan sarung pedangnya tanpa kehilangan cahayanya. Lalu, ia mulai melebur hingga sesuatu yang berbeda. Sebuah perisai (yang sebelumnya merupakan sarung pedangnya) dan sebuah broadsword(yang sebelumnya pedang tanpa bilah).
“pedang itu akan memberikanmu senjata yang kau inginkan. Bahkan yang kau butuhkan. Selama itu masih dalam bentuk senjata tajam”
Fa’I dan Jes’ka terpana dengan apa yang mereka lihat. Fa’I pun mulai mencoba mengayunkan pedang nya.
“pedang ini terasa ringan. Tapi aku heran, kenapa perisai nya pun terasa ringan” tanya nya
“kalo seperti itu, biarkan Jes’ka memegang nya. Jadi kau bisa mencoba pedang itu”
Fa’I pun memberikan perisanya pada Jes’ka, namun begitu Jes’ka memegangnya ia terhuyung kedepan karena keberatan. Fa’I menahan tubuhnya dengan menahan pundaknya.
“kau tak apa ?”
“ini… cukup berat.”
“pedang ini adalah pedang khusus untuk pengguna ki. Pedang ini dialiri Ki yang begitu deras, sehingga bagi seorang pengguna ki senjata apapun wujudnya akan terasa begitu ringan. Dan sebaliknya untuk seorang pengguna mana(penyihir), senjata apapun bentuknya akan terasa  berat”
Fa’I pun mengambil Kembali perisai yang dipegang Jes’ka. Ia melihatnya dengan seksama, dan menemukan sebuah rongga yang terlihat cocok untuk tempat pedang. Ia mencoba memasukan broadsword nya disana dan ternyata muat. Pedang itu berdiri dengan gagah dengan perisai sebagai penyangganya.
Tak lama dari itu pedang itu Kembali menjadi semula. Fa’I menggengam erat pedang itu ‘aku tidak sabar, akan menjadi apa pedang ini nanti’ pikirnya. Dan tanpa ia duga ia mendengar sebuah suara.
‘bukan menjadi apa aku, namun akan menjadi apa kita nanti’
Fa’I terkejut dengan satu kejutan lagi. Ia bertanya kepada Pak tua tentang hal ini, namun pak tua sama sekali tidak pernah mendengar hal itu. Fa’I pun mulai berpikir bahwa pedang itu lah yang berucap. Walaupun itu kurang tepat. Dan Fa’I akan mengetahuinya nanti.

*

Kediaman Mer, dapur kediaman.
Seluruh pelayan heboh karena sesuatu. Banyak dari mereka Nampak menyiapkan sesuatu. Seluruh pelayan di sini menjadi ribut dengan pekerjaan mereka masing-masing. Ditempat lain, tetap di kediaman. Ibu Fa’I merasa pusing dengan apa yang ia hadapi. Tumpukan dokumen yang tidak kunjung habis. Yang ada malah makin bertambah. Ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Ia kepikiran akan anak tunggalnya. Lalu, ia pergi keluar untuk menyegarkan pikiran. Ia pergi ke taman belakang. Ia suka pergi ke taman, karena tempat ini cukup sepi. Hanya terdengar suara angin yang meniup daun daun pohon dengan kencang. Angin semilir malam, menarik rasa kantuknya. Ia sudah bekerja berlebihan dibalik meja. Ia merasa butuh tidur. Lalu, tanpa sadar sepasang tangan merangkulnya dari belakang. Ekspresi kaget tidak luput keluar dari wajahnya. Wajah kagetnya Kembali berseri begitu melihat siapa pemilik tangan itu.
“kamu sudah pulang ?”
“un…” ucapnya sembari mengangguk
Ibunya memegang tangan kasar anaknya, meraba dengan ibu jarinya dengan lembut.
“lihatlah, anak sulungku. Yang dulu selalu merasa gagal karena tak bisa menggunakan sihir, kini sudah pulang dengan tubuh bau, penuh luka. Namun, dengan wajah yang berseri”
“dan lihatlah, ibu terbaik sedunia. Yang selalu menjagaku, menghiburku, memarahiku. Kini terlihat letih, layaknya sebuah zombie”
Sontak ibunya memukul anaknya itu. Sembari merutuki anaknya itu.
“aku pulang, ma”
“slamat datang, nak” sembari mengucapkan hal itu, ibunya pun tertidur dalam dekapan anaknya. Suara hembusan nafas berat terdengar dari anaknya. “baru pulang sudah disuruh nggendong. Dijaga dong ma, kesehatannya” keluhnya. Ia pun mengangkat ibunya dengan pundaknya. Ia pun Kembali masuk ke dalam. Di pintu Jes’ka menunggu nya.
“ada apa ? apa Nyonya Rose baik baik saja ?”
Fa’I hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia lalu memberikan satu liontin yang ia dapat dari Pak Iro ke Jes’ka. Jes’ka menolaknya mentah-mentah. Namun, saat Fa’I menggunakan kartu truf nya, ia bisa apa ?
“ini perintah”
Jes’ka pun mengambilnya, mengikuti perintah.

*

“Maaf Fa’I tapi aku tak bisa menerimanya”
“Ini perintah!” Ucapnya halus
Akupun menerima liontin itu karena perintahnya. Liontin itu berbentuk hati. Liontin rusak yang diberikan Pak Iro kepada Fa’I. Salah satunya berada di tanganku. Aku bisa tau, disaat seperti ini ia tidak mau diganggu.
Jadi aku Kembali ke ruanganku. Ruanganku cukup kecil, hanya berisikan satu Kasur tidur yang jarang kugunakan. Sebuah lemari yang hanya berisikan pakaian pelayan. Dan sebuah meja belajar dengan sebuah lonceng di atasnya. Aku menaruh liontin itu kedalam meja belajar. Dan mulai berbaring, walaupun tidak tidur. Hari sudah malam, kami berjalan cukup jauh dari hutan selatan. Dan ini membuatku Lelah. Aku setidaknya harus tidur satu jam saat ini. Namun berbagai macam pikiran mencegah ku untuk tidur.
“apa kau tak apa ?”
Aduh, ada apa denganku sih ? mengapa aku malah teringat saat ia menahanku waktu itu. Tidak, tidak boleh. Ingat, dia adalah target, dia adalah tar…

Klililililing… klililililing… 
Suara denting lonceng membangunkanku. Mataku terasa berat. Kepalaku terasa agak pusing.
“Apa aku tertidur ? jam berapa sekarang ? aku pun bangun dan melihat jam di dinding. Jam tujuh ? masih jam tujuh… tunggu dulu, JAM TUJUH ?” ucapku terkejut. Tanpa sadar aku sudah tidur selama dua belas jam. Akupun bergegas keluar dari kamar
“Gawat ! bisa bisa aku dima-ra-hi”
Aku sontak membeku melihat siapa yang ada di depan pintu. Fa’I ia ada di depan kamarku. Kenapa ia kemari ? tunggu dulu, jangan jangan lonceng tadi panggilan untuk nya. Waduh, gawat ini. Gawat. Bisa bisa aku gagal. Padahal sudah tinggal dikit lagi
“kamu kenapa ? mukamu kok pucat ?”
“eh ?” ucapku tanpa sadar
Ia dengan cepat menyibak poni ku dan menempelkan dahinya. Aku bisa merasakan wajahku seperti kepiting rebus. Apa-apan dia ini ? terlalu dekat, terlalu dekat.
“kau, agak panas. Lebih baik kau istirahat”
Ada apa ini ? dia mengkhawatirkan ku ? tidak tidak tidak, aku tidak boleh berpikiran seperti itu. Dia kan…
“Dia kan Cuma seorang anak yang ga tau apa apa ?”
Tunggu dulu. Sialan. Keceplosan.
“maksudnya ?”
“ah nggak… nggak apa apa Tu-”
Dak!
Ia menghantam dinding dibelakangku. Aku terkejut. Rasanya jantungku seperti akan lepas.
“sudah kubilang berapa kali ? jangan panggil aku tuan!”
“he ? ah maaf Fa’I”
“sudahlah lebih baik kau istirahat. Badanmu cukup panas” ucapnya sembari pergi. Akupun mengiyakan ucapannya dan Kembali masuk.
“Jes’ka.” Panggilanya sebelum aku masuk. Ia menatapku dari balik punggung nya itu, dan aku menunggu apa yang hendak ia ucapkan.
“aku minta maaf.” Ucapnya lalu pergi
Aku masih tidak mengerti dengan apa yang ia pikirkan. Aku pun Kembali masuk ke dalam. Aku mengambil stetoskop dan memerika suhu tubuhku. 38.2°. tubuhku benar benar sudah panas. Kenapa aku tidak merasakannya.
Aku pun Kembali terbaring di Kasur setelahnya. Aku tertidur hingga peristiwa itu dimulai. Rencana yang sudah ia bangun sudah dimulai.

*

Esoknya. Di kantor Paman Shi’ka. Ia tengah berbincang dengan pak tua (Pak Archie). 
“ada apa kau memanggilku kemari pagi-pagi ? tidak biasanya kau yang meminta”
“jika bukan karena anak itu aku tidak akan mau.”
“Ah… anak itu… . Jadi, apa yang kau inginkan ?”
“aku ingin kau membuatnya masuk akademi. Bagaimana pun, ia juga perlu pengakuan dari akademi untuk masa depan nya”
“aku dengar kau antusias mengajaknya untuk terjun dalam politik”
“yah… walaupun itu pilihan nya… aku punya permintaan dari pihak yang tidak pernah bisa kuabaikan”
“ah… gadis itu…”
“murid terbaikmu bukan ?”
“aku harap tetap begitu. Melihat dari perkembangan anak ini, ia memiliki potensi yang jauh lebih tinggi dari sepupunya”
“ia bahkan belum menemukan kekuatan pribadinya. Ki, Mana, ia hanya mempelajarinya. Namun ia belum mengembangkan kekuatannya hingga sampai dimana kekuatan itu menjadi ciri khasnya”
Pak Tua meraih cangkirnya. Ia Nampak berpikir sembari meminum teh itu.
“akan kuusahakan. Tapi aku tidak bisa memaksanya”
“tentu saja. Mungkin ia akan berubah pikiran begitu kau memberi tahunya”
“apa kau sudah bertemu dengan guru ?”
“ntahlah, ia hilang tak pernah terlihat sejak pensiun. Mungkin ia di terran”

Disaat yang sama, diluar ruangan.
“ayah ada ?” tanya Nar’u
“ia didalam dengan Tuan Archie” Jawab Pak Christ
“aku akan mas-
Prang !
Suara gelas pecah mengejutkan mereka berdua. Mereka pun masuk ke dalam, melihat ada apa di dalam. Ayah Nar’u tengah kejang kejang-kejang dengan mulut berbuih di lantai. Pak tua langsung mengecek keadaan Shi’ka. Ia bahkan melakukan akupuntur pada nya. Namun, itu sudah terlambat. Ayah Nar’u sudah kehilangan nyawanya. Ia sudah berhenti kejang. Matanya sudah tidak lagi mampu menatap dengan hangat.
“Ayah… Ayah… apa yang terjadi. Kenapa ia menjadi seperti ini” tanya nya pada pak tua
“aku tak tahu, ia menjadi seperti ini setelah meminum tehnya”
“apa yang kau masukkan ?!”
“tenanglah terlebih dahulu. Tidak mungkin kan Tuan Archie yang menyuguhkan the nya …” ucap Pak Christ menenangkan
Nar’u memanggil ayah nya berulang ulang. Walaupun ia tahu ayah nya tidak akan pernah Kembali. Ia hanya berharap akan sebuah keajaiban yang tidak mungkin terjadi.

Upacara pemakaman dilakukan, dan yang memimpin upacara adalah pak Christ. Pemakaman yang hanya dihadiri oleh pelayan dan keluarga Mer. Dibarisan paling depan, tentu saja keluarga Mer yang tersisa. Nar’u, Fa’I, Dan Rose(ibu Fa’I). Dan orang yang paling terpukul adalah Rose. Ia kehilangan Adiknya, adik yang paling ia sayangi didunia.
Begitu mayatnya sudah dikubur, batu nisan pun dipasang di depan nya. Tertuliskan, ‘Terkubur, seorang pemimpin hebat. Shi’ka Lin’. Nama asli yang hanya diketahui oleh pelayan dan keluarga Mer sendiri.
Upacara pun akhirnya ditutup. Banyak orang yang pergi Kembali ke pekerjaannya. Karena tak banyak yang bisa dilakukan pada saat ini. Nar’u dan Rose tetap terdiam disana cukup lama, hingga hanya tersisa Rose. Nar’u pergi setelah ia mengucapkan janjinya. Janji yang mempengaruhi seluruh cerita ini.
“Aku pasti akan mencari dalang nya. Dan saat aku menemukannya, aku akan membunuh nya” ucap nya lalu pergi.

*

Jes’ka POV
Ia ingat dengan bagaimana rencana nya. Walaupun banyak factor yang tidak bisa ditebak. Namun semuanya menjadi lebih mudah dengan kembalinya Fa’I dan ibunya ke kediaman. Mereka hanya perlu untuk membunuh mereka dengan bertahap.
‘selanjutnya giliranmu. Lakukan peranmu dua hari setelah pemakaman. Cari waktu yang tepat dan eksekusi rencana nya saat itu’
Ia berdiam diri di depan pintu kamar. Kamar yang bukan miliknya. Ia menarik nafas Panjang, lalu mengubah ekspresinya menjadi datar bak boneka.
“permisi Fa’I” ucapnya sembari mengetuk pintu kamar. Namun tak ada jawaban dibalik pintu itu. Ia memanggilnya lagi, namun tidak ada respon.
Aku pun membukan nya karena tidak ada jawaban sama sekali. Dan yang ku lihat adalah Fa’I yang tengah tertidur di ranjangnya. Ia tidur tanpa selimut. Bertelanjang dada. Puluhan luka terlihat di sekujur tubuhnya. Ini bukan luka karena Latihan saat itu. Ini luka sebelum ia berlatih. Ada apa dengan luka-luka ini. Sekejap aku menjadi penasaran. Dan tanpa kusadari, tanganku sudah meraba seluruh luka-lukanya. Dan aku lupa dengan misiku.
“apa yang kau lakukan ?”
Aku terkejut begitu mendengar orang yang kusentuh bersuara. Ia menatapku dengan penuh tanda tanya. Sontak wajahku memerah karena malu. Akupun mundur dan menunduk meminta maaf. Apasih yang sebenarnya kulakukan
“maaf tuan, aku-
Grep !
Ia sontak mencekik leherku. Mengangkatku dengan satu tangannya. 
“sudah berapa kali kubilang sih ? jangan panggil aku tuan. Aku membenci kasta, walaupun aku adalah keluarga bangsawan aku sangat membenci kasta. Yang bawah atau yang atas itu semua sama saja. Hanya karena kasta ini, banyak orang mengalami apa yang tidak seharusnya mereka alami. Biarkan aku bebas dari hal abal-abal yang disebut kasta ini sementara”
“m-ma af tu- Fa-i. aku tidak bermaksud” ucapku sembari berusaha untuk lepas dari cengkramannya
Ia melepasnya dengan lembut, lalu ia meminta maaf. Ada apa dengan nya. Kenapa ia sangat membenci kasta ?. apakah ia… tidak tidak, itu tidak mungkin. Lagi pula aku sudah membuang nya begitu jauh.
“sudahlah. Pergilah dan jangan Kembali lagi. Aku tidak butuh seorang boneka yang hanya bisa mematuhi perintah dan membangkan. Kukira kita bisa berteman. Tapi ternyata dugaan ku salah”
Ucapannya sontak membuatku terkejut. Boneka ? yang hanya bisa mematuhi perintah ? dan membangkang ? aku ? apakah aku seperti itu ?

*

“hei nak. Siapa namamu ?”
“Jes’ka paman”
“kau begitu mungil dan lucu, seperti mendiang anak ku”
“dimana anak paman ? apa ia seumuran denganku ?”
“ia sudah pergi ke tempat yang dinamakan surga”
“surga ?”
“iya, itu tempat dimana orang orang baik pergi.”
“kalau begitu aku ingin ke sana”
“belum waktunya bagi mu untuk kesana. Hanya sang pencipta lah yang menentukan kapan kita akan kesana”
“apakah paman akan pergi lagi ?”
Ia mengangguk sebagai jawaban. Air mataku keluar. Ntah kenapa.
“tapi paman akan Kembali lagi kan ?”
“tentu saja. Dan saat kita Kembali kita akan menjadi keluarga”
“keluarga ?”
“ya keluarga. Kau bisa memanggilku ayah, dan kau akan menjadi putri ku”
“benarkah paman ?”
Ia mengangguk sembari mengacungkan jempolnya. Seminggu setelahnya aku akhir nya keluar dari panti asuhan. Paman itu menjadi ayahku, dan aku menjadi putri nya. Kukira semua akan menjadi lebih baik setelah itu, namun aku salah.

*

Aku menangis di pojokan. Berbagai macam sumpah serapah tertuju pada diriku yang masih berumur tujuh tahun. Suatu hal yang tidak seharusnya didengar oleh anak semuruan itu. 
“apa apaan kau ? tak bisakah kau lebih baik dari ini. Hanya segini nilaimu ?”
“ta-tapi pa. aku kan tetap-
“tetap apa ? walaupun kamu sudah masuk tiga besar tapi kau masih belum rangking satu.”
“aku sudah berusaha pa”
“berusaha apanya ? bahkan violet lebih baik dari ini” ucapnya membawa bawa putrinya yang sudah meninggal.
Sejak saat itu, ia tidak terlalu memperhatikan diriku. Aku terus menerus berusaha menarik perhatianny. Namun, ia tidak sekalipun melirik diriku. Aku bahkan hingga masuk ke sekolah pelayan karena keiinginannya. Aku keluar dengan nilai terbaik dan tetap diacuhkan nya. Lalu kemudian,
“kau akan menjadi pelayan keluarga Mer, disana kau akan kuberi misi untuk membunuh beberapa dari mereka. Dan jika kau gagal, aku sendiri yang akan membunuhmu” ucapnya.
Aku pun mulai bekerja di tempat yang sama dengan tempat ayahku bekerja. Bersamaan dengan itu, ada salah satu anggota keluarga mer yang datang. Dan ia adalah orang yang menjadi tuan ku saat ini. Dan hingga saat ini, aku sudah melupakan mimpi yang kubuat sebelum aku keluar dari panti asuhan. Mimpi yang terlalu kekanak kanakan. Namun, ia yang seorang bangsawan. Membuatku mengingat mimpi ku itu dari ucapannya. Ia mengatakan hal yang ingin kuraih. Ia mengatakan hal yang sangat ingin kutunggu
“-Yang bawah atau yang atas itu semua sama saja. Hanya karena kasta ini, banyak orang mengalami apa yang tidak seharusnya mereka alami. Biarkan aku bebas dari hal abal-abal yang disebut kasta ini sementara”
Aku harus membunuhnya, aku harus membunuhnya, aku harus -. Tanpa kusadari air mata jatuh ke wastafel. Aku melihat diriku dibalik cermin. Air mata tumpah tanpa persetujuan ku. Apa ini ? aku mengusapnya namun itu makin cepat mengalir. Hingga akhirnya seorang pelayan masuk dengan tergesa gesa kedalam sini. Ia melihatku dan bertanya
“apa kau melihat tuan muda ?”
“tuan muda ? bukankah dia di kamarnya ?”
“ia tidak ada. Kamarnya kosong, tas dan pedang nya juga hilang”
“tunggu dulu, jangan jangan” ucapku lalu berlari meninggalkannya
“hei Jes’ka apa kau tahu sesuatu ? JESKA !” teriaknya
Aku berlari kearah kamarnya. Di sana aku menggunakan sihirku untuk mencarinya. Namun aku tidak bisa merasakannya. Akupun berlari kesana kemari, mencarinya. Aku tak tahu apa yang terjadi, namun kakiku tidak mau berhenti. Ia terus bergerak dan berlari. Sedangkan kepalaku tidak bisa menatap lurus. Ia terus menengok kesana kemari seperti mencari seseorang. Kenapa aku begitu peduli padanya ? jika ia mati, misiku akan tuntas bukan ?
Aku sudah mengitari seluruh kediaman. Namun aku tidak menemukan nya sama sekali. Belum, masih ada satu tempat lagi yang belum kucari. Taman belakang kediaman. Aku dengan sekuat tenaga berlari kesana. Dan begitu sampai aku tidak menemukan siapa siapa. Hanya bangku kosong yang terletak di tengah taman. Aku Kembali menggunakan sihirku. Untuk melacaknya, namun hasilnya tetap sama. 
“apa yang kau lakukan ?”
“heh ?” ucapku kaget
Tunggu dulu suara itu. Aku menoleh keatas. Ia berada di atap kediaman, sembari menatapku. Tatapan nya berbeda. Tatapan nya sungguh dingin. 
“kemana saja kau ? seluruh pelayan mencari mu”
“memangnya kenapa ? mereka hanya pelayan. Seperti itu kau ingin aku mengatakannya ?”
“apa yang kau katakan. Turunlah, kau bisa jatuh”
“siapa kau berani memerintahku ?”
“ha ?”
Dia benar juga, aku hanyalah seorang pelayan. Bukan siapa siapa nya. Tunggu dulu, jika dipikir pikir. Mungkin ia sama seperti ku, sendirian. Tanpa teman. Mungkin ia hanya membutuhkan seorang teman. Sama seperti ku sewaktu kecil dulu. Dari yang aku dengar, ia tidak bisa mengendalikan sihirnya. Di jaman seperti ini, ia pasti ditindas di sekolanya dulu. Apakah karena itu ia begitu membenci kasta ? jika begitu, yang bisa kukatakan adalah 
“aku… aku adalah temanmu”
“dan kenapa kau menyimpulkan seperti itu”
“karena aku ingin menjadi temanmu” ucapku. 
Apa-apa an ini ? bukankah aku orang yang hendak membunuhnya ? mengapa aku mengatakan hal semacam ini ? tak tahu mengapa aku mengatakan hal seperti ini, aku bahkan tak tau kenapa aku sekhawatir ini. Tapi asalkan aku bisa dekat dengannya lagi ini akan menjadi lebih mudah. Setidaknya untuk membunuhnya.
Ia bediri, lalu melompat dan mendarat dengan sempurna di depanku. Ia menatapku begitu dekat, lalu berkata
“ini menyebalkan. Kau begitu peka”
“aku akan ke kota. Membeli mawar mana. Kau ikut ?”
“ha ? eh ten tentu”
“tapi tu- ah maksudku Fa’I, bukankah kita paling tidak harus memberi tahu yang lain terlebih dahulu.”
“tak apa, aku sudah memberi tahu mama”

*

“Eh Fa’I. kemana kita akan pergi ?”
“Maaf, apa ?” ucap Fa’I sembari mendekatkan telingan nya. Saat ini mereka tengah berada di mall pusat kota. Mereka sudah berkeliling sekitar kurang lebih tiga puluh menit tanpa tujuan yang jelas
“kemana kita akan pergi ?” ucap Jes’ka lebih keras
“aku mencari bunga kesukaan ibuku”
“bunga ? bunga apa ?”
“Mawar mana”
“Mawar mana ? itu cukup sulit untuk dicari. Tak banyak yang menjualnya”
“aku tahu. Cara mendapatkannya cukup berbahaya, karena itu tak banyak yang menjualnya. Dan bahkan harganya cukup mahal”
Lalu tiba-tiba, Jes’ka melambat.
“ada apa ? kau Lelah ?”
Ia menggeleng lalu menjawab “tak apa, aku hanya…”
“aku punya ide.” Ucapnya sembari berjalan memutar
“kemana kita akan pergi ?”
“kau ikut saja aku” 
Jes’ka pun mengikutinya dibelakangnya. Ia hanya berjalan sembari menunduk. Ada alasan mengapa ia melambat barusan. Ia mendengar omongan orang-orang terhadap dirinya. Tentang mengapa ia berani berjalan sejajar dengan majikannya. Ia yang berusaha untuk memikat majikannya. Atau apalah itu. Memang hal itu ia acuhkan. Namun ia merasa harus menghapus rumor buruk yang akan jatuh ke tuannya itu. Dan karena lamunannya tadi, ia tidak melihat bahwa Fa’I sudah berhenti. Alhasil ia menabrak punggung Fa’i. Ia merasa malu akan dirinya.
“tenanglah. Hal seperti itu tak usah kau pikirkan. Sekarang kamu ganti baju dulu”
“ganti baju ? tapi aku kan tidak membawa baju apapun. Hanya ini”
“karena itu kita berhenti di sini”
Ia melihat kebelakang Fa’I. Mereka berhenti tepat di depan toko pakaian. Mereka pun akhirnya masuk. Jes’ka berkeliling, mencari pakaian yang ia pikir cocok untuk dirinya. Sedangkan Fa’I hanya duduk diam sembari memperhatikannya.
Jes’ka pun sibuk dengan ratusan pakaian di depan pakaiannya. ‘yang mana yang akan kubeli ? paling tidak yang cukup dengan uang yang kubawa saat ini’ pikir nya. Saat ia tengah bingung dengan pilihannya, ia melihat Fa’I dengan seorang perempuan tengah berbincang dengannya. Ia mengacuhkannya, berusaha tak peduli. Ia sudah bulat terhadap beberapa pakaian yang hendak ia coba. Ia pun mencoba nya di ruang ganti.
Ia bingung dengan pilihan pakaian yang hendak ia ambil. Alhasil ia pun menuju ke Fa’I dan bertanya tentang pilihan pakaiannya. Namun, saat ia hendak bertanya, gadis itu masih disana bersamanya. Fa’I yang melihat Jes’ka pun sontak berdiri dan menghampirinya. Ia bisa melihat gadis itu Nampak kecewa.
“apa kau sudah selesai ?”
“ntahlah aku bingung hendak memilih yang mana”
“siapa dia ?” ucap gadis tadi mengikutinya
Ia melihat tubuh Jes’ka dari puncak rambut hingga ujung kaki. Ia mendengus lalu berkata “owalah, ia hanya pelayan mu toh”
“Jes’ka menurutku lebih baik yang ini” ucapnya sembari menunjuk gaun lengan collar putih. Mengacuhkan gadis tadi
“baiklah akan ku-
“hei ! apa kau mengacuhkan ku ?” ucapnya sebal
“lalu kenapa ? aku tidak mengenalmu. Kau tiba-tiba datang dan mengajak ku bicara”
“apa yang kau bicarakan ? bukankah aku sudah memberi tahumu nama ku?”
“aku tak ingat apapun”
“aku adalah Erina Heavenshield. Aku adalah keturunan langsung dari salah satu dua belas bangsawan utama”
“oh ya ? baguslah. Kau bisa menggoda laki laki lain yang kau inginkan tanpa merasa rugi”
“apa-apaan kau ini ? apa kau tak tahu siapa Heavenshield itu ?”
“aku tahu, ia adalah salah satu bangsawan yang ikut ambil andil dalam perang hampir dua abad lalu. Emang kenapa ?”
“aku takkan melupakan ini”. Ia pun mendecakkan lidahnya, lalu pergi dengan penuh rasa malu. Fa’I dan Jes’ka melihatnya berjalan kearah dua gadis lain dan pergi bersamanya. Jes’ka pun menoleh dan menatap Fa’I. Ia mendongak lalu berpikir, ‘ternyata ia lebih tinggi dariku’. 
“ada apa ? ada sesuatu diwajahku ?” tanya nya sembari mencari sesuatu yang tidak ada.
Hal itu membuat jes’ka malu. Kepergok memandangi seseorang, siapa yang tidak malu. Ia pun dengan cepat pergi ke arah ruang ganti diikuti Fa’I dibelakangnya. Ia lalu hendak masuk ke salah satu ruang ganti. Tapi, Fa’I menghentikannya. Jes’ka menatapnya tak mengerti. Fa’I hendak mengatakan sesuatu namun…
“Jes’ka, kamu Jes’ka kan ?”
“Nas’ti ?”
Seorang pelayan memanggil Jes’ka. Ia berdiri didekat ruang ganti itu. Ia begitu cantik hingga terlihat seperti sebuah permata. Mereka berbincang-binicang menghiraukan Fa’I. Fa’I yang tak tahu apa-apa hanya diam memperhatikan mereka.
“ah Nas’ti, ini temanku Fa’I. Dia adalah tuan ku saat ini.”
“ah ya. Saya Nas’ti, salah satu pelayan keluarga Phial” ucapnya sembari membungkuk
“Ah ya, Saya Fa’i. kau tak perlu seperti itu. Cukup seperti ini saja” ucapnya sembari mengulurkan tangannya. Dengan ragu, Nas’ti meraih tangannya. Lalu, Fa’I menggenggamnya dan mengulang perkenalannya. Begitu pula Nas’ti
‘Hei, tak apakah kau memanggilnya langsung dengan Namanya ?’ bisiknya
“ah kukira apa ? tak apa. Malah ia yang menyuruhku seperti ini”
“apa nya ?” tanya Fa’i
“ah tak apa. Dia satu Angkatan dengan ku di sekolah pelayan”
“tunggu. Ada sekolah pelayan ?”
“tentu saja ada.”
“Nas’ti !” panggil seseorang, memotong mereka. suara itu dari balik tirai yang hendak dimasukki Jes’ka tadi
“Ya Nyonya ?” jawabnya sembari cekikikan
“Hei itu kasar, kita seumuran” ucapnya lalu tertawa. Ia pun keluar, melihat gaunnya sembari  memutarkan tubuhnya, menerbangkan roknya rendah.
“bagaimana ?” tanyanya sembari melihat kearah Nas’ti
Iapun sadar bahwa ada orang lain di sana, lalu meminta maaf.
“cantik” ucap Fa’I
“makasih. Saya adalah Philo dari keluarga Phial. Salam kenal” ucapnya sembari membungkuk dan mengangkat roknya dengan anggun, yang mampu membuat siapapun terpana saat melihatnya
“Saya adalah Fa’I dari keluarga kecil biasa” ucapnya sembari membungkuk penuh hormat
“Kau punya sopan santun yang baik” ucapnya
“terima kasih, dan ini pelayan sekaligus teman saya. Jes’ka” ucapnya sembari menunjuk Jes’ka dengan sopan.
Jes’ka pun melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Philo tadi, dan Philo membalasnya.
“Jes’ka adalah teman seangkatan ku saat di akademi pelayan dulu”
“benarkah. Wow, suatu kebetulan. Apa yang menarikmu ketempat seperti ini ?”
“Ah, aku membelikannya beberapa pakaian”
“ah begitu… Date ya …” ucapnya genit.
“bu-bukan seperti  itu” jawab Jes’ka gelagapan
“Hei. Kenapa kau diam sa-
“Bisa dibilang seperti itu”
“Hooh… Baiklah, jika begitu saya permisi dulu. semoga lancar ucapnya. Dan jika kau mencari bunga kau bisa datang ke toko kami.” Ucapnya sembari memberinya kartu nama lalu pergi
Wajah Jes’ka yang memerah Nampak begitu manis di mata Fa’i. ia menunduk untuk menyembunyikannya. Namun, Fa’I sudah melihatnya dengan jelas. ‘kenapa ? bukankah menghabiskan waktu berdua dengan lawan jenis disebut dengan date ‘ pikirya. Jes’ka pun masuk ke ruang ganti dan mencoba pakaiannya.
Tak lama setelah itu, Jes’ka keluar dengan pakaian yang Fa’I pilih tadi. Ia dengan malu-malu bertanya ke Fa’I tentang pendapatnya. “Cantik” jawabnya kagum. Walaupun begitu, ia tetap tak yakin dengan gaun ini. Pasalnya harganya cukup mahal. Ia pun Kembali dan mengganti pakaiannya dengan rok hitam selutut, dan atasan kaos putih dengan gambar hati di dadanya. Ia pun Kembali bertanya ke Fa’i. “lumayan” jawabnya. Ia pun melihat dirinya dari cermin dan menghembuskan nafas berat. ‘ternyata aku memang lebih cocok dengan gaun tadi’
“ada apa ? kau tak suka gaun tadi ?”
“tak apa, aku lebih suka yang ini”
Mereka pun pergi ke kasih untuk membayar. Jes’ka langsung mengenakan baju itu, sedangkan baju pelayannya dibungkus menggantikannya. Lalu saat kasir mengucapkan nominalnya, Fa’I menyela. “Tunggu” ucapnya. Ia pun pergi meninggalkan mereka, meminta salah satu pegawai untuk mengambilkan gaun tadi. Lalu meminta kasir untuk memasukkan pakaian itu Bersama dengan pakaian pelayan Jes’ka.
“Lho, Fa’I. aku beli yang ini. Kenapa kamu ambil juga yang itu ?”
“siapa bilang kamu yang beli ? Baju ini aku yang beli. Dua duanya untukmu”
“untukku ?”
Fa’I pun mengangguk sebagai jawaban, lalu membayar kedua pakaian itu lalu pergi.


Sudah lebih dari satu jam mereka berkeliling, membuat mereka merasa Lelah. Walaupun sebenarnya yang Lelah hanya Jes’ka. Alhasil, disinilah mereka sekarang. Tengan duduk ditengah salah satu restoran keluarga dengan dua gelas minuman pesanan masing-masing.
“Kemana lagi kita harus pergi ?” tanya Jes’ka
Lalu seorang pelayan datang, menanyakan tentang pesanan mereka. Fa’I pun memberikannya beberapa uang dan memesan dua gelas minuman yang sama. Namun Jes’ka menolak, berkata bahwa ia sudah cukup. Dan saat Fa’I merogoh kantongnya. Ia menemukan kartu nama Philo tadi. Ia membacanya dan menemukan bahwa ada satu toko lagi yang belum ia kunjungi. Dan mereka pun membatalkan pesanannya, lalu pergi.

Mereka hampir sampai. Tokonya tidak berada di pusat kota, namun berada di daerah pinggir kota. Cukup jauh dengan berjalan kaki. Namun, itu sudah menjadi hal yang biasa bagi Fa’i. Mereka pun sampai di depan suatu rumah kecil dengan kios di depannya. Banyak bunga-bunga bertebaran di sana. Dan dibalik kios itu, terlihat Nas’ti dengan pakaian pelayannya tengah duduk diam menghadap kedalam sembari mengayunkan kipasnya.
“Permisi. Aku tengah mencari bunga” Ucap Fa’I mendekat
“ah ya- kalian lagi ? apa yang kalian cari ?” tanyanya
“Aku mencari bunga”
“bunga apa yang kalian cari ? bunga mawar, peony, Lilith, petunia ?”
“aku mencari bunga mawar mana”
“mawar mana ? sebentar “ ucapnya lalu pergi ke dalam
Tak lama kemudian ia Kembali dengan Philo.
“kalian mencari bunga mawar mana ?”
“eh… ya. Seratus tangkai”
“Seratus tangkai ?!. Warna apa yang kalian cari ?” tanyanya berusaha terlihat tenang.
Mawar mana adalah sejenis bunga mawar,  yang menerima mana cukup banyak hingga ia mampu merubah warna kelopaknya. Warna kelopaknya akan berubah mengikuti perasaan pemegangnya. Namun, mawar mana ini cukup berbahaya, karena jika cara mencabutnya salah, orang itu akan terkena ledakan mana yang cukup deras hingga mampu menghancurkan kolam mana orang itu. Sehingga ia tidak lagi mampu menggunakan sihir.
“aku ingin yang polos”
“yang polos. Itu cukup sulit”
Dan warna yang paling sulit untuk didapat adalah warna polos atau warna putih bening. Karena warna putih bening adalah warna mawar itu saat ia belum dicabut.
“aku tidak bisa menjual mawar ini dalam keadaan seperti itu. Itu cukup berbahaya bagi pelanggan”
“tak apa, kau cukup menaruhnya di pot bunga. Nanti, ibuku akan mencabutnya. Ia suka seperti itu. Lagipula ia cukup ahli seputar tentang bunga”
“apa kau yakin ?”
“ya. Dulu kami punya kebunnya. Jadi itu tidak masalah”
“baiklah tunggu sebentar”
Tak lama kemudian, Philo Kembali dengan membawa pot bunga dengan bunga mawar diatasnya. Bunga mawar itu berwarna begitu putih bersih, dengan pot bermotif daun yang melingkar cukup indah.
“baik tunjukkan alamatmu, akan kukirimkan sendiri kesana”
“ah, tak perlu. Aku akan membawanya sendiri. Lagipula Jes’ka bisa menggunakan sihir teleportasi”
“apa kau yakin ?”
“aku seratus persen yakin. Sudahlah, kau tak perlu khawatir”
“baiklah” ucapnya. Lalu ia menyebutkan nominalnya. Fa’I pun membayarnya lebih dari seharusnya. Ia memberikan tiga kali lipat dari harga aslinya. Begitu Philo hendak memberikan kembaliannya, Fa’I menolak. Ia berkata bahwa itu sebagai ucapan terima kasih karena telah menyediakan mawar yang ia cari. Dan mereka pun pergi, Kembali ke kediaman mer.
Begitu  sampai, Fa’I langsung pergi ke taman. Di taman itu terdapat ratusan macam bunga, dengan luas sekitar 100m² dengan bentuk lingkaran. Di tengahnya terdapat suatu tempat untuk berteduh. Semacam gazebo, tapi dengan sungai kecil berisi ikan-ikan kecil dibawahnya.
Di sekitarnya, hanya ada tanah kosong tanpa bunga sedikitpun. Tanah itu dibiarkan kosong untuk mawar mana yang ibunya suka. Ia berkata bahwa semua tanaman yang ada di sini semua ibunya kumpulkan dan tanam di sini. Namun sebelum ia mengisi tempat kosong itu dengan bunga favouritnya ia pergi. Dan ia tak pernah memberi tahu Fa’I alasannya. Ia hanya berkata bahwa itu karena ia begitu menyayangi mereka. Dan sekarang, taman itu sudah penuh.
Setelah itu, Fa’I pergi ke kamar ibu nya. Mengetuk pintunya, berusaha memanggilnya. Namun, tak jawaban yang ia terima. Ia pun membuka pintunya. Hanya untuk melihat ibunya tengah tertidur dengan tersedu. Ia begitu terluka mengetahui kenyataan ini. Karena itulah Fa’I hendak menghibur ibunya walau sesaat. Ia pun menggoyangkannya, berusaha membangunkannya. Dan percobaan nya berhasil. Ibunya terbangun dan menatapnya.
“Eh, Nak. Ngapain ? udah malem ini. Nggak tidur?” ucapnya sembari mengusap matanya. Berusaha menghapus jejak air mata. Fa’I menggeleng dan mengajak ibunya untuk pergi. Ibunya pun terbangun, lalu ditariknya keluar dari kamar.
“kita akan kemana ? udah malem ini.”
“udah mama ikut aja. Aku punya sesuatu buat mama”
“apa ?”
“udah diem aja”
Mereka pun sampai ke taman bunga. Ia mengajak ibunya ketengah taman dan ibunya pun terkejut akan apa yang ia lihat. Tamannya sudah lengkap. Warna-warna bunga itu begitu selaras. Begitu enak dipandang.
“kamu beli di mana ini nak ?”
“aku nemu di pinggir kota, ada yang menjualnya”
“siapa ? kenapa mama nggak pernah tau ?”
“dari toko milik kenalanku. Ini kartunya” jawabnya sembari memberi kartu nama tadi.
“tunggu dulu. Phial ? aku pernah mendengarnya ntah di mana”
“mungkin itu hanya perasaan mama aja. Sudah lah yang penting bunganya terkumpul”
“makasih ya nak” ucapnya sembari memeluk anak sulung nya itu.
Angin malam berhembus perlahan. Mengangkat rambut ibunya dengan ringan. Hari mulai dingin namun tak menghentikan mereka untuk tetap di sana. Sudah beberapa hari sejak Shi’ka meninggal. Namun, ini menjadi malam yang indah untuk mereka berdua.
“seandainya …”
“sudah ma, aku tau. Aku juga berharap hal yang sama”
“iya…” ucap ibunya. Tatapannya menjadi lesu. Seperti merasa tidak ada hari esok bagi mereka.
“jangan tinggalin mama ya nak. Apapun itu, jangan pergi sebelum mama”
“pasti kok ma” jawab Fa’I dalam dekapan ibunya.

*

Jam menunjukan pukul tiga pagi. Fa’I sudah tertidur lelap di kamarnya. Ia tertidur dalam pelukan ibunya. Dan seperti sudah menunggunya, Jes’ka datang dan membopongnya ke kamar. Walaupun ibunya sempat menolak, namun Jes’ka begitu memaksa. Alhasil, Rose. Ibu Fa’I kini tengah sendiri di taman sedari itu.
Ia mengingat masa Bahagia mereka. saat keluarga mereka masih lengkap. Tidak seperti sekarang. Hanya tersisa mereka bertiga. Ia mengingat akan apa yang akan mereka bertiga lakukan, menunggu ayahnya pulang. Melakukan suatu permainan Bersama.
Lalu, ia melihat sosok bayangan yang ia kenal. Ia melihat nya begitu jelas. Seperti tak percaya akan apa yang ia lihat. Ia mengusap kedua matanya untuk memastikan. Namun apa yang ia lihat Nampak begitu nyata. Bayangan itu pun pergi keluar kediaman. Karena taman dan pintu masuk kediaman cukup dekat, kau bisa melihatnya dengan jelas.
Ia menutup mulutnya tak percaya. “Ir’ha ?” panggilnya. Namun sosok yang dipanggil tidak menanggapi dan hanya terus berjalan tanpa peduli. Ia memanggilnya berulang kali. Dan tetap dihiraukan. Ia pun pergi mengikutinya. Mengejarnya dengan cepat.


Di tempat lain, Nar’u tengah menyelidiki kematian ayahnya. Kematiannya begitu singkat. Tanpa sesuatu yang menyakitkan. Seperti hendak benar benar membunuh seseorang dengan rencana yang begitu matang. Namun, kenapa ayahnya ?. kenapa disaat ia Bersama dengan pak tua. Sedangkan ia adalah guru ku. Dan juga seperguruan dengan ayahku dan tante Rose. Apa yang pembunuh ini rencanakan.
Ia tengah duduk di ruang kerjanya. Berkutat dengan buku penuh coretan di depannya. Tak ada yang berhubungan. Bahkan bagaimana ia bisa keracunan pada teh yang ia buat dan seduh sendiri. Ia sungguh bingung. Berbagai petunjuk sudah ia coba, hingga akhirnya ia menemukan jalan buntu.
Telepon berdering di sebelahnya membuatnya terkejut. Ia pun mengangkat telepon itu. Berharap ada harapan. Dan ternyata jalan sudah terbuka walaupun sedikit.
“ada racun pasif yang terkandung dalam tubuh ayahmu. Diperkirakan umurnya sudah beberapa hari. Penyebabnya seperti terkena luka tusuk kecil di jari telunjuknya.”
“luka tusuk kecil ? seukuran jarum ?”
“eh ya bisa dibilang seperti itu. Aku bisa mengetahui jenis racunnya tapi aku tidak bisa mengetahui cara ia masuk ke tubuh korban”
“baiklah terima kasih dok” balas Nar’u lalu menutup teleponnya.
Ia pun bangun dari kursi. Lalu, pergi dari kamarnya. Ia melihat jam di dinding. Ini masih jam setengah empat pagi. Setengah jam lagi para pelayan akan bangun. Ia pun berbegas menuju Lorong ujung barat kediaman. Tempat yang tidak pernah dijamah oleh pelayan.
Di Lorong itu, cukup sepi. Dan hanya ada satu kamar kecil. Dengan jendela kaca yang menghadap langsung kearah kolam ikan di tengah kediaman. Tempat yang ibunya suka dulu. Ia mengeluarkan sebuah kunci dari kantongnya. Kunci yang hanya dimiliki oleh ayahnya dan dia. Ia memasukan kunci itu, lalu memutarnya. Dan pintu itu pun terbuka.
Kamar itu hanyalah kamar kecil. Kamar tempat ibunya tinggal dulu. Memang, ibunya tidur seranjang dengan ayahnya. Tapi mereka tidur di ranjang ini. Bukan di ranjang kamar ayahnya. Karena ini adalah tempat kesukaan ibunya. Bau bunga peony tercium begitu harum.
Bunga kesukaan ibunya itu, bertengger di vas kecil samping ranjang ibunya. Kamar yang hanya berisikan satu ranjang sedang di ujung kamar. Dengan meja kecil dan vas kecil berisi bunga peony di atasnya. Lalu ada lemari kecil dengan pakaian-pakaian kesukaan ibunya. Pakaian yang kini sering digunakan oleh Nar’u. dan sebuah meja lain di sebrang lemari yang biasa digunakan untuk merias dirinya.
Nar’u pun masuk dan mengambil bunga itu. Dan yang mengejutkan adalah bunga ini memiliki duri. Ini bukan bunga peony. Ini adalah bunga roleanea. Bunga yang ditemukan di barat. Bunga ini memang mirip bunga peony biasa, namun durinya mengandung cairan yang berisi racun pasif. Dan satu satunya hal yang bisa membuatnya menjadi aktif adalah gula. Nar’u tau akan hal ini, karena ia sudah pernah menemukannya sewaktu ia turun di medan perang. Ia yang masih memegang jabatan sebagai salah satu pasukan negara, harus tau akan hal ini.
Yang menjadi masalah saat ini, adalah bunga ini tidak berasal di daerah ini. Bahkan di hutan selatan tidak ada bunga seperti ini. Ia pun membawa bunga itu. Berusaha mencari asal usulnya.

*

“Ir’ha. Kamu mau kemana ?” teriak Rose
Sosok itu pergi kearah jembatan taman kota. Dan Rose mengikutinya terus menerus dari kediaman. Begitu sampai di atas jembatan kota, sosok itu melihat kearah Rose lalu melompat ke dasar sungai. Sontak Rose pun ikut terkejut, ia pun ikut lompat kearah sungai. Dan tanpa ia sadari sosok yang ia ikut sedari tadi hanyalah sebuah bayangan hitam. Sosok itu melihat kearah Rose dan tersenyum lalu berkata,”Di sini kau akan mati” dengan suara seramnya.
Lalu sosok itu pun menghilang, menyisakan Rose sendiri di dalam sungai. Sungai itu cukup dangkal hanya sedalam dua setengah meter, cukup mudah untuk berenang ke permukaan. Namun, tidak pada saat itu. Air di sungai itu terasa seperti menarik Rose untuk lebih masuk ke dalam. Rose berusaha sekuat tenaga untuk keluar dari sungai itu. Nafas nya mulai tercekat. Namun, semakin ia berusaha, semakin kuat air sungai itu menariknya. Ia bahkan berusaha untuk menggunakan sihirnya namun tidak berhasil. Dan setengah jam kemudian. Yang bisa ditemukan di sungai itu hanyalah tubuh Rose yang sudah tak bernyawa


“Bagaimana dengan hasilnya ?”
“Bagaimana kau bisa tau ?”
“karena hari dimana ayahku meninggal adalah hari di mana ibuku menghilang. Ia selalu meletakan bunga peony di kamar ibu ku di hari ibu ku meninggal”
“maaf”
“tak apa. Jadi hasilnya positif? “
“ya. Hasilnya positif”
“baiklah. Kalo seperti ini, teka teki nya mulai berjalan”
Lalu, Jes’ka mendengar ada mengetuk pintu. Iapun menutup teleponnya, berjalan mendekat dan bertanya “siapa di sana ?”. yang ternyata adalah Fa’I . ia pun membuka pintunya dan melihatnya yang dalam keadaan bingung.
“ada apa ?”
“eh, apa kau melihat mama ?”
“tante Rose ? tidak aku tidak melihatnya. Lagipula jam berapa ini ? bukankah ia masih tidur ?”
“ia tidak ada di kamarnya, dan aku terbiasa bangun jam segini. Hanya untuk kedapur dan melihat menu yang akan kumakan”
“sebenarnya kau disana hendak melihat apa atau siapa ?”
“maksudnya ?”
“lupakan. Kita cari saja ibumu”
“ah tak usah aku akan mencarinya sendiri” ucapnya lalu pergi.
Nar’u pun Kembali kedalam, ia belum tidur semalaman dan tubuhnya mulai merasa Lelah. Ia pun menyeduh kopi yang sudah dingin itu kedalam gelas dan meminum hal yang paling ia benci itu. Tiap kali ia menelan satu tegukan ia menjulurkan lidahnya. "pahit” ucapnya. Lalu, ia pun pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya.
Begitu selesai, ia mendengar ada yang mengetuk pintu lagi. Ia pun menghampirinya dan membukanya. Namun, tidak ada siapapun di sana. Lalu,
Wush!
Ia mundur menghindari sebuah serangan yang mengarah ke lehernya. Ia tak melihat musuhnya dimana. Ia pun langsung memasang kuda-kudanya siap bertarung. Berbagai serangan meluncur kearahnya dan tak satupun dari itu yang kena. Ia lalu menggunakan sihir anginnya, membuat gelombang yang cukup kerasm berusaha mencari tahu dimana musuhnya. Dan ia menemukannya. Begitu ia hendak menyerang, pandangannya menjadi gelap. Ia terkejut dan terhuyung ke depan, lalu
Cklek.
“mbak, ada… tunggu mbak ngapain ?”
Pandangannya Kembali menjadi jelas. Ia pun melihat Fa’I yang terpaku di depan pintu menatapnya. Ia menatap tubuhnya dan sadar. Ia tidak mengenakan sehelai pun. Ia langsung mengambil handuknya yang jatuh lalu melemparnya ke Fa’I .
“kamu ngapain idiot ?”
“ah maaf!” ucapnya lalu menutup pintu nya dengan keras.

Ia keluar dan melihat Fa’I di sana. Ia menatapnya dengan tajam, namun Fa’I hanya cengengesan. 
“apa ?”
“ah itu, ada orang di depan nyari mbak”
“siapa ?”
“ntahlah, kata Jes’ka ia dari dewan keamanan kota”
“dewan keamanan kota ? ngapain ?”
Fa’I hanya mengedikan bahunya. Tak tahu.
Mereka pun pergi ke pintu depan kediaman. Dan menemukan dua orang tengah berdiri di sana. Salah satu dari mereka mengenakan seragam penyihir, dan salah satunya berdiri dengan acuh dibelakang nya. 
“kami dari dewan keamanan kota. Apa benar anda orang tertua di keluarga ini ?” ucapnya sembari menunjukkan kartu identitasnya
Nar’u pun melihatnya dan mengangguk.
“ya saya sendiri. Nar’u Mer. Ada apa pagi-pagi ke kediaman Mer?”
“Kami menemukan jasad yang diperkirakan adalah jasad Rose Mer” ucapnya
Nar’u pun sontak melihat kearah Fa’I disebelahnya. Fa’I pun menarik kerahnya dengan kasar lalu berteriak.
“apa yang kaumaksud? Lelucon apa ini ?”
“tenanglah nak, aku tahu ini berat, tapi kami sudah mengkonfirmasinya. Dia benar Rose Mer”
“dimana dia sekarang ?!” tanya Fa’I
“di rumah sakit pusat kota. Kami menunggu keputusan keluarga yang bersangkutan, apakah akan kalian kubur atau kalian kremasi” Fa’I pun roboh begitu mendengarnya.
“akan kami kubur sendiri, aku akan mengambilnya. Dan aku ingin kasus ini ditutup. Tanpa sangkut paut pihak manapun. Tanpa terkecuali” ucap Nar’u tegas. Fa’I pun menatapnya tak percaya
“tapi…”
“tidak ada tapi. Apapun itu!” potong Nar’u tegas.
“APA MAKSUDMU MBAK ? KENAPA KAU TUTUP KASUS NYA ? BAGAIMANA BILA IA MATI DIBUNUH ? BAGAIMANA BILA PEMBUNUHNYA MASIH BERKELIARAN ?”
“Tenang lah Fa’I. tak hanya kau yang tertekan di sini. Baik ayahku juga ibumu, mereka berdua mati dibunuh. Dan aku sedang mencarinya”
“eh, maaf tapi kau tidak bisa -” 
“tak bisa apa ? aku juga punya lisensi penyihir jangan ganggu aku” ucapnya tajam
“tapi itu akan melanggar protocol”
“siapa yang peduli dengan protocol payah itu. Jangan halangi aku atau kalian akan tahu akibatnya sendiri. Berikan aku alamat rumah sakitnya. Aku akan mengambilnya sebentar lagi”
Pria itupun memberinya alamat rumah sakit tempat jasad ibunya terbaring. Dan mereka pergi setelahnya.


Dua hari kemudian.
Diwaktu penguburan jasad ibunya, Fa’I hanya terdiam. Tak ada air mata yang jatuh. Tatapan kosong terlukis di wajahnya. Jes’ka yang berada di sisinya berusaha menghiburnya. Namun, tak sekalipun Fa’I menatapnya. Dan setelah kejadian itu, Fa’I mulai mengurung diri. Tak makan, tak minum.
Disisi lain Nar’u tengah bingung dengan pecahan misteri yang ia kumpulkan. Racun alami dari bunga yang tidak berkembang di benua ini. Bayangan hitam yang menyerang nya. kematian Rose Mer yang tak jelas. Ia mengenal betul siapa Rose Mer itu. Ia adalah idolanya. Ia begitu kuat dalam pertarungan, begitu megah, begitu… luar biasa. Namun, siapa sangka orang sekuat Rose Mer meninggal karena tenggelam. Ia merasa seperti kehilangan satu potong penting dalam kasus ini. Lalu, ia teringat sesuatu…
“tunggu dulu. jangan-jangan-
Ia pun langsung bergegas pergi. ada satu poin penting yang ia lupakan. Dan poin itu mengarah hanya ke satu orang saja.

*

“Ah, ternyata sudah tengah malam” ucap Fa’I begitu melihat jam. Ia belum makan seharian penuh, membuat perutnya bersuara meronta-ronta. Ia mencoba berajalan, namun tenaganya yang lemah membuatnya kesulitan berjalan. Ia merutuki dirinya karena telah menolak semua makanan yang dikirimkan. Ia pun memaksakan diri untuk berjalan, dengan dinding sebagai pegangannya. Tanpa sengaja, ia menendang pedang miliknya. Menimbulkan suara gaduh.
Lalu Jes’ka dan satu pelayan lain masuk ke kamarnya. Terkejut karena tiba-tiba mendengar suara gaduh. “kau tak apa tuan ?” tanyanya sembari mendekat berusaha membantu Fa’I untuk berdiri. Fa’I tersenyum kecil begitu sadar bahwa masih ada saja orang yang peduli padanya. “aku lapar” ucapnya dengan lemas lalu tertawa kecil.
“kami sudah menunggumu tuan” ucap mereka sembari tersenyum.
Tak lama dari itu, mereka menghidangkan makanan yang jauh dari kata mewah. Mereka menghidangkan nasi goreng sederhana. Fa’I melihatnya dan bertanya “kenapa kalian membuat ini ?”. dan salah satu pelayan itu menjawab “tuan coba saja dulu.”. Alhasil, Fa’I pun mulai menyendok nasi goreng itu dan memakannya. Begitu ia merasakan nasi goreng itu, air matanya mulai mengalir.
“apa ini ? bagaiamana bisa kalian membuat ini ? ini kan…”
“ini resep yang nyonya ajarkan ke kami. Ia bilang kau begitu menyukai nasi goreng buatannya. Apakah itu enak ?”
“enak… ini enak sekali. Ini begitu enak” ucapnya dengan mulut penuh dan pipi banjir air mata.
“Fa’I, ijinkan aku mengatakan sesuatu” ucap Jes’ka.
“katakan saja”
“berdua” ucapnya tegas.
“bisakah kau keluar ?” ucapnya kepada pelayan itu dengan tersenyum.
Pelayan itupun mengangguk perlahan lalu keluar. Rasa lega dalam dirinya keluar mengetahui tuannya sudah mulai membaik. Ia menutup pintu dari luar dan berdiri di sampingnya, menunggu perintah lain darinya.
“aku tahu siapa yang membunuh ibumu, siapa yang membunuh paman Shi’ka” ucap Jes’ka

*

“apa yang kau lakukan di sini ?”
“ah kepala pelayan ? saya menunggu Fa’I di sini”
“mana Jes’ka ?”
“dia didalam, ia seperti hendak mengatakan sesuatu. Ntah apa”
Pak Christ pun mulai mengernyitkan dahinya. Ia lalu mengetuk pintu, meminta ijin untuk masuk. Namun tak ada jawaban yang ia terima. Ia pun mengetuk pintu itu untuk kedua kalinya dengan ijin yang berbeda. Lalu, ia membuka pintunya dan menemui Jes’ka tengah menautkan bibirnya ke Fa’I.
“apa yang kaulakukan ?” ucapnya membuat Jes’ka kaget.
“itu seharusnya menjadi pertanyaanku. Apa yang kau lakukan ?”
“ah maaf atas kelancangan saya tuan, saya mengira sesuatu terjadi pada anda. Karena itu saya tanpa ijin membuka pintunya. Saya mohon maaf tuan”
“baiklah, ada perlu apa ?”
“saya ada perlu dengan Jes’ka”
“baiklah silahkan pergi”
Dan Jes’ka pun mulai menurut dan pergi dari tempatnya. Sejenak ia menatap Fa’I lalu pergi dari kamarnya.

*

Pintu kamar terbuka dengan kasar. Bersamaan itu Nar’u meneriakan nama sepupunya itu. Namun, ia tidak melihat siapapun. Ia mengedarkan pandangannya berusaha mencarinya. Lalu, ia menemukan seorang pelayan. Ia pun menghampirinya dan menanyakan keberadaan sepupunya.
“Fa’I ? dia tadi pergi kearah dapur setelah makan untuk pertama kalinya”
“dapur ? untuk apa ?”
“saya kurang tau nyonya”
“baiklah, terima kasih”
Ia pun bergegas pergi ke dapur. Dan sesampainya ia menemuka Fa’I yang tengah mengintip kedalam ruang masak. Ia menghampirinya dan memanggilnya.
“apa yang kau-
“sush…” potongnya

*

“aku tahu siapa yang membunuh ibumu, siapa yang membunuh paman Shi’ka” ucap Jes’ka
“siapa ?” tanya Fa’I penuh amarah begitu mendengarnya
“ini mungkin bukan waktu yang tepat, tapi aku merasa aku harus memberitahumu. Karena mungkin tidak ada waktu lain jika tidak sekarang”
“jangan berbelit-belit. Katakan siapa ?!”
“apapun yang akan kukatakan setelah ini adalah suatu hal yang sebenarnya. Kau boleh membenciku. Kau boleh membunuhku. Tapi, maafkan aku”
“siapa Jes’ka ! siapa ?!”
“aku tak bisa mengatakannya. Tapi aku bisa menunjukkannya.”
Mereka lalu mendengar suara di balik pintu. Jes’ka pun dengan cepat langsung menautkan bibirnya ke Fa’I. Hal itu membuatnya terkejut. Begitu juga Pak Christ yang baru masuk.
“apa yang kaulakukan ?” ucapnya. Dan Jes’ka pura-pura terkejut
“itu seharusnya menjadi pertanyaanku. Apa yang kau lakukan ?”
“ah maaf atas kelancangan saya tuan, saya mengira sesuatu terjadi pada anda. Karena itu saya tanpa ijin membuka pintunya. Saya mohon maaf tuan”
“baiklah, ada perlu apa ?”
‘sekali lagi aku minta maaf Fa’I’ bisiknya
“saya ada perlu dengan Jes’ka”
“baiklah, kalian boleh pergi”
Dan Jes’ka pun mulai menurut dan pergi dari tempatnya. Sejenak ia menatap Fa’I lalu pergi dari kamarnya. Dan Fa’I tau itu tatapan pasrah. Bukan tatapan yang biasa ia dapat. Dan karena itu Fa’I mulai mengikutinya.

*

“hari ini kita selesaikan. Kita lakukan bagian kita Bersama. Aku akan mengurus gadis itu, sedangkan kau urus bocah itu. Sepertinya kau sudah berhasil mendapatkan hatinya. Jadi tentu saja ini mudah bagimu”
“akan kuusahakan ayah”
Ucapan mereka membuat Fa’I dan Nar’u terkejut. Nar’u memang sudah menduga bahwa pak Christ adalah pelakunya. Tapi Jes’ka, ia bahkan tak tahu, tidak. Mereka bahkan tak tahu bila pak Christ adalah ayah dari Jes’ka. Sontak Nar’u membanting pintu dengan kasar.
“apa maksudnya ini ?”
“tunggu, kenapa kau di sini ?”
“kau ? kau ? jangan seenaknya ! sekarang aku tanya. Apa kamu yang membunuh tante dan ayah ?”
Ia hanya terdiam membisu.
“CEPAT KATAKAN ! APA KAU YANG MEMBUNUHNYA ?!”
Ia pun menghembuskan nafas berat, lalu berkata “kalo sudah ketahuan mau bagaimana lagi. Ya aku yang membunuhnya. Kenapa ?”
“bajingan!” teriak Nar’u
“memangnya kenapa ? mereka sudah membunuh satu satunya putri ku dengan mengirimnya ke medan perang. Putri ku yang dengan setia menjadi tangan kiri ayahmu dibiarkan mati di medan perang. Dan juga kau Jes’ka, aku tidak pernah menganggap kau sebagai putriku. Bahkan sedari waktu itu.”
“maksudnya ?” tanya Jes’ka tak percaya
“kau hanyalah alat yang kugunakan untuk mencapai keinginanku. Bahkan, seperti yang kuduga, kau jatuh hati kepada putra dari keluarga Mer dan menghianatiku. Kau pikir aku tak tahu apa yang kau rencanakan ?”
“gausah banyak bacot !” ucap Fa’I lalu meluncur dengan cepat. Begitu ia melayangkan tinjunya, sebuah perisai menghalanginya.
“apa ini ?”
“kau pikir aku tak tahu kekuatanmu ? semuanya sudah kuperkirakan. Sekarang kalian semua akan mati di sini” ucapnya. Lalu, lingkaran sihir muncul di bawah mereka. mereka bertiga tidak bisa bergerak. Nar’u yang tahu sihir itu cukup berbahaya langsung berteriak ke Fa’I untuk menyingkir. Namun, tak satupun dari mereka bisa bergerak. Lalu,
Buagh! Buagh!
Mereka berdua terlempar cukup jauh, menyisahkan Jes’ka di tengah lingkaran itu. Lalu suatu kabut hitam tebal meluncur ke atas langit. Menghancurkan apapun yang menghalanginya. Jes’ka terjebak di sana, menerima semua itu sendirian.
“sialan” ucap Pak Christ. Ia pun mengambil belati di belakangnya dan merubah wujud nya menjadi bayangan. Ini adalah bayangan yang dilawan Nar’u sebelumnya. Ia pun meluncur dan mengarahkan serangannya kearah Fa’i. Namun, lagi lagi Jes’ka menahannya dengan memberikan bahu kirinya.
“kalian, cepatlah lari ! dia bukan tandingan kalian!”
Lalu, 
Buagh !
Satu pukulan mendarat di wajah Christ. Dan yang melayangkan tinjunya adalah Fa’I . Hal itu tentu saja membuat Christ marah. Ia pun menarik belatinya, menendang Jes’ka cukup keras lalu mengeluarkan bola sihir berwarna hitam pekat dan menembakkannya kearah Fa’I . Sebelum bola sihir itu mengenai Fa’I bola sihir itu hancur tepat didepan mukanya.
“kau tak apa ? tanya Nar’u”
Fa’I melihat Nar’u dan mengangguk. Mereka pun mulai menyerang pak Christ bersamaan. Namun, pak Christ tidak mudah dikalahkan. Ia dilatih sendiri oleh mendiang Shi’ka. Kekuatan tempurnya hampir setara dengannya. Namun, Fa’I dan Nar’u tak gentar. Mereka tetap maju untuk melawannya.
Dengan Gerakan yang cepat Fa’I melancarkan serangan bertubi-tubi. Ia mulai melayangkan tinjunya, tapi tak satupun serangannya yang kena. Kecepatan musuhnya jauh diatasnya. Fa’I pun menghentakan kakinya, mulai memperbaiki kuda-kudanya lalu meluncur dengan lebih cepat. Tapi, semakin ia mempercepat gerakannya, semakin cepat pula Gerakan musuhnya. Lalu, tiba-tiba ia mampu membaca pola gerak musuhnya. Ia pun berhasil melayangkan tinjunya kewajah musuhnya. Membuat musuhnya geram, dan Kembali mendaratkan serangan dengan kakinya di pelipis kanannya. Melemparnya keujung ruangan.
Asap mengepul, namun dengan cepat asap itu hangus. Pak Christ mulai serius dalam melawannya, dan mengejarnya. Sebelum ia sempat melayangkan tinjunya ke Fa’I ia terkena sambar oleh petir dari sampingnya. “jangan lupakan aku” ucap Nar’u. pak Christ pun menggertakan giginya. Ia mengeluarkan gelombang sihir berwarna hitam pekat. Lalu menyeringai. 
Dengan cepat ia berpindah kebelakan Nar’u dan menghantamnya dengan kekuatan penuh. Melemparnya hingga keluar ruangan menembus tembok. Fa’I yang tak tahu apa yang terjadi mengalihkan pandangannya ke kakak perempuannya. Tapi, yang dilihatnya adalah kepalan tinju yang mengarah langsung ke wajahnya. Ia terpukul mundur, badannya terhuyung. Pak Christ pun menendang kakinya menghancurkan keseimbangannya dan memukul dadanya dengan kekuatan penuh. Melemparnya ke sisi lain luar ruangan.
“kalian berdua akan mati di sini” ucapnya
Puluhan peluru sihir melayang dari kepulan asap, mengarah langsung ke Pak Christ. Namun, Pak Christ mampu menghindarinya dengan mudah. Di sisi lain, Fa’I menghentakkan kakinya lagi. Menghapus kepulan debu yang menutupi pandangannya, lalu melesat kearah Pak Christ yang masih berada di udara. Ia melayangkan satu pukulan tepat kearah wajahnya. Namun, Pak Christ menahan pukulan kanannya. “Hanya i-“ kaki kirinya pun ikut menyambar kearah wajahnya. Memotong ucapan pak Christ. Ia melakukan tendangan berputar dengan kaki kirinya. Dan melempar pak Christ cukup jauh. Sebelum ia sempat mendarat, ia dihantam oleh petir dengan tegangan tinggi oleh Nar’u.
Serangan Nar’u meleset. Pak Christ masih berdiri dengan keadaan tak jauh dari sebelum ia bertarung. “Boleh juga kalian. Tapi ini masih belum cukup”
Nar’u yang mulai merasa geram pun mulai mengeluarkan seluruh kekuatan sihirnya. Ia memanggil semacam orb-orb kecil disekitarnya yang melambangkan semua elemen dasar. Tiga orb. Tanah, Air, Udara. Orb itu, terus menerus bermunculan dan bergabung. Berubah warna, hingga mewakili tiap-tiap elemen. Api, Air, Tanah, Udara, Petir. Ia menyerang Pak Christ dengan ganas. Gerakannya menjadi lebih cepat. Ia menggunakan sihir [Haste] pada dirinya. Sihir yang membuat penggunanya mampu bergerak lebih cepat dari biasanya.
Tiap elemen menyambar dengan teratur ke Pak Christ. Ia mengeluarkan sihir api, yang cukup besar kearahnya. Namun, pak Christ masih mampu menghalaunya. Dan disaat pak Christ menahan serangannya dari depan, dari sisi-sisi lain pun datang serangan lain. Petir dari atas, tanah dari belakang, air dari kedua sisi. Dan udara menekan permukaannya. Tapi ia lupa satu factor. Ia lupa tentang sihir pak Christ.
Duar !!
Ledakan terjadi di dapur. Benturan antar elemen yang begitu keras membuat suara yang mampu memekakan telinga. Kepulan debu Kembali menjulang. Fa’I kini datang dan menghapus kepulan itu dengan tepukan tangannya, lalu memasang kuda-kuda untuk memukulnya. Dan ternyata, tak ada siapapun di sana. Lalu, satu belati menancap di punggungnya.
“Kamu lengah” ucapnya
Pak Christ keluar dari bayangan tubuhnya. Tubuhnya setengah merupakan bayangan yang menyatu langsung ke bayangan milik Fa’i. Fa’I pun memutar tubuhnya hendak menyikut Pak Christ namun ia menghindar dengan cara yang sama. Fa’I pun melompat berusaha menghindari serangan selanjutnya. Namun, begitu ia mendarat kaki kirinya tersayat belati. Tapi, tangan itu tidak Kembali. Tangan pak Christ yang memegang belati tetap dalam bentuk manusianya.
“ada apa ? kau tak bisa mengubah tanganmu ?” tanya Nar’u
Fa’I yang tengah kesakitan tak melewatkan kesempatan. Ia memegang tangan itu dan mematahkannya. Menjatuhkan belati yang ia pegang sebelumnya. Dan menariknya keluar. Ia pun menggapai kepala pak Christ dan menghantamkannya ke dengkul kakinya. Lalu, ia menggapai kedua tangannya, mencegahnya untuk roboh dan menendang kepalanya dengan kaki kanan. Lalu menjatuhkannya dengan menghantamnya ketanah dengan kaki yang sama.
Fa’I mengepal tangannya hendak memukul Pak Christ, namun ia meleset. Ia menghancurkan tanah tempat pak Christ berbaring sebelumnya.
“ada apa ? sudah cukup ?” ucap Fa’I sembari mengambil belati Pak Christ.
“Bajingan !” ucapnya. Ia pun melemparkan belatinya kearah Fa’I, dan dengan mudahnya Fa’I menghindarinya. Tapi bukan ia yang Pak Christ incar. Yang ia incar adalah orang yang dibelakangnya. Nar’u. Nar’u hendak mengelak namun, Pak Christ yang sudah dibelakangnya menyikut punggungnya dan menarik belatinya tepat kearah dadanya, membuat lawannya menjerit. Fa’I yang hendak melawan, dikejutkan dengan belati yang ia pegang  bergetar seperti meminta untuk pergi darinya.
“belati itu bukan milikmu. Kembalikan” ucapnya
Belati itu pun meluncur kearah tangan Pak Christ. Dan begitu sampai di genggaman pak Christ, ia langsung mengarahkan belati itu kejantung Nar’u. Lalu, waktu serasa berhenti sesaat. Fa’I yang adrenalinnya terpacu melihat Gerakan itu dalam Gerakan lambat. Namun, tubuhnya tidak mau bergerak, ia membeku. Merasa takut akan hal yang ia rasakan selama ini. Kehilangan.
“tidak, jangan lagi, jangan lagi, aku tak mau ada yang mati lagi. Nggak, nggak, nggak!”
“lalu apa yang kau tunggu ? panggil aku. Panggil namaku. Namaku adalah…”
Ting !
Ia menahan belati pak Christ dengan pedangnya. Pak Christ pun terkejut. Ia tidak melihat Fa’I membawa pedang sebelumnya. Fa’I pun memukulnya dengan tangan kirinya. Begitu, Pak Christ terlempar, ia menangkap Nar’u.
“kau tak apa ?”
“aku tak apa, aku bisa menyembuhkan diriku. Pokoknya jangan biarkan ia hidup”
“Aku janji”
Ia pun membaringkan Nar’u di belakangnya. Mencabut belati di dadanya dan melemparnya ke Pak Christ. Dan Nar’u pun menghilang, menggunakan sihir teleportasinya untuk berpindah. Pak Christ pun mulai berdiri, dengan kedua belati ditangannya. 
Fa’I pun mulai menyarungkan Kembali pedangnya. Kini pedangnya berubah, menjadi pedang dan perisai. Dan ia mencabut pedangnya dari perisainya.
“[First Mode, Knight]” ucapnya.
“wujud pedangmu tak mempengaruh i cara bertarungmu”
Fa’I menghiraukan ucapannya dengan mengambil ancang-ancang.
“boleh juga kau, oke, SINI !!!”
Fa’I pun meluncur dengan cepat. Lebih cepat dari biasanya, menghunuskan pedangnya. Desingan suara besi terdengar, Pak Christ menghindari serangan Fa’I dengan menahannya dengan belati di tangan kanannya, dan melancarkan serangan dengan belati di tangan kirinya. Saat ia melancarkan serangan, ia melihat tatapan Fa’I yang begitu tenang. Dan sesaat sebelum belati itu menyentuh Fa’I, ia menghilang dan muncul dibelakangnya. Fa’I menghantamnya dengan perisainya. Membuatnya terlempar cukup jauh. 
Tak berhenti di situ. Ia dengan cepat berpindah ke jalur terbang Pak Christ dan menyerang dengan pedangnya. Pak Christ menahannya dengan kedua belatinya. Kali ini, Fa’I menghantam kedua belati pak Christ dengan perisanya. Membuat bilahnya patah dalam sekejap.
“apa ? bagaimana ?”
“kenapa pak Christ ? mana rasa percaya dirimu tadi ?” ucapnya sembari menatapnya dingin. Hawa membunuh yang begitu kuat tertanam di ruangan ini. Semua orang yang melihat hal ini bergidik ngeri. Tidak ada yang menduga, anak perian seperti Fa’I mampu membuat atmosfir seperti ini.
Pak Christ pun berpikir untuk lari dari situasi ini, namun. Fa’I yang lebih dulu meluncur menghentikannya. Dan, 
Slash !
Satu sayatan kecil mendarat di kaki kirinya. Lalu,
Stab !
Fa’I menusuknya di punggungnya, lalu menghilang lagi.
Stab ! Stab !
Dua tusukan tepat di dadanya. Lalu, untuk yang terakhir kalinya, ia menghantam pak Christ dengan perisannya. Menindihnya, dan berkata, “ada kata-kata terakhir pak ? Oh aku lupa, kau tak berhak mendapatkannya kan ?”.
“ada apa ini ? kenapa aku tak bisa menggunakan sihirku ?”
“apa kau tau apa yang terjadi saat mana dan Ki Bersatu ? Mereka akan tercerai berai, tanpa peduli pondasinya”
“tunggu, jangan bilang-
“bilang apa ?!” ucapnya sembari mengayunkan pedangnya hendak memenggalnya. Dan,
Slash !
Pedangnya terhenti tepat di sebelah lehernya. Ada darah mengalir di bilang pedang itu. 
“sudah lah, aku tau, ini berat, tapi jika kau meneruskannya, kau tak ada bedanya dengannya. Oke?”
Fa’I mengeratkan genggaman pedangnya, ia mengenal suara ini dengan begitu jelas. Ini suara gurunya.
“Apa yang kau lakukan pak tua ? Minggir”
“aku akan minggir setelah kau menjawab pertanyaan ku yang satu ini. Apa ini yang ibumu inginkan ? Putra sulungnya menjadi seorang pembunuh ?”
“Minggir pak tua… orang itu harus mati” ucap Nar’u dengan berjalan sempoyongan dibelakangnya. tiga orb miliknya masih mengambang di sekitarnya.
“Apa yang akan dipikirkan Ayahmu Nar’u ? yang dipikirkan ibumu ? apakah mereka puas anaknya menjadi seorang pembunuh ?”
“AKU BILANG MINGGIR PAK TUA !!!”
“Tunggu mbak. Kurasa pak tua ada benarnya. Kematian hanya akan menjadi jalan mudah baginya. Kita serahkan ia pada yang berwewenang. Biarkan mereka yang memutuskan. Lagi pula, aku tak mau ada yang merasakan hal yang sama denganku.” Ucapnya sembari melihat Jes’ka yang pingsan.
“apa ini yang kau mau Fa’I ?”
Fa’I mengangguk mantap sebagai jawaban.
“Baiklah, setidaknya aku sudah puas dengan menghajarnya”
“walaupun aku yang menghajarnya” ucapnya sembari cengengesan
“Apa yang kalian inginkan ? Cepat bunuh saja aku- Akh!”
Fa’I memukul tengkuk lehernya sebelum ia selesai bicara. Membuatnya pingsan.


Tak lama setelah itu, Pak Christ diserahkan pada pihak yang berwewenang. Ia menerima tuntutan pembunuhan, penyerangan, dan percobaan pembunuhan. Namun, berbeda dengan putri angkatnya. Ia tidak menerima hukuman apapun. Ia hanya berbaring di kamar pelayan dengan penuh luka dan perawatan. Tanpa dijenguk sekalipun oleh Fa’i. Ia seperti diberikan hukuman yang berbeda oleh mereka. Seperti lebih menekan batinnya daripada fisiknya. Yang membuatnya terus berpikir. Hingga ia akhirnya pasrah, apapun yang akan mereka lakukan padanya akan ia terima.
“Fa’I, apa kau akan tetap seperti ini ? kau seperti mempermainkannya. Jika kau ingin ia tinggal maka temui dia, jika kau ingin ia pergi maka usir dia. Jangan membuatnya dilema” Ucap Nar’u di tempat duduk Fa’i.
“Aku tak tahu, tinggalkan aku sendiri” balasnya sembari berusaha untuk konsentrasi pada meditasinya.
“Hei, hei, apa kau menyukainya ? kau dengar dari orang itu ? ia menyukaimu kau tahu”
“diamlah mbak, aku nggak mau diganggu”
“aku akan pergi kalau kamu menjawab ‘ya’ pada pertanyaan yang satu ini”
“APA ?!” tanyanya kesal
“biasa aja kali, orang aku bilangnya baik-baik juga”
“biisi iji kili, iring iki bilingnyi biik biik jigi”
Ia pun menjewer telinga sepupunya itu sekuat tenaga. Membuatnya mengaduh kesakitan, meminta ampun.
“aduh, iya iya, ampun mbak… ampun…”
“bilang dulu, sapa paling baik diantara kita ?”
“akua ada ada ada sakit mbak, iya iya, mbak paling baik”
“sapa paling cantik ?”
“kalo itu mah jelas mbak”
“hehe… makasih” ucapnya sembari melepas jewerannya.
“Fa’I, aku nggak memaksa. Tapi masuklah ke akademi. Bukan demi aku, tapi demi kamu juga. Karena, kamu tak tahu apapun tentang sihir. Ketahuilah tentang berbagai jenis sihir. Kita hidup di era ini, era sihir. Bukan lagi era kekuatan. Apapun itu sihir dianggap nomor 1.”
“paling tidak, jika kau tak mampu untuk bertahan di kelas karena keadaanmu, pahamilah tentang seluruh karakteristik itu, sehingga kau tak perlu repot saat melawan suatu sihir yang tak kau ketahui”
“kenapa aku harus tidak mampu. Iya kalo dulu, sekarang, kalo ada yang macam macam tinggal kupukul sekuat tenaga”
Dak!
“gini ?” tanyanya setelah memukul kepala Fa’I dengan keras
“SAKIT WOY!”
Nar’u pun tertawa, melihat reaksi sepupunya itu.
“Malah tertawa. Udah ah, sana sana. Ganggu mulu dari tadi”
“Lah lu belum bilang yang harus lu bilang”
“Iya, iya aku masuk akademi. Lagipula aku memang punya pemikiran seperti itu belakangan ini”
“OH ya ?”
“Iya… udah ah sana. Ganggu mulu” ucapnya mengusir Nar’u dari kamarnya.
Nar’u pun keluar dari kamar Fa’I dengan nafas lega. Setidaknya sepupunya akan baik-baik saja selama ia disana. Saat ia hendak pergi, ia melihat Jes’ka tengah berjalan kearahnya. Tubuhnya penuh dengan perban, ia bahkan berjalan dengan pincang.
“Nyonya –
“Jangan panggil aku Nyonya”potongnya.
Jes’ka membisu sesaat. Ia menundukan kepalanya karena merasa takut. Ia pun menarik nafas dalam, lalu menatapnya.
“Aku minta maaf atas apa yang kuperbuat. Apapun hukuman yang kan kau berikan akan kuterima”
“kalo itu bukan aku yang memutuskan. Aku tahu bukan kamu yang membunuh ayahku. Tapi berbeda dengan Fa’I, aku tak tahu apa yang ia pikirkan dengan tidak membunuhmu. Tapi, satu hal yang kutahu. Ia kecewa.”
“jadi-
“jadi, bukan kepadaku kau seharusnya meminta maaf. Dan lagi, panggil saja aku mbak seperti biasanya.”
“ah, eh, iya” jawabnya.
Nar’u pun pergi meninggalkannya sendiri di depan kamar Fa’I. Jes’ka berdiri di depan pintu kamar, mengumpulkan keberanian untuk mengetuk pintu itu. Namun, sebelum ia sempat mengetuknya, pintu itu terbuka. Menampilkan lelaki jakung dengan tinggi 15 cm diatasnya. Lelaki itu menatapnya dingin, sembari bertanya “ada apa ?”
“anu, aku… aku…”sejenak ia menciut. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya setelahnya.
“’aku’ apa ?”
“aku…”
“kalo nggak ada yang mau diomongin aku pergi” ucapnya lalu melenggang pergi
“kemana ?” tanyanya menghentikan Langkah Fa’I
“apa hubungannya denganmu ?”
Jes’ka merasakan hal yang sama dengan saat sebelum mereka menyatakan diri sebagai “teman”. Perilakunya yang begitu dingin. Seakan akan ia tidak diperbolehkan didekatnya. Fa’I yang tidak menerima jawaban atas pertanyaannya pun mulai pergi meninggalkannya.
“aku minta maaf…” ucapnya perlahan. Namun Fa’I bisa mendengarnya.
Fa’I hanya menatapnya sekali, lalu pergi. Jes’ka menunduk sembari meremas dadanya. Begitu Fa’I sudah tidak ada lagi, ia terjatuh. Menangis dengan kedua tangan meremas dadanya. Ia kehilangan semuanya. Ia terus terisak, tanpa bisa ditahan. Sendiri, dalam Lorong sunyi kediaman orang terakhir yang ia anggap berharga. Sembari berulang kali mengucapkan “aku minta maaf”. Tanpa ia ketahui Fa’I memperhatikan dibalik dinding.
Ia pergi. Meninggalkan Jes’ka sendirian disana. Dengan hati gundah. 

*

Satu bulan setelahnya. Fa’I tengah berbincang di ruang kerja Nar’u. Mereka tengah membahas tentang akademi yang akan Fa’I masuki. Semuanya sudah siap. Hanya tinggal menunggu hari esok untuk memulai sekolah di akademi. Tapi ada satu hal yang mengganggu Fa’I.
“Kenapa harus bareng dia ?”
“Lah, kan kamu sendiri yang mutusin buat biarkan dia tetap di sini ?”
“tapi kan aku nggak bilang bakal ngajak dia ke akademi ?”
“kenapa nggak ? semua bangsawan yang sekolah di sana membawa pelayannya. Dan itu adalah hal yang lumrah”
“tapi aku tetap nggak mau”
“apa karena dengannya atau karena hal lain ?”
Fa’I tak bisa menjawab yang satu itu. Hatinya belum siap untuk mengatakan yang sejujurnya.
“jika kau memang ingin jauh dari orang yang ingin dekat denganmu makan usir dia dari hidupmu. Jangan buat seperti ini. Aku tak peduli mau kamu membatalkan hal ini atau tidak. Tapi, jika kau tidak bisa menghargai perasaan perempuan, jangan harap aku mau berbicara denganmu”
“baiklah” ucapnya lalu pergi.
“kau setuju ?”
“iya. Terserah mbak aja dah” ucapnya pasrah lalu menutup pintu perlahan.

“hah… kalo nyebelin kelewatan mbak itu” ucapnya sembari menyandarkan tubuhnya ke pintu. Lalu, ia melihat Jes’ka tengah berjalan kearahnya. Ia pun langsung beranjak dari tempatnya. Pergi menghindarinya.
“Fa-
“besok jangan lupa. Bawa yang kaubutuhkan saja.” Potongnya
Sebelum Jes’ka sempat menjawab Fa’I pergi meninggalkannya.
“Ya, Fa’I” ucap Jes’ka pelan.
Fa’I berjalan melewati bagian depan kediaman Mer. Ia melihat taman bunga yang tengah dirawat oleh para pelayan di sana. Sudah lama ia tidak disana. Iapun mampir kesana, melihat apa yang mereka lakukan. Pelayan-pelayan yang sadar, membungkukan badannya sebagai rasa hormat.
“apa yang kalian lakukan ?”
“kami tengah berusaha merawat bunga-bunga ini. Hanya saja kami tak berani menyentuh mawar mana itu” ucap salah satu pelayan itu
“apa kalian tahu kolam ikan di bawah gazebo ?”
“iya ?”
“kolam itu penuh dengan esensi mana. Karena itu ibuku menyisahkan tempat yang paling subur untuk menanam mawar mana di sana. Jadi kalian tidak perlu repot-repot merawatnya. Ibuku sudah merawatnya sedari dulu”
“baik tuan” jawab mereka sembari membungkuk
Ia masih mengingat dengan jelas, saat-saat terakhir ia Bersama dengan ibunya. Di dalam gazebo itu. Merasakan kehangatan satu sama lain. Tanpa tau bahwa itu saat-saat terakhir mereka bersama. Ia berdiri di sana seharian. Menikmati hari terakhirnya di kediaman, sebelum ia masuk akademi.


Esoknya. Ia berada di ruang kepala akademi bersama dengan Nar’u dan Jes’ka
“jadi ini, dua murid baru saya ?”
“ya pak. Tolong jaga mereka ya…”
“Hmm… Fa’I Er, dan Jes’ka ya ?”
“ya” jawab Jes’ka sedangkan Fa’I hanya mengangguk.
“baiklah, pergi ke kelas petir. Di sana kalian akan bertemu wali kelas kalian. Pak Tatsuya. Berikan kartu ini” ucapnya sembari memberi mereka satu kartu, dan Jes’ka menerimanya.
“Kami ijin pergi dulu kepala akademi” ucap mereka sembari membungkukan badan mereka.
Mereka pun pergi, meninggalkan Nar’u dan kepala sekolah. Kepala sekolah menghela nafas berat, lalu duduk di kursinya
“keluarga Mer lagi. Kuharap dia bukan biang onar seperti mu”
“kalau dia sih, asalkan tidak diganggu tidak masalah”
“maksudnya ?”
“anggap saja kebalikan ku yang selalu mencari masalah. Kalau dia, hanya akan membaur dengan keadaan.”
“kalau begitu baguslah.” Ucapnya lega.

Ditempat lain, mereka berjalan mencari kelasnya. Fa’I yan berjalan di depan memunggungi Jes’ka berjalan dengan cepat, tanpa peduli akan Jes’ka yang berusaha menyamainya. Begitu mereka sampai di depan kelas, Fa’I tiba-tiba menghentikan langkahnya.
“ada ap-
“Jangan bicara denganku diluar kepentingan sekolah ! paham ?” tanyanya
Jes’ka hanya mengangguk lemah mendengar hal itu. Setelah itu, Fa’I mengetuk pintu masuk, menyita perhatian penghuni kelas.
“ada apa ?” tanya guru yang mengajar
“saya murid baru” ucap Fa’I
“Lalu, siapa yang disana ?”
“saya pelayan-
“Dia juga murid baru” potongnya sembari mengambil kertas di tangan Jes’ka dan memberinya pada guru itu.
Guru itupun membacanya, lalu menyuruh mereka memperkenalkan diri mereka masing-masing.
“salam kenal. Saya Fa’I Er”
“Salam kenal. Saya Jes’ka”
“Saya Tatsuya Kawaki. Kalian bisa memanggil saya Pak Tatsuya. Saya adalah wali kelas, kelas petir”
Mereka pun membungkun menunjukkan rasa hormatnya.
“kalian bisa duduk di kursi yang kosong” ucapnya
Mereka pun berjalan ke kursi paling belakang. Ada beberapa wajah yang mereka kenal. Seperti seorang gadis yang duduk di bangku baris ke empat dekat jendela. Ia melambaikan tangannya perlahan kearah mereka. dan Jes’ka melambai balik, sedangkan Fa’I hanya tersenyum menjawabnya. Mereka pun duduk tepat di belakangnya. 
“Hei, aku tak tahu kalian sekolah di sini juga”
“kami baru saja pindah” jawab Fa’I 
“Ok, kalau ada yang kalian tidak tahu tentang akademi ini, kalian bisa menanyakannya ke aku. Kurang lebih aku tahu”
“baiklah” jawabnya

*

Bel berdentang, menandakan jam istirahat. Fa’I langsung melongsong pergi keluar begitu pak Tatsuya sudah pergi. meninggalkan Jes’ka sendiri di sana.
“apa kau ingin berkeliling ?” tanya Philo gadis tadi.
“boleh, jawab Jes’ka”

“Akademi XOUN. Akademi sihir ternama, yang menghasilkan penyihir-penyihir hebat tiap tahunnya. Ujian masuk akademi ini tidak mudah. Tapi, ujian kelulusannya lebih sulit. Akademi XOUN memiliki sistem pembelajaran, dimana siswa akan lulus saat guru wali kelas mereka merasa mereka layak lulus. Sedangkan apabila tidak, mereka akan tinggal kelas. Rata-rata kelas dapat lulus dalam waktu satu tahun. Akademi XOUN menggunakan sistem asrama. Jadi selama mereka belum lulus, mereka belum boleh pulang dari Akademi. Tapi, orang tua atau kenalan mereka bisa menjenguk mereka. Akademi XOUN memiliki banyak kelas. Tiap kelas, terdiri dari kurang lebih lima puluh siswa. Dan dua puluh persen diantara seluruh siswa adalah seorang rakyat jelata. Karena seorang pelayan tidak dihitung sebagai murid. Tapi kelihatannya kau tidak.
“kenapa begitu ?”
“karena Fa’I mengatakan bahwa kau adalah murid juga. Jadi, di sini kau bukan pelayannya”
Jes’ka merasa seakan dirinya lagi-lagi dijauhi Fa’I. Seakan-akan Fa’I hendak memutus hubungan mereka.
“baiklah, kita lanjut. Akademi XOUN memiliki lapangan mereka sendiri, Dojo, bahkan ruang Latihan pribadi, hingga Mall. Yah walaupun begitu, Mall di akademi cukup lengkap. Tapi, Mall akademi ini tidak menyediakan restoran seperti si badut, atau koki Kentucky. Tapi di sebelahnya ada kantin akademi. Kantin akademi menyediakan makanan dari jam empat pagi, hingga jam Sembilan malam. Jadi kau bisa makan kapanpun kau mau. Itu Fa’i… Hei Fa’I !!!” teriaknya
Fa’I hanya menoleh lalu melambaikan tangannya. Membalas.
“Yah, setidaknya seperti itu, aku lapar. Makan yuk “
“boleh” balasnya.

*

Fa’I yang ditengah makan siangnya, merasa terganggu dari kehadiran seorang gadis di depannya. Ia terus menceloteh tidak jelas. Namun, Fa’I hanya menghiraukannya.
“aku lupa, kau menghiraukanku sejak saat itu. Dimana dia ? pacarmu yang pelayan itu ? apa dia pelayanmu ? atau dia seorang pelayan orang lain ? selera mu cukup rendah juga ya…”
“kalau iya emang kenapa ? masalah buatmu ?” jawabnya ketus
“santai aja dong. Hei Kalian semua. Kita kedatangan murid baru di kelas petir. Dan tebak apa ? Ia menyukai pelayannya sendiri” teriaknya menyita perhatian seluruh kantin
“Ini dia anaknya. Anak dari keluarga tak jelas. Fa’I –
Grep !
Fa’I mencengkram mulutnya dengan kasar. Ia menatap mata gadis itu dengan tajam.
“Jangan sekali-kali menghina keluargaku !” ucapnya lalu melepas cengkramannya
“wah, wah, wah, kasar sekali. Jadi begini didikan keluarga Er”
“cukup !” Ucap seorang pria melerai
“Fandall ?”
“Hentikan ini Kim. Atau kau ingin kuadukan ke wali kelas ?”
“tch. Ngeganggu aja. Udah ah aku pergi” gerutunya
“Kau tak apa ?” tanyanya ke Fa’I 
“Ya. Thanks”
“Ah ya, aku Fandall” ucapnya sembari mengulurkan tangannya
“Fa’I”
“Jangan hiraukan dia, dia memang seperti itu. Suka mengganggu”
Fa’I hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia lebih fokus ke makanannya daripada ke lawan bicaranya.
“Hei Fa’I !!” panggil seseorang dengan keras.
Fa’I pun menoleh dan melihat Philo dan Jes’ka bersama. Ia pun melambaikan tangannya membalas.
“kau kenal dengan Philo ? bagaimana ?”
“aku hanya pernah membeli bunga di tokonya sekali. Itu saja”
“bunga apa ?”
“mawar mana”
“tunggu. Kamu yang beli mawar mana di Philo ?”
“emang kenapa ?”
“tak apa”
“aku sudah selesai. Aku akan pergi.” ucapnya sembari beranjak pergi
“hei kamu mau kemana ?” tanya Fandall, namun Fa’I tidak menjawab satu kata pun
“Kemana Fa’I ?” tanya Philo dengan membawa nampan berisikan makanan
“Ntahlah, ia pergi begitu saja”
“ada yang berbeda dengan dirinya. Atau mungkin ini dirinya yang asli. Ntahlah”
“maksudnya ?”
“sewaktu bertemu denganku sebelumnya, ia begitu baik, ceria, perhatian. Ia bahkan membelikan Jes’ka baju, sedangkan status Jes’ka saat itu adalah pelayannya”
“tunggu, jadi yang dimaksud Kim tadi benar ?”
“maksudnya ?”
“tak apa lupakan.”

*

Ditempat lain, Fa’I tengah melatih sihir yang diam-diam ia latih. Ia menyalurkan sihir listrik ke seluruh tubuhnya. Karena ia menguasai Ki, ia tak perlu ragu akan efek sengatan listrik. Ia bisa menghancurkan mana yang terkandung di dalamnya, apabila terlalu berbahaya.
Ia pun terus menerus menyalurkan energi listrik ke tubuhnya. Tubuhnya mengerang menahan sakit. “masih belum seberapa” ucapnya. Lalu, ia menambahkan tengangan listrik pada sihirnya. Ini merupakan bentuk Latihannya untuk menguasai sihir listrik, sekaligus kontrol sihirnya. Lalu, tiba-tiba ledakan energi terjadi pada dirinya. Menyebabkan listrik seluruh akademi padam. Situasi tidak menjadi serius karena hari masih siang. Dan tak butuh waktu lama, hingga listrik Kembali normal. 
 Jam kelas siang menjadi sedikit terlambat karena tidak ada dentang bel. Membuat beberapa siswa menjadi terlambat. Tapi tidak dengan Fandall, ia datang ke kelas tepat waktu. Seperti yang diharapkan dari seorang ketua kelas. Dan ia tidak datang sendiri, ia datang bersama dengan Jes’ka dan Philo. Tapi mereka bukan yang pertama. Fa’I mendahului mereka dengan tiba sebelum saatnya. Tapi ia terlihat tidak sehat. Alhasil Jes’ka pun menghampirinya, khawatir akan keadaannya.
“apa kau tak apa ?”
Fa’I yang terbangun dari tidurnya melihatnya sejenak, lalu mengalihkan pandangannya seraya berkata “aku tak apa. Tinggalkan aku sendiri”
“Hei Fa’I ada apa denganmu ? ia peduli denganmu, kenapa kau bertingkah seperti ini”
“berisik” ucapnya lalu berdiri. Ia hendak pergi dari kelas. melewatkan kelas siang pertamanya.
“Kamu mau kemana ?” tanya Fandall
“Ruang Kesehatan. Kenapa ?” jawab Fa’I ketus
“kuantar” jawabnya
Fa’I hanya menatapnya sesaat lalu menopangkan tubuhnya pada Fandall
“ada apa denganmu ? tadi kau baik-baik saja. Dan tubuhmu, tubuhmu terasa begitu hangat” tanyanya sembari membopong tubuhnya keluar
“bukan tubuhku”
“gimana ?”
“bajuku yang hangat. Bukan aku. Aku hanya mual”
“apakah gara-gara makanan di kantin ?”
“tidak. Bukan itu”
“lalu, apa ?”
“kecelakaan”
Mereka pun sampai di ruang Kesehatan. Disana, ada seorang guru yang bertugas sebagai pengawas ruangan itu, dan seorang gadis dengan pakaian pelayan. Wajah gadis itu merona begitu melihatnya, tidak begitu melihat Fandall
“ada apa ?” tanya guru itu
“dia sakit. Katanya mual”
“coba kuperiksa.” Ucapnya.
Guru itu pun memeriksanya dengan sihir Analisa miliknya. Lingkaran sihir keluar dibawah kaki Fa’I dan melayang keatas, menembus tubuh Fa’I lalu menghilang.
“ia hanya mual karena serangan sihir petir berlebih”
“serangan ? siapa yang menyerangmu ?”
“kubilang kecelakaan”
“kecelakaan ? jangan-jangan karena kamu listrik akademi mati”
“kurang lebih seperti itu”
Fandall pun merutuki temannya yang ceroboh itu. Gadis dengan pakaian pelayan tadi, menghampiri Fa’I dan memberikannya obat mual. Merawatnya layaknya merawat seorang pasien.
“aku titip dia, ya Laila”
“Ya serahkan padaku” jawab gadis itu semangat.

“baiklah kelas akan dimulai. Dimana Fandall dan Fa’I ?”
“Fa’I tidak enak badan pak, dan Fandall mengantarnya ke ruang Kesehatan”

Dak!

Suara pintu menyita perhatian seluruh kelas. Namun, itu hanyalah Fandall yang baru datang.
“Bagaimana keadaan Fa’I ?”
“Ia hanya mual karena kecelakaan.”
“kecelakaan ?”
“ya, ia terkena sihir petir berlebih. Hingga memadamkan seluruh listrik akademi”
Gurunya itu hanya bisa bernafas lega mendengar hal itu.
“baiklah kelas akan dimulai. Duduklah” perintahnya. Dan Fandall menurutinya.
“sebutkan elemen sihir paling dasar!”
Beberapa dari mereka mengacungkan jarinya, berusaha menjawab. Dan pak tatsuya menunjuk salah satu dari mereka untuk menjawab
“api, air, tanah, angin, dan petir”
“itulah yang kalian pelajari dari kecil. Namun pemahaman itu tidak sepenuhnya benar. Memang benar sihir dasar adalah kelima elemen itu. Tapi apakah benar kelima elemen itu merupakan sihir dasar ? tidak, elemen sihir dasar hanya tiga. Ada yang tau alasannya ?”
Lagi-lagi ada yang mengacungkan jarinya
“karena dengan ketiga elemen itu, mampu menciptakan elemen sihir lain”
“tepat sekali. Sekarang sebutkan ketiganya !”
“api, air, dan angin”
“Kurang tepat. ada yang tau ?”
“angin, air, tanah” Jawab Fandall

Dak !

Lagi-lagi suara pintu terbuka menyita seluruh perhatian di kelas. Kali ini Fa’I Kembali dengan wajah yang sudah cerah.
“ada apa ? bukannya kau sakit ?”
“tak apa pak. Aku sudah baikan”
“baiklah, Kembali ketempat dudukmu” ucapnya sembari menunjuk bangku kelas acak
Ia pun berjalan dan duduk disebelah Jes’ka. Dibelakang Philo
“ada apa ? apa kau baik-baik saja ?” tanya Jes’ka
“bukan urusanmu” jawabnya ketus membuat Philo yang mendengarnya menjadi geram.
“baiklah, sampai dimana kita tadi, oh ya. Angin, air, tanah. Itu adalah pernyataan yang benar. Apa ada yang tau mengapa ?”
“apa yang kita bahas ?” tanya Fa’I ke lelaki disebelahnya.
“eh… tentang elemen dasar sihir yang ternyata ada tiga.
Fa’I pun mengacungkan jarinya. Lalu berdiri.
“iya, apa kau tahu Fa’I ?”
“huh, hanya anak yang sok” ucap Kim memotong
Fa’I menatapnya bingung lalu menarik nafas. Dan menjawab
“tiga elemen dasar sihir adalah Angin, Air, Tanah. Mengapa ? karena dengan ketiga elemen itu, elemen sihir lain mampu terbentuk. Contohnya : Api, bagaimana api terbentuk. tidak mungkin Api terbentuk dengan sendirinya. Ada ribuan cara api terbentuk tapi kita ambil salah satunya. Api dapat terbentuk dari tiga unsur; tekanan udara yang tepat dalam artian angin, cairan mudah terbakar dalam artian air, dan dasar tempat atau benda yang akan dibakar dalam artian tanah. Dengan tekanan angin yang tepat dan air yang mudah terbakar, lalu tanah yang akan dibakar digesekan sehingga menimbulkan percikan api dapat terbentuk. Dan itu baru elemen api. Ini apa yang saya pahami. Maaf bila salah”
“bagus. Ada yang mau menambahkan ?”
Seluruh kelas senyap karena jawaban Fa’I . Ini bukanlah hal yang mampu diketahui semua orang. Tapi karena Fa’I yang terlalu berusaha dalam sihir sedari kecil, ia memperhatikan hingga ke hal terkecil. Sampai menemukan teori ini yang ternyata adalah Fakta.
“seperti yang dikatakan oleh Fa’I dengan tiga elemen ini, elemen lain dapat dibentuk. Es ? dari air dan tekanan udara yang terlalu rendah. Hanya butuh dua untuk membuatnya.”
“bagaimana dengan listrik pak ?”
“listrik ? itu cukup sulit, tapi baiklah kujelaskan dari sisi mudahnya. Petir dapat terbentuk dari dua elemen. Angin, dan tanah. Tekanan angin dan kelembapan tanah yang bertolak belakang membuat ion negatif atau neutron menggila sehingga dengan adanya penerima, petir akan terbentuk dan menyambar”
“Jadi, elemen sihir yang akan kalian kuasai saat ini adalah air, angin, tanah. Kuasai itu dan kembangkanlah. Bila kau adalah pengguna elemen api, cari cara dengan menggunakan ketiga elemen itu untuk memaksimalkan potensi mu. Begitu juga yang lain.”
“baik pak “ jawab mereka serentak.
“bagus, sekarang ganti baju kalian ke lapangan. Kita akan lakukan Latihan sihir”
Mereka pun beranjak pergi setelah guru mereka meninggalkan tempat. Mereka mengganti pakaiannya dan pergi ke lapangan Latihan sesuai instruksi. Lapangan akademi terletak di sebelah utara dari kelas. lapangan ini cukup luas, dengan beberapa arena untuk sarana berduel.
Mereka sudah sampai di lapangan dengan pakaian Latihan mereka. pakaian yang didesain untuk menghindari luka fisik penggunanya. Namun, tetap merasakan sakit yang sama. Tapi tidak dengan Fa’I, ia bertelanjang dada dengan celana latihannya.
“Hei Fa’I. kenapa kau tidak menggunakan baju Latihan ?” tanya Pak Tatsuya
“Untuk apa ? aku tidak bisa menggunakan sihir seperti kalian”
“bukan itu alasannya. Ini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan”
“bagian atas tubuhku lebih kuat daripada bagian bawahku. Jadi tak masalah”

Blar !

Bola api menghantam punggung Fa’I.
“Ups. Aku tak sengaja” ucap Kim.
Bola api itu berasal dari Kim dan teman-temannya. Fa’I hanya terdiam tak membalas.
“Hei ! apa yang kalian lakukan ?”
“tak apa pak. Lihat…” ucap Fa’I sembari memperlihatkan punggungnya.
“kau yakin ?” tanya pak Tatsuya memastikan
Fa’I mengangguk sebagai jawaban. 
“baiklah terserah kamu. Kita akan lakukan latih tanding hari ini. Jes’ka, Fa’I kalian lihat dulu seperti apa.”
“Ya, pak” jawab mereka serempak.
Latih tanding antar siswa pun dimulai. Latih tanding digelar secara acak, tanpa peduli status atau kekuatan mereka. Latih tanding akan dihentikan saat ada siswa yang menyerah atau dianggap tidak bisa melanjutkan latihannya. Latih tanding pertama dilakukan oleh Kim dan seorang siswa.
“menurutmu siapa yang menang ?” tanya Fandall, ia duduk tepat disebelah Fa’I. menonton pertandingan itu
“ntahlah, aku tak tahu kekuatan mereka. tapi jika dilihat dari aura nya sepertinya gadis itu yang akan menang.” Ucap Fa’I 
“aura ?”
“semacam hawa pada seseorang. Semakin kuat orang itu semakin mencekam auranya. Sepertimu, Philo, dan gadis tadi di ruang Kesehatan”
“ah gadis itu ? dia pelayanku”
“untuk apa dia disana ?”
“ia ingin belajar sihir medis”
“ah… begitu, karena itu auranya begitu menenangkan. Walaupun cukup berat”
“dari tadi kau bicara soal aura. Bagaimana kau melihatnya”
“itu-
“hei. Apa benar kau tak apa ?” Tanya Jes’ka tiba-tiba
Fa’I menatapnya tajam.
“bukan urusanmu” jawabnya ketus
“Hei Fa’I bisa tidak kau tidak berbicara seperti itu ke perempuan ? pikirkan perasaannya” ucap Fandall
“apasih ? kamu kok jadi ikut ikut seperti ini ? urus saja urusanmu sendiri”
“aku seperti ini karena peduli. Di sini tidak ada yang Namanya kasta. Jadi perbaiki cara berbicaramu’
“Tung-
“jangan menceramahiku soal kasta”
“tunggu dulu Fa’I. tenangla –
“apa ?!” sentaknya.
“ada apa ini ?” tanya Pak Tatsuya menghampiri mereka
“tidak ada apa-apa pak”
“tidak ada apa-apa bagaimana, kau selalu merendahkan gadis itu tanpa peduli perasaannya”
“kamu tahu apa sih bangsat ?!”
“Fa’I ! jaga omonganmu”
Fandall pun mengambil sapu tangannya dan melemparnya ke wajahnya. Hal itu sontak membuat Fa’I terkejut.
“Aku menantangmu untuk berduel”
“Hei! Kalian !”
“Oke!”
“kalau aku menang, kau harus bersujud dan meminta maaf padanya”
“dan kalau aku menang. Kau harus lakukan apapun yang kuminta”
“Oke!”
“Kalian ini ! dengarkan apabila ada yang berbicara !”
“Pak bisa kan ?” tanya Fandall memaksa
“Ya ampun. Terserahlah” ucap gurunya pasrah
Mereka pun melakukan duel dengan menggunakan fasilitas lapangan. Peraturan yang berlakuu sama dengan peraturan latih tanding. Saat ada seseorang yang dianggap tidak bisa bertarung lagi atau menyerah, pertandingan baru selesai. Senjata apapun diperbolehkan. Semua macam luka akan disembuhkan setelah duel selesai.
“kalian siap ? peraturannya gampang. Lumpuhkan musuhmu atau buat musuhmu menyerah. Namun, jika musuhmu sudah dianggap kalah kalian harus berhenti menyerang. Hanya itu peraturannya. Jelas ?”
Mereka berdua mengangguk sebagai jawaban. Banyak siswa datang begitu mendengar fandall akan bertarung dengan anak baru. Banyak yang ingin tahu dengan kekuatan anak baru itu. Lalu, pertandingan dimulai. Fandall sudah memasang kuda-kudanya. Namun Fa’I masih tetap terdiam dengan tangan kosong dan menatapnya. Fandall tersenyum, lalu jala api keluar dari telapak kakinya. ia melompat dengan cepat kearah Fa’I, memanfaatkan efek ledakan di kakinya. Kali ini tangannya yang membara, meluncur langsung ke arah wajah Fa’I dan duak! Pukulan langsung telak mengenai wajah Fa’I. melemparnya sejauh empat meter, namun ia tak terjatuh. Belum sempat Fa’I berdiri, Fandall mengeluarkan Sembilan bola api di punggungnya dan menyerang Fa’I beruntun. ‘ini terasa begitu mudah’ begitulah pikir semua orang. Tapi, pertandingan belum berakhir. Kepulan asap menutupi pandangan semua orang. Lalu, kepulan asap itu di lenyapkan dengan satu ayunan tangan oleh Fa’I. Dan ia masih berdiri tanpa lecet sedikitpun. Disekitar Fa’I mulai keluar putaran angin, dan Fa’I mulai memasang kuda-kudanya.
“kuda-kuda yang aneh” ucap Philo
“bukan aneh. Kau hanya tak pernah melihatnya”
“maksudnya ?”
“itu bukan kuda-kuda seorang penyihir. Tapi kuda-kuda seorang pendekar(pengguna ki)”
“tunggu, Fa’I pengguna ki ?”
Jes’ka hanya mengangguk sebagai jawaban. Bahkan pak Tatsuya tidak bisa berkata apa-apa begitu melihat Fa’I mengeluarkan kuda-kuda itu.
Fandall mulai mengeluarkan bola air. Lalu, ia membentuknya seperti jarum. Dan menembakannya. Jarum air itu melesat dengan cepat. Dan tepat sebelum jarum air itu mendarat, jarum air itu berubah menjadi jarum es. Membuat Fa’I harus melompat menghindarinya. Serangan lain, tak menunggu Fa’I mendarat. Membuatnya harus menghancurkan jarum itu satu persatu. Namun karena ukurannya, hampir tak mungkin untuk mengancurkan semuanya sekaligus. Beberapa jarum pun lolos mendarat pada sasarannya. Walaupun tidak fatal. Begitu ia mendarat, ia menghancurkan seluruh jarum es yang tertancap ditubuhnya. Menyisahkan beberapa bagian yang masih didalam tubuhnya. Fa’I yang merasa sudah saatnya, pun memanggil pedangnya.
“Datanglah [……]”
Tak ada yang bisa mendengar nama pedangnya saat ia melafalkannya. Seakan-akan pedang itu hanya ia seorang yang tahu. Pedangnya pun mulai muncul didepannya, seperti teleportasi ke hadapan tuannya. Fa’I pun menggapainya dan memasang kuda-kudanya. Merubah pedang itu menjadi katana dengan tali yang melilit pinggangnya.
Melihat hal itu, Fandall tidak tinggal diam. Ia pun memukulkan kedua tangannya ke tanah. Menghancurkannya dan menariknya menyelimuti tangannya. Lalu, menanamkan unsur elemen yang berbeda di tiap tangannya. Tangan kanan dengan batu yang diselimuti lahar panas. Dan tangan kiri dengan batu yang diselimuti air dingin. Lalu, sayap es mulai muncul dipunggung Fandall, dan ekornya mengibas dengan ganas. Tarikan nafas dalam diambil oleh Fa’I, lalu mereka menghilang.
Tabrakan antar dua kubu begitu cepat, namun masih terlihat. Mereka bertarung hingga cukup serius. Namun, tabrakan itu makin mala makin cepat. Membuat pusing siapapun yang melihatnya. Dan tiba-tiba berhenti, menghempaskan salah satu dari mereka ke tanah dengan keras. Fandall masih terambang diatas sana dengan sayapnya. Fa’I pun berdiri, memasukkan Kembali pedangnya dan merubah bentuknya menjadi belati.
Dengan dua belatinya, Fa’I meluncur dengan cepat kearah Fandall. Fandall menghindarinya, namun serangan Fa’I tidak berhenti di situ. Fa’I memadatkan udara sebagai pijakan lalu meluncur kearah yang berlawanan. Fandall yang tidak menduga serangan itu terlempar, namun ia tidak jatuh. Belum pulih dari serangan itu Fa’I sudah muncul dibelakangnya. Ia menyerangnya dengan cepat, sedangkan Fandall berusaha untuk bertahan. Pipi, lengan, bahu, paha, semuanya penuh sayatan. Lalu, Fandall Kembali terlempar karena tendangan Fa’I. menghantamnya ke dinding luar arena, lalu terjatuh. Fa’I pun mengubah belatinya kebentuk sebelumnya. Katana. Namun, Fandall masih berusaha untuk berdiri. Fa’I pun menekankan atmosfir dalam pertandingan ini dan bersiap dengan kuda-kudanya.
“ini peringatan untukmu. Menyerahlah”
Fandall masih berusaha untuk bangkit. Fa’I memutar pedangnya yang masih dalam keadaan tersarung. Bersiap untuk serangan terakhir.
“ini yang terakhir. Menyerahlah”
“Tunggu ! Fa’I, hentikan.” Teriak Jes’ka dari luar arena
Fandall tak menggubrisnya. Ia tetap bangkit. Dan saat ia sudah dalam keadaan berdiri sepenuhnya, Fa’I melesat dengan kecepatan yang jauh dari sebelumnya. Lalu, 
SRASH !
Semua orang terkejut
“Jes’ka ?”
Jes’ka melindunginya. Darah kental keluar dari bahunya. Pedang Fa’I tepat menembus bahu kirinya. Ia menggenggam bilah katana itu dengan tangan kirinya. Menatap Fa’I, menariknya keluar lalu berkata; “bila dengan membunuhku dapat mengembalikan sosok ceriamu. Maka, bunuhlah aku. Tusuk tepat di sini” ucapnya sembari memandu bilah pedangnya kearah jantungnya. Fa’I menggertakan giginya melihat hal itu. Jes’ka hanya tersenyum lalu berkata
“Maafkan aku, itu semua salahku”
“Hei ! Fa’I!”
“DIAMLAH FANDALL!” sentak Jes’ka
“Ini masalah kami” lanjutnya
“…”

Suasana menjadi senyap sesaat. Tak ada yang tahu apa yang terjadi. Atau mengapa hal ini terjadi. Tapi satu hal yang mereka tahu, penyebab dari ini semua adalah gadis itu. Gadis yang melindungi orang yang bukan tuannya.
“berulang kali.” Fa’I mulai mengeluarkan kata-katanya
“berulang kali aku menjauhimu. Berulang kali aku mengacuhkanmu. Berulang kali aku menolak keberadaanmu”
“tapi… tapi… aku nggak bisa membencimu. Bahkan setelah apa yang kau lakukan padaku, aku sudah memaafkanmu. Tapi, aku nggak bisa …”
Fa’I pun menarik pedangnya, menyarungkannya dan merubah wujudnya ke bentuk asalnya. Lalu ia berkata. “Maafkan aku, aku tidak membencimu, aku hanya belum bisa menatap wajahmu tanpa teringat ibuku” seraya mengelus kepala Jes’ka. Ia pun menjatuhkan pedangnya, sambil mengangkat kedua tangannya, dan berkata “aku menyerah”.
Air mata tak bisa dibendung lagi. Jes’ka tersenyum dengan penuh air mata. Ia Bahagia. Bahkan luka tusuk di bahunya tak berefek sedikitpun padanya. Philo turun ke lapangan, memanggilnya sambil berlari
“Jes’ka… “. Membuat empunya nama menoleh. Tapi, begitu Philo sampai di hadapan Jes’ka bukan pukulan ke kepalanya yang ia berikan. Lalu ia berkata “kembalikan rasa khawatirku sialan !”
“aw sakit !”
“lagian kamu Cuma salah paham”
“Ya, mana aku tahu. Lagian bahuku sakit juga, main jitak aja”
“apa-apaan orang itu, tanpa sihir bisa sekuat itu ?” tanya Gadis dibelakangnya. Gadis itu tengah menyembuhkan Fandall. Ia menatap Fa’I yang tengah duduk di bangku samping arena penasaran.
“karena dia pengguna ki” balas Jes’ka.
“itu seperti menggunakan kecurangan”
“jika kau melihat seperti apa latihannya kau takkan berbicara seperti itu.”
“memangnya seperti apa latihannya ?” tanya Fandall ingin tahu.
“tanya langsung ke orangnya kenapa ?” ucap Philo
“apa sih ? ikut aja ada orang ngomong.”
“ye… kan aku disini juga, masa iya aku jadi budeg sementara cuman biar aku ga denger kalian ngomong apa”
“terserahlah” jawab Fandall pasrah. Ia tak pernah bisa menang saat adu bicara dengan Philo.
“Hei. Kalian ! cepat menyingkir dari arena. Kita akan mengadakan latih tanding lainnya”
“ya, pak !” ucap mereka berempat.
Bel berdentang. Tanda bahwa jam pembelajaran hari ini sudah selesai. Peluh keringat di tubuh mereka, menunjukkan betapa kerasnya Latihan mereka hari ini. Terkecuali Jes’ka. Pundaknya yang terluka menmbuatnya hanya diam dan menonton dari tadi. Dengan Fa’I di sisinya, berusaha untuk melatih sihirnya yang tak kunjung berhasil
“Hei kalian. Sudah waktunya untuk pulang” teriak Philo di tengah lapangan. Dimana semua murid berkumpul. Fa’I membalasnya dengan sahutan.
Ia pun berdiri hendak pergi ke kerumunan itu. Tapi Jes’ka yang di sampingnya  kesusahan untuk berdiri karena lengannya. Fa’I pun mengulurkan tangannya. Namun, Jes’ka menolaknya. Ia ingin berusaha berdiri sendiri.
“jangan paksa dirimu. Kau hanya akan membuatku makin merasa bersalah” ucap Fa’I. Namun, Jes’ka tetap menolaknya.
“Jes’ka, sebagai pelayan pribadiku, kuperintahkan kau untuk menerimanya” balas Fa’I tegas.
“Kau sangat memaksa, Tuan.” Ucapnya sembari menerimanya
“Sudah kubilang jangan panggil aku tuan” ucap Fa’I sembari menariknya
“Hei, kalian berdua. Cepatlah !” Teriak Fandall
“YA !” balas mereka keras

Lima belas menit kemudian, mereka baru selesai dari ruang Kesehatan. Mencoba menyembuhkan tangan Jes’ka yang terluka.
“lama sekali kalian ?” Ucap Fa’I begitu melihat Jes’ka dan Philo keluar
“Hei ! salah siapa dia jadi seperti ini ?”
Fa’I melliriknya kesal sembari berkata “iya iya, gue tau…”
“ya sudah nggak usah rewel”
“yi sidih, nggik isih riwil…” ejeknya
“apa ?”
“nggak, nggak apa. Kamu cantik” balas Fa’I sarkas.

Jes’ka yang melihat mereka hanya menahan tawa. Hari sudah mulai sore. Sudah waktunya mereka pulang. Lalu, ia teringat akan sesuatu.
“Philo…”
“ya ?”
“bisakah kau tunjukkan kamar kami ?” pintanya
“tentu. Dimana kamar kalian ?”
“asrama 306”
“tunggu, kenapa sama denganku ?” tanya Fa’I bingung
“hah ? tentu saja karena kalian adalah tuan dan pelayan. Mereka selalu satu ruangan walaupun berbeda gender seperti kalian ini” ucapnya sembari menusuk dada Fa’I dengan jarinya.
“Hei Philo, kenapa kau menjadi menjengkelkan ?” tanya Fa’I 
“apa katamu ?”
“nggak. Lupakan”
“katakan sekali lagi. Aku tantang kamu. katakan sekali lagi”
Namun Fa’I mengacuhkannya. Mereka pun berjalan pulang, meninggalkan ruang Kesehatan, dan pergi ke asrama masing-masing. Asrama akademi letaknya cukup jauh dari lapangan. Walaupun begitu akademi ini memiliki supermarketnya sendiri. Dan lokasinya berdekatan dengan asrama. Dan disebelah asrama ada ruang Latihan pribadi. Ruang yang dapat digunakan para murid untuk berlatih hekstra. Ruangan itu telah dilengkapi dengan sihir yang kuat. Jadi ruangan itu tak mungkin hancur. Lalu jauh di sisi utara, ada kebun yang menjadi salah satu bagian taman. Diantara kebun dan ruang Latihan pribadi, adalah satu-satunya jalan masuk dan keluar akademi ini. Di taan itu, sudah diberikan tatanan yang cukup rapi. Bahkan ada Billboard disana yang berisikan pengumuman-pengumuman mengenai apa yang terjadi di akademi, hingga makalah atau bahkan sajak yang ditaruh oleh siapapun yang ingin. Di sebelah timur taman tu adalah ruang kelas dengan Gedung dua lantai berbentuk huruf “L”. Di lantai pertama adalah ruang kelas, ada lima belas kelas yang mengapit Lorong dan satu ruang peralatan kebersihan. Lalu di lantai dua berisi ruang guru, ruang kepala sekolah dan ruang komite. Disebelah timur dari Gedung kelas ada ruang peralatan. Ruang yang isinya seluruh peralatan yang akan digunakan dalam pembelajaran. Lalu selatannya terhampar kebun lain yang merambat hingga mengarah ke kantin sekolah.
Akhirnya mereka sampai di depan kamar mereka. Fa’I yang masih tidak yakin Kembali bertanya
“tunggu, ini beneran ?”
“apa lagi ?”
“aku dan Jes’ka satu kamar ?”
“iya… Fa’I iya… susah bener ngasih tau kamu”
“ta-tapi
“aku tak keberatan” jawab Jes’ka
“aku yang keberatan” tekannya dengan wajah memerah. Dan Jes’ka hanya senyum menanggapi. Philo yang sudah Lelah akhirnya meninggalkan mereka.
“ya ampun. Ya sudah. Mau bagaimana lagi ?”

Esoknya. Fa’I berangkat dengan menggunakan pakaian tempurnya, begitu pula Jes’ka. Namun, begitu mereka sampai tidak satupun dari mereka yang memakai pakaian tempurnya.
“kenapa kalian menggunakan pakaian tempur ?” tanya salah satu Fandall
“ha ? bukannya sekarang ada Latihan bela diri ?”
“nggak ada instruktur nya. jadi nggak ada latihannya”
“kok bisa?”
“ntahlah, sudah dari awal kita masuk menjadi seperti ini. Lagi pula, kelas petir adalah kelas terbelakang. Karena apa yang kita pelajari berbeda daripada kelas lainnya. Disaat kelas lainnya berlatih menggunakan sihir tingkat lanjut, kita hanya berlatih dasar-dasar dari sihir”
“tapi bukankah semua berawal dari situ ?”
“aku paham. Namun tak banyak yang sepikiran dengan kita”
“pantas saja kelas kita isinya biang onar semua.”
“dulunya. Sekarang mereka sudah jinak”
“karenamu ?”
“iya…” jawab Fandall manggut-manggut sembari tertawa kecil
Dak !
Suara pintu yang terbuka dengan keras menyita perhatian satu kelas.
“seperti yang kuduga. Tidak ada dari kalian yang mengenakan pakaian tempur” ucap pak Tatsuya.
Lalu, pak Tatsuya masuk ked ala diikuti dengan satu orang lagi yang lebih tua darinya.
“ini adalah instruktur bela diri kalian yang baru” ucapnya sembari menunjuk pria tua disampingnya.
“salah kenal. Nama saya Archie ‘Pendragon’ pemegang kursi Arthur generasi sebelumnya”
“Tunggu dulu. Pak Tua ?” Ucap Fa’I terkejut.

*

Kelas Kembali berjalan dengan semestinya. Namun, karena kelas petir sebelumnya tidak pernah mendapatkan instruktur bela diri, mereka tidak diduga akan mengambil lapangan untuk Latihan. Alhasil, sekarang mereka Kembali ke pelajaran teori Pak Tatsuya. Sedangkan nanti siang, mereka akan memulai pelajaran bela diri Pak Archie.
“Dasar, mbak sialan. Ia mengirim pak tua ke sini juga ternyata”
“aku heran, seberapa besar pengaruhnya di sini.”
“ntahlah, Jes’ka. Tapi aku yakin ia akan selalu berbuat seenaknya”
“maksudnya ?”
“Ya gitu dah”
“Hei kalian. Jangan bicara terus ! dengarkan !” teriak Pak Tatsuya didepan kelas.
“ya pak” jawab mereka
Namun, tak lama setelah itu, Philo membisikan sesuatu ke Fa’i.
“Fa’I. apa kau mengenalnya ?”
“itu guruku sebelum aku masuk akademi”
“beneran ? lalu, kenapa ia masuk ke sini ? ia ngikutin kamu”
“nggak tau… emang aku siapanya ? kok lu tanya ke aku ?”
“ya… kali. Lu muridnya yang paling brengsek mungkin”
“eh lu tu ya…”
Tak tak tak 
“saya bilang sekali, kalian hiraukan.” Ucapnya sembari mengetuk-ketuk meja Fa’I dari belakangnya. Mereka berdua hanya tertunduk. Takut menatap wajah menyeramkan gurunya
“Philo, lari keliling Gedung kelas tiga kali”
“ya pak” jawabnya pasrah

Philo pun berdiri lalu berlari keluar kelas dengan Fa’I dibelakangnya. Namun, sebelum Fa’I sempat berlari, pak Tatsuya menahannya

“Mau kemana kamu ?”
“lari keliling Gedung ?”
“kamu bersihkan toilet pria”
“lho, kok beda ?”
“kalo cuman lari, mudah buatmu. Nggak mau ? mau bersihkan lapangan Latihan sebagai gantinya ?”
“iya pak. Iya”

Fa’I pun keluar dengan penuh keluh. Suasana kelas menjadi lebih tenang saat pak Tatsuya mereda. Jes’ka yang merasa kesal, mengganggu Fandall dengan sihirnya. Melemparinya dengan kertas-kertas kecil yang dipercepat dengan sihir. Dan saat Fandall menoleh ia melemparnya dengan yang sedikit lebih besar dengan tulisan di dalamnya
“COMBE” begitulah yang tertulis di sana
Fandall pun berdiri dan menyerahkan kertas itu ke pak Tatsuya. Membuat Jes’ka merutuki perbuatannya.
“Jes’ka, ikuti Jes’ka”
“ya pak !” ucapnya lalu berjalan keluar.
“Eh… Jes’ka” 
“ya pak ?”
“tujuh kali…” katanya sembari menunjuk keluar dengan kapur papannya.
Jes’ka pun menghela nafas berat lalu pergi, namun sebelum ia keluar ia menyempatkan menatap Fandall sinis.

“baiklah, kita lanjutkan pelajarannya”

*

Bel Kembali berdentang. Pak Tatsuya pun mengakhiri pelajaran, lalu semua siswa pergi keluar untuk istirahat. Disaat yang lain keluar, Fa’I malah baru  masuk kelas. Ia nampak lelah. Ia kembali ke bangkunya lalu merebahkan kepalanya.
“Nih” ucap seseorang di sampingnya. Membuat Fa’I Kembali bangun. Itu Jes’ka dengan sebotol isotonic di tangannya. Fa’I pun menerimannya dan meminumnya,. Ia menghabiskannya dalam sekali teguk. Ia menghela nafas lega begitu selesai meminum habis sebotol itu. Jes’ka yang disebelahna hanya tersenyum memperhatikan. Ia mengeluarkan botol minumnya dari tas lalu meminumnya.
“kamu cuma beli satu ?”
“iya. Kenapa ? kurang ?”
“nggak juga. Tunggu sini”
“kamu mau kemana ?”
“aku cuman sebentar. Tunggu sini” ucapnya lalu pergi.

Ia pun pergi ke vending machine di pojok tangga. Memasukkan beberapa koin perak, lalu memilih jus jeruk. Namun, sebelum ia menekan tombol tuk memilih. Ia mendengar seseorang tengah berbicara dengan berbisik di dekatnya. Ia melihat kelas disampingnya yang kosong dan mendengarkan dengan seksama
“apa kau sudah mendapatkannya ?”
“sudah Nyonya”
“bagus”
“apa ini ? aku tidak menyangkan ternyata menjadi seperti ini. Ini bisa dipake” ucap seorang gadis di sana.
“kamu boleh pergi. dan jangan sampai ayah tau tentang hal ini”
“baik nyonya”
Sebelum ia ketahuan, ia berpura-pura berjalan kearah vending machine dan pura-pura baru datang. Ia merasa laki-laki itu menatapnya tajam. Iapun menekan jus jeruk dua kali karena harus mengulang tadi. Lalu meminum salah satunya dan pergi Kembali ke kelas.
Fa’I terkejut melihat Jes’ka tengah tertidur pulas di mejanya. Ia mendekatinya dan melihat wajahnya dengan dekat. Ia pun mengibaskan rambutnya perlahan. Berusaha melihat wajahnya dengan cukup jelas. ‘ia cukup cantik juga’ pikirnya. Ia lalu menggelengkan kepalanya. Berusaha tetap fokus. Lalu menyodorkan jus jeruk itu ke pipinya yang membuatnya terbangun.
“dingin. Apa ini ?”
“masih tanya lagi. Itu jus jeruk. Kesukaanmu”
“kok kamu tahu ?”
“ntahlah, aku sering melihatmu meminumnya di kediaman dulu. aku salah ?”
Jes’ka menggeleng lemah sebagai jawaban. Wajahnya memerah karena hal tidak jelas. Ia lalu teringat sesuatu. Ia pun mengambil tasnya, mencarinya perlahan lalu mengeluarkan sekotak makan siang, dan memberikannya ke Fa’I
“apa ini ? bekal ?”
“iya”
“punyamu ?”
Jes’ka menggeleng lalu menjawab “punyamu”
“kamu gimana ?”
“aku nggak usah. Aku nggak lapar” ucapnya. Namun, perutnya berkata lain. Jes’ka hanya bisa cengingisan sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“ya udah kamu makan aja. Ngapain malu ?”
“tapi aku buat ini untuk kamu”
“ya elah. Tinggal makan berdua aja kok repot ?” ucapnya lalu menyendok nasi bekalnya, dan menyuapkannya ke Jes’ka langsung ke mulutnya. Setelahnya, ia menyendok nasi bekalnya untuk dirinya.
“lain kali, kalau kau ingin membuatkanku bekal, buat lebih. Jangan untukku saja. Untukmu juga”
“tapi-
“tapi apa ? bahannya kurang ? nggak ada uang ? tak belikan. Kamu cuma perlu masak dan menata aja. Dan juga masakanmu lebih enak daripada punyaku”
“tapi tiap pagi kamu nggak mau sarapan”
“itu karena kamu membuat sarapan yang agak berat. Untuk pagi aku cukup hanya dengan roti dan susu”
“baiklah, besok kubuatkan”
Bel pun bedentang. Tanda bahwa jam istirahat sudah berakhir. Siswa-siswa mulai Kembali ke kelasnya masing-masing. Fa’I pun menghabiskan bekalnya dengan cepat hingga tersedak karenanya. Jes’ka pun dengan tanggap memberikan botol minumnya. ‘pelan-pelan’ ucapnya sembari menepuk punggung Fa’I perlahan. Tak lama setelah semua murid Kembali. Pak Archie memasuki kelas. ia menyuruh mereka untuk mengganti seragamnya, lupa karena sudah lama taka da instruktur bela diri.

*

“baiklah, apa semuanya sudah berkumpul?”
Kini mereka berada di lapangan. Atas perintahnya, ia menyuruh seluruh siswa kelas berkumpul disana. Para siswa bergerombol didepan pak tua. Berbaris menunggu Fandall selesai mengecek semua siswa. “Sudah pak” ucapnya akhirnya. Pak tua mengangguk dan memulai pelajarannya
“baik, saya tau karena tak ada instruktur bela diri di kelas kalian sebelumnya, banyak siswa-siswi yang lemah terhadap serangan fisik. Jadi, saya akan mengajarkan tentang seluruh Teknik dasar bela diri”
“permisi pak” ucap seorang siswa sembari mengacungkan tanganya.
“bukannya dengan sihir saja sudah cukup. Kenapa kita tetap harus melatih fisik kita ?” tanya Siswa itu yang ternyata adalah Fandall. Ia bertanya dengan wajah serius. 
“menurutmu begitu ? baiklah akan kutunjukkan. Kesini.”perintahnya.
Fandall pun mulai maju ke depan. 
“sekarang aku akan menyerang mu dengan tongkat ini. Tangkis seranganku sekali makan aku akan berhenti.” Ucapnya
Fandall bersiap dan mengeluarkan zirah berlapis lava miliknya
“baik, biar ku mulai. [Zone]”
Zirah berlapis lava milik Fandall tiba-tiba menghilang. Semua muridnya bingung melihat hal itu. Fandall yang ikut bingung, berusaha untuk mengeluarkan sihirnya namun tetap gagal.
“tak berguna. Itu [Zone]. Skill yang berfungsi untuk membanjiri daerah sekitarnya dengan mana”
“tapi kenapa sihirku hilang ?”
“itukan [Mana Zone]. Apa kau lupa aliran yang dipelajari Archie Pendragon ?”
“Ki ? berarti kamu banjir akan Ki ?”
“bisa dibilang seperti itu. Tapi lihatlah kedepan “ ucapnya membuat Fandall Kembali mengarahkan pandangannya ke depan.
“apa yang akan kau lakukan sekarang  ?” tanya Pak Archie.
Fandall pun mendecakkan lidahnya. Pak Tua mulai meluncur dengan cepat kearah Fandall. Ia mengayunkan tongkatnya dengan keras, membuat Fandall yang tidak siap mundur dan terjatuh karena tidak seimbang. Pak Tua pun mengacungkan tongkatnya kearahnya.
“paham ?” tanyanya
“tak semua orang di dunia ini menggunakan sihir. Tak semua orang di dunia ini bergantung pada mana. Beberapa ada yang menggunakan Ki. Lalu, ada kasus langka seperti marwah.”
 “aku contohnya, aku adalah pengguna Ki. Jadi aku tidak memiliki mana dalam tubuhku. Bukan, lebih tepatnya manaku cukup kecil hingga. Mungkin kalian tidak percaya. Mana mungkin seorang mantan pemegang kursi Arthur tidak memiliki mana. Namun, aku bisa. Ingat, Arthur, Percieval, Keys, itu hanyalah sebuah gelar. Dari setiap generasi, Arthur baru akan lahir. Lalu yang lain akan datang dan menghadap kepadanya”
“lalu bagaimana yang kedua belas ?” tanya seorang siswa
“ntahlah. Tidak ada yang tahu siapa pemegang kursi ke dua belas. Hanya generasi pertama yang memiliki seseorang untuk mengisi kursi itu”
“jadi mulai sekarang aku akan mengajarkan kalian bela diri. Dan aku punya tujuan untuk diraih. Yaitu mengikutkan kalian ke dalam kompetisi altar”
“tunggu dulu, bukankah itu terlalu jauh ? kompetisi altar diadakan saat Arthur akan pensiun bukan ?
“tepat sekali dan itu tak lama lagi”
“Ha ?!! Bagaimana bisa ?”
“Ah, aku lupa memberi tahuh kalian. Basweda Putra, Arthur ke – 11 adalah muridku”
Tak ada yang lebih mengejutkan dari pada kenyataan ini.
Setelahnya, para siswa mulai belajar dengan serius untuk mengejar kompetisi altar. Kompetisi altar adalah kompetisi dimana seluruh akademi di dunia akan berpartisipasi sebagai calon kandidiat pemegang kursi Arthur.  Kompetisi ini diawali dari kompetisi antar benua. Dan dalam kompetisi yang akan mereka jalani, meeka akan melawan Akademi NAKET yang memiliki murid-murid dengan kreasi sihir yang luar biasa. Mereka mulai berlatih keras, namun tak banyak dari mereka yang berhenti di tengah. Walaupun begitu kelas mereka mulai mengungguli kelas-kelas lainnya. 

*

Beberapa bulan kemudian, Malam hari, setelah latihan. Philo tengah memasak sesuatu untuk Nas’ti dan dirinya, sembari menunggu Nas’ti yang masih berbelanja bahan makanan untuk seminggu kedepan. Tiba-tiba ia mendengar seseorang mengetuk pintu depannya. Ia pun menghentikan aktifitasnya sejenak, lalu pergi ke depan. Dan saat ia membukanya, ia tidak menemukan siapapun. Tapi, ia menemukan sebuah amplop. Ia pun mengambilnya. Dan saat ia membukanya, ia hanya bisa membisu dengan apa yang ia lihat.

Beberapa saat kemudian, Nas’ti Kembali dari belanja. Ia melihat Philo hanya duduk diam di sofa, sembari menatap berkas-berkas yang berhampuran di meja. Ia pun melihatnya dan terkejut. Itu berisikan foto-foto Fa’I dan kenyataan dibaliknya.
“jangan menduga-duga. Kita tanyakan saja keorangnya langsung”

Satu jam sebelumnya, Di kamar asrama Fa’I. mereka didatangi oleh tamu tak diduga. Nar’u datang dan menunggu mereka di dalam.
“mbak, kamu kok bisa masuk ?”
“bisa lah. Emang kamu pikir aku nggak punya cara apa buat masuk ?”
Fa’I pun melengos pergi ke dapur, untuk mengambil air minum. Dan ia melihat jendela dapur terbuka. ‘dasar. Apa tak ada cara lain untuk masuk ke kamarku ?’ ia lalu mengambil beberapa kaleng jus dari lemari esnya. Lalu menyuguhkannya untuk mbaknya, dirinya dan Jes’ka.
“ada apa ?”
“aku Cuma memeriksa keadaanmu”

*

Pintu depan kamar Fa’I diketuk. Namun, karena kedua pemilik kamar tengah sibuk sendiri tidak ada dari mereka yang mendengarnya. Jes’ka yang tengah memasak, dan Fa’I yang masih mandi. Alhasil, Nar’u pun pergi membukakan pintu. Ia melihat seorang gadis dengan satu amplop di tangannya. Gadis itu terdiam sembari menatap Nar’u. Dan Nar’u mengenali gadis itu dengan jelas. Amplop yang dipegangnya pun terjatuh. Ia lalu menunduk dan melenggang pergi.
“sialan, aku datang disaat yang salah” ucapnya
Nar’u pun memungut amplop itu dan melihat isinya. Setelah melihat isinya, ia membawanya masuk. Lalu duduk di sofa menunggu Fa’I selesai. 
Tak lama kemudian, pria yang ditunggu-tunggu datang. Ia menyerahkan amplop it uke Fa’I lalu dibukanya. Semuanya berisikan tentang dirinya dan data-data aslinya. Ia bingung, kenapa mbaknya memberinya ini. Lalu mbaknya pun berkata, “ini ada hubungannya dengan Philo”. Fa’I hanya menatapnya tak mengerti. Lalu, Nar’u menghela nafas berat dan menyuruh Fa’I memanggil Jes’ka.
“sudah saat nya aku menceritakan ini kepada kalian.” Ucapnya.
Lalu, ia bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi antara keluarga Phial dan Mer. Penyebab tragis seseorang kehilangan orang yang dicintainya. Dan apa itu sebenarnya keluarga Phial. Fa’I dan Jes’ka mendengarkan dengan seksama hingga cerita itu selesai. 
“lalu, apa yang harus kulakukan ?”
“itu semua terserah denganmu. Jika kau ingin menghiraukannya, cepat atau lambat ia akan menjadi lawan mu. Tapi jika kau ingin mengejarnya. Lakukan. Apapun hasilnya.”
“berapa peluangku ?”
“sekitar 15 %”
“baiklah”
“maaf. Tak seharusnya aku memasukkan kalian ke kelas yang sama dengannya”
“nggak. Lagi pula aku sudah mengenalnya sebelum masuk ke kelas. Ia yang menjual bunga mawar mana kepadaku”

Dak!

“APA YANG KAU LAKUKAN PADA PHI-llo ?” Tanya Fandall sembari mendobrak pintu dengan kasar.
“aku mengerti sekarang” ia pun berlari keluar. Tanpa peduli pemilik kamar yang bingung akan sikapnya. Lalu, Nar’u pun mengambil tasnya dan pergi. ia mengenakan topinya lalu menghilang.
“apa yang akan kau lakukan ?” tanya Jes’ka
“apa lagi ? menceritakan yang sebenarnya. Bahwa kita tidak terlibat hal itu”
“bagaimana jika ia tetap menolak ?”
“kita pikirkan itu nanti”
Dering ponsel Fa’I mengejutkannya, ia membukanya dan mendapat pesan dari Fandall. “Philo menghilang. Aku akan mencarinya. Jika aku tidak Kembali sebelum kelas, katakan bahwa aku sakit” Fa’I terkejut membaca pesan itu. Ia pun pergi keluar dengan cepat, bersama Jes’ka. Mencari Philo, berlari ke seluruh penjuru akademi.
Sudah lebih dari satu jam mereka mencari, namun mereka tidak menemukannya. Lalu mereka sadar, ada satu tempat lagi yang belum mereka cari. Diluar akademi. Tapi, terlalu susah untuk pergi keluar sekolah karena aturan yang ada. Karena aturan yang dibuat sekolah, dibuat untuk mencega orang keluar bukan mencegah penyusup.
“apa yang kalian lakukan di sini tengah malam ?” tanya Fandall sembari menghampiri mereka.
“Kami mencari –
“Philo ?dia tidak ada di sini”
“dari mana kau tahu ?”
“anggap saja aku mengenalnya lebih dari kalian”
“lalu, dimana ia sekarang ?” tanya Jes’ka
“aku takkan memberitahumu”
“kenapa ?”
“hanya karena kalian keluarga Mer, bukan berarti aku akan menurutinya”
Fa’I mendecakkan lidahnya lalu berkata “memangnya kenapa jika aku keluarga mer ?”
“Ugh… Apa –
Belum selesai Fandal berkata Fa’I meraih kerah bajunya dan mengangkatnya
“jika kalian membenci keluarga Mer, aku lebih membencinya. Aku tak tahu apa yang dipikirkan pendahuluku hingga kami berakhir seperti ini. Tapi, aku hanya bisa menerimanya. Karena itu, aku akan merubah pikiran semua orang tentang keluarga Mer. Jadi, beri tahu aku dimana Philo”
“alasan konyol seperti itu mana mungkin aku peduli.” Ucapnya
Fa’I pun mendecakkan lidahnya lalu melepas kerahnya.
“mana mungkin aku memberi tahu kalian jika Philo pergi kerumahnya ?” ucap Fandall lalu pergi.

*

“Apa benar di sini ?”
“Iya pak. Setahu kami, rumahnya di sini” jawab Jes’ka

Fa’I dan Jes’ka serta Pak Tatsuya datang melalui portal yang Jes’ka buat. Mereka tiba di depan rumah Philo. Dengan perllahan mereka masuk kek rumahnya. Pak Tatsuya bersuara, berusaha memberi tahukan kehadirannya. Dan akhirnya mereka masuk dan tak menemukan seorang pun. Mereka menyusuri seluruh rumah, hingga akhirnya tinggal satu tempat yang belum mereka periksa. Kamar tidur.
Mereka pun membukanya dan menemukan Philo disana tengah tertidur memungguninya. Mereka semua bernafas lega, mengetahui bahwa Philo tidak melakukan suatu hal yang bodoh.
“apa yang kalian lakukan di sini?”
Semua orang terkejut, mengira bahwa Philo masih tidur
“Philo ?”
“aku nggak punya urusan lagi denganmu” ucapnya lalu pergi.
“Philo tunggu ?!”  cegah Fa’I, namun Philo menghiraukannya
“Dia menghilang begitu saja ?”
“seperti itulah pengguna marwah” ucap Pak Tatsuya.
“kekuatan mereka bisa dibilang tidak normal dan berbahaya” lanjutnya
“karena itu aku harus menghentikannya. Jes’ka lacak dia”
Jes’ka pun menggunakan sihir pelacaknya. Dan dengan cepat menemukannya
“Dia berlari ketengah kota”
“sialan”

Fa’I pun memanggil pedangnya, lalu merubahnya menjadi pedang kayu.

“Ayo !” ucapnya lalu pergi, diikuti dengan Jes’ka
“Tunggu ! kalian mau kemana ?” teriak Pak Tatsuya, yang pergi mengikuti mereka juga.
Mereka pun berlari mengejar Philo. Ia bergerak terlalu cepat, bahkan Fa’I dengan ki miliknya tidak dapat menyusul. Lalu mereka berhenti di taman kota, keadaan sudah cukup sepi karena hari sudah malam. Fa’I yang bingung pun bertanya pada Jes’ka. 
“ada apa?”
“Aku kehilangan jejaknya”
“bagaimana bi-

Duar !!

Fa’I secara tiba-tiba terlempar cukup jauh. Menghancurkan tempat ia mendarat, belum sempat ia berdiri, tubuhnya Kembali terhantam oleh sesuatu yang begitu cepat. Di sisi lain, Jes’ka mencoba mencari tahu keberadaan mereka namun gagal.
“ada apaa ? dimana Fa’I ?”
“ntahlah, ia tiba-tiba terlempar,”
“Sihir pelacakmu tak berfungsi ?”
Jes’ka menggeleng kecewa.
“Marwah begitu merepotkan”
“ap aitu marwah sebenarnya ?”
“Eh itu…”

Tanpa bisa berkutik, Fa’I terus-menerus menjadi samsak. Serangan demi serangan ia terima tanpa tauh sapa yang menyerang.
“apa hanya segini kekuatan keluarga Mer ?”
Begitu mendengar suaranya Fa’I sadar siapa yang menyerangnya.
“aku tak inggin bertarung”
“lalu, untuk apa kau kesini ?”
“menjelaskan semuanya”
“menjelaskan apa lagi ? semuanya sudah jelas. Toh kau tak menyangkalku saat aku menyebutmu keluarga Mer”
“Tapi tak seperti ini. Setidaknya dengarkan aku du-

Dak !

Belum selesai Fa’I berucap, satu pukulan melayang tepat di wajahnya.

“ayo keluarkan senjatamu. Tak seperti saat kau melawan Fandall dengan sungguh-sungguh”
“itu karena aku tak ingin menyakitimu”
“menyakitiku ? menyentuhku saja kau tak bisa”
Fa’I mendecakkan lidahnya.
“jika kau tak ingin bertarung maka aku hanya perlu membunuhmu”

Mendengar hal itu, Fa’I mulai siaga. Ia masuk ke mode bertarungnya dan mencoba menghindar dari serangannya. Ia melihatnya, mengelaknya, menangkisnya. Namun bilah pedang masih belum menatulkan cahaya.
“Dengar, apapun yang dilakukan keluarga ku, aku berusaha –“ Fa’I terkejut akan serangan lawannya yang lebih cepat dari sebelumnya. Ia menghindar dengan menendang udara, dan melompat ke belakang.
“Untuk- “ lagi-lagi belum sempat ia menyelesaikan ucapannya. Serangan lain melaju kearahnya. Akhirnya, ia tak punya pilihan lain, pedang tongkatnya menjadi sebuah pedang yang tersarung di dalam perisainya. Ia menghidar dari serangan lain. Melompat keatas dan berputar 180°. Dan menendang udara, mengerahkan tenaga penuh dalam lompatannya lalu menghantam lawannya. Serangan yang telak.
“hah… hah… hah… aku… berusaha… untuk… hah… menebusnya… hah…” ucapnya sembari kelelahan.
“Menebusnya kau bilang ? MENEBUSNYA ?”
Dalam sekejap aura Philo berubah. Tekanan yang ia berikan pada Fa’I membuatnya merinding. Lalu, tiba-tiba Fa’I terlempar sejauh 10 meter. Ia bingung akan apa yang mengenainya. Lalu, ia merasakan tekanan itu lagi. Berbeda dengan sebelumnya. Kali ini, ia tak apa. Dadanya mengeluarkan cahaya yang membentuk pelindung.

“Itu. BAGIAMANA KAU BISA MEMILIKINYA ?!” Sentak PHILO
“Apa ? Apa ini ?” ucap Fa’I yang kebingungan dengan apa yang dialami tubuhnya.

Liontin yang Fa’I kenakanlah sumber dari cahaya itu. Liontin yang ia beli sepasang, yang seharusnya melindungi ibunya dan dirinya. Namun itu baru bekerja pada saat ini.

“Itu tidak penting. Aku akan mengambilnya dari tubuh dingin mu”

Philo pun Kembali menyerang. Serangan yang membabi buta mengenai Fa’I dengan telak. Entah mengapa liontinnya tidak lagi melindunginya. Setelah beberapa pukulan Fa'I terlemparcukup jauh dan keras. Menghancurkan kolam air mancur taman itu.

Sriing !

Suara pedang terdengar dari kepulan asap
“Akhirnya kau serius juga.”

Tebasan angin menghamburkan kepulan asap, memperlihatkan Fa’I yang menatapnya lurus. Aliran listrik mengalir pada tubuh Fa’I. Dalam sekejap ia menghilang. Lalu, muncul dibelakangnya. Menghantam Philo dengan perisanya itu. Belum sempat lawannya tau apa yang memukulnya, ia Kembali muncul di depan wajah lawannya. Menebaskan pedangnya hingga menggores perutnya cukup dalam.
“Ini sudah berakhir” ucapnya, melihat luka yang dialami Philo. Perutnya hampir habis terpotong. Namun,
“apanya ?” ucapnya, ia memutar tubuhnya melihat Fa’I dengan tatapan yang menakutkan. Tubuhnya beregenerasi dengan cepat. Dan tak butuh waktu lebih dari lima detik untuk sembuh dari luka seperti itu.
“Ini akan menyusahkan” ucapnya.
Philo pun mulai meluncur dengan cepat. Diikuti oleh Fa’i. dan keduanya pun beradu dalam kecepatan diluar nalar remaja seumurannya. Fa’I yang dengan tambahan sihir petirnya masihlah kalah dalam segi kecepatan. Ia pun memaksa tubuhnya untuk menerima lebih banyak petir demi mengimbangi kecepata Philo. Tanpa mereka sadari, terjadi keretakan di sekitarnya. Seperti kaca yang retak. Awalnya hanya di langit, kemudian merambat hingga ke tanah. Hingga, akhirnya pecah.

*

“Tunggu !” ucap Jes’ka
“ada apa ?”
“Aku mulai merasakan keberadaan Fa’i.”
“Dimana ?”
“… dibelakangmu ! Awas !”


Mereka berdua menunduk karena aba-aba Jes’ka, menghindari salah satu serangan acak. Begitu mereka melihat sekitar, mereka dikejutkan dengan apa yang terjadi. Keadaan taman rusak parah, pohon-pohon tumbang, jalan setapak tak lagi berbentuk. Kolam air mancur menyemburkan air ke segala arah.

“Ini… ini ulah mereka ?” tanya Pak Tatsuya.

Bruk !

Fa’I terjatuh didekat mereka berdua. Jes’ka yang melihatnya langsung memanggil dan menghampirinya.

“Philo… apa yang kau lakukan ?”
“Kurasa aku akan berhenti menjadi muridmu pak. Karena tujuanku ternyata sudah dekat”
“apa itu ?”
“Membunuh keluarga Mer”
“Fa’I kau tak apa ?” ucap Jes’ka yang tengah berlari kearahnya. Fa’I menggeleng sebagai jawaban, namun tubuhnya menunjukan sebaliknya. Luka memar, bau terbakar, bajunya sobek -sobek, tangannya gemetar. Namun, ia menguatkan pegangannya, berdiri lalu berkata.
“PHILO !!! JIKA DENGAN KEMATIANKU DENDAMU TERBALASKAN MAKA BUNUHLAH AKU. BUNUHLAH AKU DAN LUPAKAN DIRIKU. JALINILAH HIDUPMU SEPERTI YANG KAU INGINKAN. TAPI… tapi… tolong jangan dendam pada Mbakku dan Jes’ka. Mereka tak ikut campur mengenai hal itu. Itu semua karena keluarga ku” ucap Fa’I 
Sontak, mereka dibuat terkejut dengan perkataannya. Fa’I pun menancapkan pedangnya ke tanah. Lalu, ia tersenyum kearah sahabatnya itu.
“tolong jaga Nar’u. dan hentikan lingkaran setan ini. Sebelum membesar”
Philo pun semakin marah dan mengeluarkan tekanannya lagi. Tekanannya meledak-ledak. Lebih dari sebelumnya. Gurunya terlempar cukup jauh. Tapi tidak dengan mereka. keduanya mengenakan liontin yang sama dan melindungi mereka

“lagi-lagi liontin itu.LAGI-LAGI LIONTIN ITU!!!”

Kekuatannya pun makin membludak. Tekanan itu Mulari meretakan pelindung mereka.
“Fa’I. Jika ia dibiarkan seperti ini. Ia bisa menghancurkan semua orang di kota. Bahkan nyawanya pun akan ikut terancam”
Iapun mengepalkan tangannya. Mengambil sejatanya lagi, lalu menarik paksa liontin dilehernya. Kedua senjatanya ditangan kiri, liontinnya di tangan kanan. Ia pun menguatkan dirinya dengan mana lalu menerjang. Berusaha mendekat. Sedikit demi sedikit. Pelindungnya mengelupas. Lalu, ia mengalirkan seluruh mananya untuk memperkuat perisainya. Jes’ka pun melakukan hal yang sama, hanya saja untuk bertahan.
‘Sedikit lagi. Berusahalah sedikit lagi. Tak peduli apapun resikonya. Sedikit… lagi…’
Fa’I yang tetap berusaha menerjang merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Seakan-akan ribuan jarum menusuk tubuhnya. Terlalu berat untuk berdiri, seakan-akan ratusan tali menariknya kebawah. Ia sudah cukup dekat. Namun, tanap diduga, perisai Fa’I pecah dan melontarkannya cukup jauh. Seluruh taman hampir hancur. Hingga, Philo tiba-tiba berhenti. Ia terjatuh cukup keras.

“apa yang terjadi ?” tanya Jes’ka bingung

Iapun mengedarkan pandangannya mencari Fa’I. begitu ia sadar Fa’I tidak ada di dekatnya. Ia pun mencarinya. Namun, pak Tatsuya datang sebmari membopongnya.
“apa yang terjadi ? sudah berhenti ?”
Jes’ka mengangguk lalu bertanya, “bagaimana keadaannya ?”
“ntahlah, lukanya cukup serius.”
“kita harus cepat membawanya ke untuk diperiksa.”
“tapi bagaimana dengan Philo ?”
“aku merasakannya di sana “ ucapnya sembari menunjuk kearah Philo

Mereka pun menghampirinya. Namun, ia tidaklah pingsan. Ia masih berusaha untuk berdiri. Menggapai pedang Fa’i.
“Philo  apa yang kau lakukan ? tolong hentikan”
“apa yang kaubicarakan ? ia belum mati. Aku bisa merasakannya”
“Philo, sudahlah”

Mereka pun menghadap kesumber suara yang berada tepat dibelakangnya. Sembunyi dibalik pohon tumbang.

“Nas’ti ? apa yang kau lakukan disini ?” tanya Philo sembari berjalan sempoyongan.
“Maafkan aku Philo”
“untuk a –

Secara tiba-tiba Nas’ti memukul lehernya, membuatnya pingsan

“untuk saat ini, lebih baik seperti ini” ucapnya

“bagaimana keadannya ?” tanya Pak Tatsuya begitu melihat guru Kesehatan keluar.

Saat ini mereka berada di ruang Kesehatan. Fa’I tengah diperiksan namun tidak dengan Philo. Tak ada yang mengerti banyak tentang marwah. Alhasil, Nas’ti merawatnya sendiri di asrama. Keduanya masih tak sadar karena kejadian sebelumnya.

“lukanya cukup parah, namun ia akan sembuh dalam beberapa hari. Ia beruntuk tidak mati dalam kejadian itu” ucapnya.

Merekapun kini bisa bernafas lega, mendengar kabar gembira itu. Pak Tatsuya pun keluar dari ruang Kesehatan. Melihat Jes’ka tertidur ia tersenyum. Ia pun menghampirinya lalu membangunkannya. Dan begitu ia bangun, hal pertama yang ia tanyakan adalah Fa’I.

“ia tak apa, hanya butuh istirahat”
“kalau begitu aku akan melihatnya”
Pak Tatsuya menolak hal itu lalu berkata. “kamu juga butuh istirahat, hari sudah pagi, kamu bisa mengambuk libur untuk hari ini” dan seperti sudah diduganya, Je’ka menolak. “aku belum lelah, lagipula ini bukan apa-apa bagiku” ucapnya. Namun tubuhnya tak bisa berbohong. Alhasil, ia mengijinkannya menjenguk Fa’I dengan syarat ia harus tidur sebelum jam lima pagi. Jes’ka pun setuju dan berakhir tidur di kursi sebelah tempat tidur Fa’I. Dengan kasurnya sebagai bantal.

Beberapa hari kemudian, Jes’ka tengah mengupas buah apel. Berharap lelaki di dsisinya bangun dan memakannya. Ia mengganti apel yang lama dengan apel yang baru. Di tengah kegiatannya itu, ia mulai mendengar suara yang lama ia tunggu.

“Philo… Philo…”

Jes’ka terkejut mendengar hal itu. Ini adalah sebuah kemajuan. Tak lama dari itu Fa’I mulai membuka matanya. Ia menoleh dan menatapnya lemas. “apa yang terjadi ?” tanyanya. Jes’ka tersenyum, ia mengucapkan berjuta rasa syukur sembari menitikan air mata

“ada apa ? kenapa kau menangis ?”
“kukira aku akan kehilangan tuanku” ucapnya bercanda. Keduanya tertawa
“kamu selalu menggodaku dengan sebutan itu”
“bagaimana dengan Philo, ia tak apa ?” terusnya.

Jes’ka mengangguk sembari memberinya apel tadi. “Ia sudah sadar dua hari yang lalu” jelasnya
“lalu, tentang kejadian itu ?”
“tak ada yang tahu. Pak Tatsuya sudah membereskan semuanya. Bahkan ia membangun Kembali taman yang hancur dalam sekejap”
“dengan sihir ?”
“dengan usaha lah” candanya

Fa’I mengambil sepotong apel.namun, itu berhenti tepat didepan mulutnya

“ada apa ?” Tanya Jes’ka.
“apakah Philo merasa terbebani karena ku ? Maksudku apa ia –“
“aku mengerti. Namun, akupun takt ahu. Ia belum masuk sekolah sejak kejadian itu”
“aku berharap ia tak apa”

Jes’ka terdiam mendengar hal itu. Fa’I pun hendak memakan apel itu.

“Hei, Fa’I” panggilnya menghentikannya,
“mengapa kau begitu putus asanya mencoba menghentikannya ?”
“kenapa ? hmm… mungkin karena aku tak ingin kehilangan siapapun lagi. Sendiri itu  menakutkan. Kaupun tahu itu. Dulu disaat aku terpuruk, ibuku slalu ada untukku. Bahkan pamanku menerimaku dengan sepenuh hati. Dan hidupku menjadi lebih baik. Namun, tak butuh waktu lama, aku kehilangan mereka. seakan-akan aku tak boleh bersama siapapun. Tapi kau menyadarkanku, saat aku menjauhimu waktu itu. Dunia terasa begitu sepi, sendiri, jauh. Tapi aku tidak sadar bahwa kau juga mengalami hal yang sama, bahkan lebih buruk. Dan kau tetap berusaha. Karenanya aku akan melakukan apapun untuk mencegah hal itu terjadi lagi. Dan jika aku tidak bisa, lebih baik aku mati daripada sendiri”

Jes’ka tetap membisu. Tak lama setelahnya, pintu terbuka lalu seseorang masuk ke dalam. Fa’I terkejut melihat siapa orangnya

“Fa’I, kau sudah bangun ?” tanyanya sembari membawa mawar kesukaan ibunya itu. Jes’ka pun berdiri, mengambil semua apel yang baru ia kupas dan membuangnya, lalu berkata.” Aku tak membencimu. Tapi sebaiknya kau tak menarik omonganmu. Aku akan menunggu pembuktiannya” lalu pergi.

“Philo ?” ucap gadis dipintu itu tak  percaya
“kau punya tuan yang baik. Jaga dia” ucapnya lalu pergi meninggalkan mereka.”

“Bagaimana pendapatmu ?”
“aku… aku tak tahu lagi…” Ucap Philo menjawab sahabat karibnya. Wajahnya memerah, ia berusaha menyembunyikannya. Namun dengan cepat sahabatnya mengetahuinya

*

Dua hari sebelumnya, Philo terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa pusing. Membuatnya harus memijat keningnya. Ia merasa sangat lelah dan bingung. “apa yang terjadi ?” gumamnya. Iapun mengedarkan pandangannya dan tahu bahwa ia berada di kamarnya. Tak lama dari itu, Nas’ti masuk ke kamarnya dengan membawa baskon yang berisi air dan lap.

“Kau sudah bangun ?” tanyanya begitu melihat Philo sudah sadar
“apa yang terjadi ?”
“kau hilang kendali lagi”
“lalu, apa ada yang terluka ?”
“sebelum itu, mari pulihkan kondisimu terlebih dahulu”

Philo mengangguk lalu membuka bajunya. Ia bertelanjang dada. Nas’ti pun mengampirinya dan duduk dibelakangnya. “Siap ?” ucapnya. Philo pun mengangguk. Nas’ti pun menyentuk kulit halusnya itu dan meletakan kedua telapat tangannya di sana. Lalu, tangan Nas’ti mulai bercahaya. Bersamaan dengan itu, Philo  mengerang kesakitan. Hal ini berlangsung selama lima belas menit.

“bagis kondisimu sudah stabil. Sekarang perutmu”

Nas’ti pun pergi kedapur mengambil bubur yang sudah ia siapkan sebelumnya. Lalu memberikannya ke Philo. “Habiskan, lalu akan kuceritakan semuanya” ucapnya.

*

“Sunggu ?! Jangan bercanda !”
“Apa aku selalu bergurau disaat seperti ini ?”
“… lalu dimana ia sekarang ?”
“Ruang Kesehatan. Dari yang kulihat ia terluka cukup parah”
“Ia melakukan itu semua demi aku ? kenapa?”
“tanyakan saja saat ia bangun”

*

Beberapa hari setelahnya, Fa’I Kembali masuk kelas. Tubuhnya sudah pulih namun perban di seluruh tubuhnya belum terlpeas. Membuatnya agak sulit untuk bergerak. Dan saat ia masuk, seluruh siswa di kelals menghampirinya, bertanya ingin tahu. Namun, Fa’I hanya tersenyum sembari berkata “bukan hal besar”. Tak lama setelahnya, Pak Tua memasuki kelas. membubarkan kerumunan. Fa’I pun menuju tempat duduknya.

“lama sekali kau. Untung kau masih bisa ikut trunamen. Kalau tidak akau akan memenangkannya sendiri”
“Kenapa tidak, Ketua ?” ucapnya membalas Fandall yang menyindirnya. Membuatnya mendecakkan lidahnya kesal, yang diikuti tawa Fa’I.
“Baik. Kelas hari ini akan kita mulai. Sebelum kita praktek, kita akan membahas sesuatu terlebih dahulu. Apa itu mana ?”

Salah satu murid mengajukan diri menjawab.
“Suatu energi yang dapat mempermudah hidup manusia”
“kurang tepat.”
“suatu energi pasif yang dapat diolah menjadi energi aktif yang berupa sihir”
“Jika itu yang kau maksud, apa itu Ki ?”
“energi alam yang dimanfaatkan sebagai pengganti mana”
“Nah, disini letak kesalahan kalian. Dunia saat ini dibutakan oleh sihir. Kenapa ? karena  itu mudah, sederhana. Berbeda dengan Ki. Ki terlalu sulit untuk dibentuk. Terlalu sulit untuk diolah.”
“ada yang tahu mengapa mana lebih mudah untuk dibentuk daripada Ki ?”
“karena Ki membutuhkan proses yang Panjang ?” tanya Fa’I. Namun Pak tua menggeleng sebagai jawaban.
“karena Ki adalah energi yang dimiliki alam. Sedangkan Mana adalah energi disekitar alam”
“maksudnya ?”
“Ki, adalah bentuk dari kehidupan semua makhluk. Semua orang memiliki Ki. Tapi mana. Mana adalah sebuah energi yang ada disekitar kita. Kita mengambilnya, menyerapnya, lalu memanipulasinya. Sedangkan Ki ? kita bernafas, kita bergerak, kita tidur. Itu semua menggunakan Ki. Saat Mana kalian habis, kalian menghabiskan waktu untuk bermeditasi yang bertujuan untuk ‘mengisi’ mana kalian lagi. Sedangkan Ki, pengguna Ki akan bermeditasi untuk memperkuat Ki nya lagi. Karena seorang pendekar tidak dilihat dari berapa kapasitas Ki yang ia punya, tapi berapa besar Ki yang ia punya, dan seberapa kuat stamina yang ia butuhkan untuk mengimbanginya”
“Jadi mana lebih mudah karena tidak harus melatih fisik. Tetapi, pengguna Ki harus menyesuaikan fisiknya terlebih dahulu untuk mengembangkan kekuatannya” Ucap Fandall
“tepat sekali. Karena kalian sudah paham kita lanjut kebagian selanjutnya. Marwah, pengguna Marwah atau bisa disebut marwa adalah seseorang yang mampu mengendalikan keduanya. Kasus ini cukup Langka. Pengguna marwah layaknya sebuah taruhan hidup. Karena ia bisa mengendalikan keduanya, tubuhnya belum tentu mampu menerima keduanya. Hanya orang-orang yang dipilih oleh alam yang mampu menggunakannya. kekuatan tidak hanya sihir. Banyak kekuatan lainnya. Sihir hanya Sebagian dari kekuatan yang ada di dunia”
“berarti seorang magic swordman adalah marwa ?”
“itu lain lagi. Seorang magic swordman memiliki kolam amana dan Ki dalam satu wadah. Namun, itu selalu berat sebelah. Hampir seluruh sorang yang mengambil job sebagai magic swordman menggunakan 75 % sihir dan 25% ki atau sebaliknya. Tidak ada yang pernah menggunakan keduanya secara optimal. Kenapa ? ini contoh mudahnya. Bolpoin ini akan saya alirkan Ki. Lalu, Fandall coba kesini. Fandall akan mengalirkan mana setelahnya.”

Pak tua pun memegang ujung bolpoin itu, lalu mengalirkan kinya. Ia pun mengangguk sebagai tanda untuk Fandall memulainya. Begitu Fandall mengalirkan mananya, bolpoin itu mulai retak dan hancur.
“walaupun ki dan mana sama sama dari alam. Mereka bertentangan. Tanpa Latihan dan bahan khusus, benda atau makhluk tersebut tida bisa menerima keduanya. Baik teori hari ini cukup samapi disini saja. Kuharap kalian mengingatnya sebagai bahan ujian kelulusan minggu depan.
“Hah ?!!”

Sontak seluruh kelas terkejut

“kenapa kalian terkejut ? seharusnya kalian senang.”
“Habisnya bukannya ujian kelulusan akan diadakan setelah satu tahun ?”
“kata siapa ? ujian diadakan saat guru pengajar merasa muridnya cukup mampu dan dengan pengetahuan kalian saat ini, itu lebih dari cukup”

*

Sejak saat itu seluruh siswa kelas petir bersiap untuk ujian kelulusan. Latihan bak neraka mereka lakukan hanya agar tak mengulang di tahun berikutnya. Hingga akhirnya hari ujian tiba.

“bagaimana ? apa kalian siap untuk ujian ?” Tanya Fandall

Baik Fa’I, Jes’ka maupun Philo, tidak ada yang menjawab. Namun, wajah mereka menunjukkan jawabannya. Tidak ada yang tidak gugup saat ini.

“hey Fandall, mana Laila ?” tanyanya berusaha mencairkan suasana
“Hah ? dia dikamar mungkin, ntahlah.”
“kenapa Ia tidak ikut ?”
“untuk apa ? ia ikut hanya untuk mendampingiku disekolah. Begitu pula dengan Nas’ti”
“bisa dibilang seperti itu” ucap Philo
“Lalu, kenapa kau disini Jes’ka ?” tanya Fandall
“Ha ? Untuk apa ? Ujian lah…”
“Tunggu dulu ! Kau menjadi pelayan tanpa lulus akademi ?”
“ah… aku sudah lulus di akademi khusus pelayan”
“lalu untuk apa kau mengikuti akademi ? itu seharusnya sudah cukup”
“Ntahlah, nyonya besar menyuruhku”
“Nyonya besar ?”
“Mbakku… ia menyebutnya seperti itu”
“Heh… kau cukup special ya … ?”
“Maksudnya ? bukankah ini normal ?”
“bagimu, bagi pelayan lain tidak”
“HEI KALIAN ! CEPATLAH !” teriak Pak Tatsuya melihat mereka masih berjalan dengan santi di Lorong. Membuat mereka berlari masuk ke kelas dengan cepat.

*

“Ah, akhirnya selesai” Ucap Fa’I lega dimejanya
“bagaimana  ujianmu ?” Tanya Jes’ka disampingnya
“Ntahlah, bagaimana denganmu ?”
“cukup mudah”
“tunggu. Kau bilang cukup mudah ? aku kesulitan mengerjakannya dan kau bilang ini cukup mudah ?” Ucap Fa’I Jengkel.
“Tidak heran kau bisa menjadi pelayan Fa’I. Kau lebih pintar darinya” ucap Philo
“Hey, kita lihat siapa yang paling tinggi” tantangnya.
“boleh” jawab Philo
“baiklah karena ujian sudah selesai, kalian tinggal menunggu hasilnya” Ucap Pak Tatsuya lalu pergi.

Merekapun tetap disana untuk waktu yang cukup lama. Hingga tanpa sadar, hari sudah sore.

“Tak terasa, kita sudah hampir lulus ya…” Ucap Philo
“Ntahlah ini terasa terlalu cepat.” Kata Fandall bimbang. Bukan karena kecepatan pembelajarannya, namun karena hal lain.
“Mungkin kau merasa seperti itu karena kau akan mengulang”
“Hei, aku terbaik di kelas”
“Sebelum ada aku” ucap Fa’I menengahi sembari menyengir.
“sialan” ucap Fandall Jengkel.
“Sudahlah… ini sudah sore. Lebih baik kita pulang”
“Kalian duluan saja. Aku masih harus Latihan dengan pak Tua. “
“Pak tua ?” Tanya Philo bingung
“Pak Archie…”
“jadi kau diam-diam Latihan padanya selama ini”
“Dia guruku sebelum masuk akademi, apa salahnya ?”

Fandall menoleh pada Jes’ka, yang dibalas dengan anggukan. Iapun mengumpat kesal. Lalu, ia teringat akan sesuatu.

“selagi kita masih disini. Aku ingin menanyakan sesuatu.”
“ada apa ?”
“Aku ingin menjadi murid kakakmu”
“kakakku ?”

Fa’I pun memikirkan hal ini. Lalu, ia begidik ngeri karenanya.

“Kenapa ? kau pikir aku tak bisa ?”
“bukan begitu… walaupun Nyonya mudah terkenal akan kejeniusannya. Ia selalu mengerjai Fa’I hingga ia puas”
“Monster. Orang itu Monster. Dari sihirnya hingga sifatnya” Ucap Fa’I ketakutan mengingat apa yang mbaknya lakukan padanya sewaktu kecil.

*

 Beberapa hari setelah itu, Hasil ujian mereka keluar. Fa’I dan Philo langsung berlari menuju papan pengumuman dengan cepat. Hanya untuk melihat siapa yang lebih tinggi. Tapi, hasilnya cukup mengecewakan. Karena nilai mereka setara. Dan juga, nilai mereka dibawah Jes’ka. Mereka menatap Jes’ka dengan tatapan kesal.

“bagaimana bisa ?” ucap mereka berdua.
“ntahlah. Hanya saja, soal itu kurang lebih sudah keluar diwaktu ujian kelulusan akademi pelayan.”
“kau berkata seperti itu, tapi kau adalah lulusan terbaik waktu itu” ucap Nas’ti. Jes’ka hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. 
“bagaimana denganmu Fandall ?”. tanya Philo
“ntahlah” ucapnya lalu melihat hasil ujiannya. Dan ternyata ia lebih rendah dari mereka berdua.
“pfft… kamu ternyata dibawahku” ucap Fa’I meledek
“berisik ! hanya selisih satu poin saja sudah bangga”
“selisih satu poin ataupun sepuluh poin, kalah tetap kalah” potong Philo
“kenapa kamu membelanya ?” ucap Fandall marah
“bisa-bisanya kalian malah bersantai seperti ini” ucap gurunya dibelakang mereka.
“bukannya kalian punya hal yang harus diurus ?” terusnya
“ah iya. Turnamennya” ucap Philo kaget
“tenang saja. Jes’ka bisa membawa kita”
“baiklah. Waktunya sudah datang” ucapnya sembari menatap arloji gantungnya

Jes’ka mengangguk sebagai jawaban. Iapun mulai melafalkan sihir teleportasi skala besarnya. Lingkaran sihir mulai keluar dibawah mereka, lalu tiap-tiap kata yang dilafalkan olehnya mulai terangkat dan bertebaran. Lalu, cahaya mulai keluar dari bawah mereka. Menyelimuti tubuh mereka dengan perlahan. Lalu, bagaikan ilusi, keberadaan mereka menghilang secara perlahan hingga lenyap sepenuhnya.

Ditempat lain, sebuah tempat yang disebut altar. Ribuan penonton bersorak sorai, menunggu idola mereka keluar. Lalu, cuaca yang sebelumnya terang, mendadak menjadi mendung. Awan hitam mulai menutupi bumi, bersiap dengan guyurannya. Dan bersamaan dengan itu, ditengah arena seorang pria muncul dengan megahnya. Perawakannya yang tinggi, dan postur tubuhnya yang gagah, mencerminkan nama yang dipegangnya. Mereka pun menyorakinya.

“Azura… Azura… Azura…”

Lalu, ia pun mengangkat tangannya. Menghentikan auman penonton yang menggebu.

“Hari ini, hari dimana terpilihnya kandidat baru. Kandidat yang nantinya akan mengambil gelarku dan menjadi pemimpin selanjutnya. Pertandingan yang kita tunggu-tunggu, Kompetisi altar akan dibuka “ teriaknya.

Penonton pun makin bersorak menyaut sambutannya.

“Kita akan memilih salah satu kandidat baru, dari beberapa perwakilan akademi yang ada. Yang pertama, kita tunjukan dari akademi NAKET. “ ucapnya sembari menunjuk salah satu panggung yang berisikan perwakilan-perwakilan akademi NAKET. “Lalu, kita tunjukan perwakilan dari akademi XOUN” ucapnya sembari menunjuk kearah yang berlawanan. Tapi tak seperti kelihatannya tidak ada siapapun disana. Para penonton bingung, semua menunggu-nunggu namun tidak ada kabar kemana perwakilan akademi XOUN pergi. Lalu, tiba-tiba… Cahaya melingar memenuhi panggung akademi XOUN. Lalu cahaya itu menuliskan kata-kata yang menjadi mantra sihir pada tempat itu dan melingkarinya. Dengan perlahan, partikel-partikel mulai mengumpul dari tanah, membentuk kaki, tubuh, lengan, hingga akhirnya kepala mereka. Dan sorakan penonton pun makin menggebu melihat hal itu.

“sebuah kedatangan yang cukup luar biasa” ucap pria bernama Azure itu.
“Baiklah. Daripada menunggu lama-lama kita mulai saja pertarungannya” ucapnya lalu menghilang dari tengah lapangan. Berpindah kearah singgasana tempatnya menonton dari tempat tertinggi di bangku penonton. Disampingnya, adalah pria yang selalu setia padanya. Seorang pelindung sekaligus sahabatnya. Aegis Aorta.

“Baiklah. Aku jelaskan dulu peraturannya. Kalian bebas untuk bertarung secara individu ataupun berkelompok. Tak ada aturan yang mengikat kalian untuk bertarung sendirian. Tapi, tiap benua hanya meminta satu perwakilan. Jadi semoga beruntung” Tak lama kemudian petir menyambar dengan keras. Dan setelah itu, hujan turun dengan deras. Bersamaan dengan turunnya hujan, semua calon kandidat ikut turun ke lapangan. Walaupun tak banyak, namun perang sebenarnya akan terjadi. XOUN memiliki 3 perwakilan, Fa’I, Fandall, dan Philo. Begitupun dengan NAKET. Mereka memiliki 4 perwakilan. Dan begitu mereka semua turun, hanya satu yang diam ditempatnya tanpa bergerak. Yang lain mencari lawannya masing-masing. Bahkan Fa’I.
Fa’I melawan seorang pendekar pedang seperti dirinya. Tapi ia tetap tidak mengubah bentuk pedangnya. Ia menggunakan bentuk pedang ki nya. Fa’I pun mulai melancarkan serangan. Dan lawannya mengelak dengan cepat, menangkisnya, dan bahkan membalasnya. Mereka saling mengetes kemampuan masing-masing. 
Setelah cukup lama. Akhirnya lawannya mulai mengambil inisiatif. Ia mulai melancarkan serangan sihir. Dari tangan kirinya, selagi tangan kanannya menghunuskan pedangnya. Ia mengeluarkan sihir air, membuat pergerakan Fa’I melambat dengan menghantam tubuhnya dengan bola air yang cukup besar. Namun, itu hanya awalnya. Ia mengeluarkan sihir dengan skala cukup besar. Sebuah gelombang air dengan tinggi sepuluh meter. Lawannya menghilang dalam sekejap dan berubah menjadi air. Melakukan sihir tingkat tinggi
“sihir apa itu ?” Tanya Jes’ka
Ia sudah berpindah ke bangku penonton begitu sampai di stadium setelah teleport. Begitupula dengan Pak Tatsuya.
“itu adalah sihir tingkat tinggi. Sihir perwujudan. Saat seorang penyihir berdedikasi terhadap satu elemen sihir, ia dapat mewujudkan dirinya menjadi elemen itu. Itu adalah sihir yang biasa dicapai oleh penyihir level master.”
Gelombang air itu datang dengan cepat. Menyeret apapun yang dibawanya. Namun Fa’I tetap diam ditempatnya. Banyak penonton menyorakinya untuk menyingkir. Namun ia tetap disana, berdiri layaknya tidak ada yang perlu ditakutkan. Ia pun menyarungkan pedangnya. Merubahnya menjadi katana. Membaliknya dan Srash !! Membelahnya menjadi dua. Gelombang air itu memisah, mengarah langsung ke dinding lapangan. Namun tidak menyentuh penonton sedikitpun.
“aku tak menyangka kau mampu memotongnya. Biar kutebak, seorang pendekar ?”

Fa’I hanya tersenyum menjawab. Ia lalu melesat dengan cepat kearah lawannya. Berpindah kebelakangnya dan memukulnya. Namun, begitu ia memukulnya lawannya berubah menjadi air. Dan tangannya tersangkut di dalamnya.
Lawannya pun memukul Fa’I dengan keras. Menghempaskannya cukup jauh. Tapi tidak berhenti di sana. Ia menangkap Fa’I dengan bola airnya dan memenjarakannya di dalam sana. Fa’I tidak bisa bernafas. Berusaha keluar namun percuma. Dan karena tak tahan lagi akhirnya ia terpaksa mengeluarkan sihirnya. Sihir yang ia pelajari diam-diam selama ini.
Ctar !!!
Petir menyambar dengan cepat kearah tubuh Fa’I menghancurkan bola air milik lawannya. Petir itu tepat mengenai tubuhnya, namun ia tak luka sedikitpun. Aliran petir mulai keluar di tubuhnya. 
“tunggu, Fa’I juga bisa melakukan perwujudan ?” Ucap gurunya tak percaya.
Ia pun bergerak lebih cepat dari sebelumnya. Menebas lawannnya dengan kecepatan diluar akal manusia. Dan sebelum lawannya terkena ia menghilang. Menukar tempatnya dengan acak. Lalu keluar di ujung banjir air bekas gelombang tadi. Lagi, lagi Fa’I meluncur kearahnya. Dan hal yang sama terjadi.
“jika kau hanya bisa untuk mengelak. Maka hindari ini”
Ucapnya sembari menancapkan pedangnya ke air, lalu mengaliri listrik ke air itu. Listrik itu merambat, ke seluruh tempat yang bersentuhan langsung dengan air itu. Membuat musuhnya tak ada pilihan lain selain keluar dari air tadi. Dan tanpa ia ketahui, ia menumbangkan hampir seluruh peserta lainnya berkat itu. Begitu ia keluar, Fa’I dengan cepat menarik pedangnya dan menyayatnya dengan cepat. Lawannya berusaha menahan serangan Fa’I namun serangannya terlalu cepat. Lalu keduanya mendarat di tanah, Fa’I  mendarat dengan sempurna. Sedangkan lawannya terjatuh dan pingsan. Ia pun gugur di pertarungan itu.
Fa’I membatalkan sihir listriknya lalu memasukkan pedangnya kedalam sarungnya. Ia pun melihat sekitar dan terkejut. Kedua kawannya sudah tumbang dengan penuh luka di sekujur tubuhnya. Mereka sudah tumbang. Ia tak punya waktu untuk membantu mereka, pertarungan masih terus berlanjut.
Iapun mencari lawan yang masih bertahan. Dua diantara mereka masih bertahan. Dan salah satunya adalah murid NAKET yang hanya diam saja dari awal pertandingan. Ia pun meluncur dengan cepat kearah salah satu dari mereka. Ia membawa kapak di kedua tangannya. Dan menyerang Fa’I yang mendekat dengan cepat. Fa’I pun memutar tubuhnya melakukan manuver menghindar yang sempurnya. Lalu menyayat tubuh lawannya dan lawannya pun tumbang. Ia berdiri dan melihat kearah lawan terakhirnya. Ia pun membungkukan badannya sembari berkata “Namaku Donisi. Donisi Mouts. Senang bertemu denganmu”
“Fa’i. Fa’I Mer”
“Sebuah kehormatan bisa mengalahkan salah satu keluarga Mer”
“Kata sia-
Srash !
Goresan keluar dipipinya. Menitikan darah kental. Fa’I yan bingung dengan apa yang terjadi melompat mundur. Ia menoleh kebelakang dan melihat ada sebuah tongkat yang ujungnya memiliki dua mata pisau. Bentuknya seperti dua ular yang memililit tombak dengan kepala ular sebagai mata pisaunya. Ia terkejut. Dari mana tombak itu berasal.
Lalu, serangan lain pun keluar. Fa’I dengan cepat menghindari serangan-serangan itu. Ia mampu menangkis beberapa. Tapi masih ada beberapa yang melukainya. Musuhnya hanya terdiam di sana tanpa bergerak. Namun tombak yang tertancap semakin bertambah.
“ada apa ? apa ada sesuatu diwajahku ?” tanya Donisi sembari memainkan sesuatu dijarinya. Ia lalu menyentilnya. Mengarahkannya pada Fa’I. Dan Fa’I menangkisnya dengan membelahnya menjadi dua. Ia sekarang tahu dari mana semua tombak itu berasal.
Petir Kembali menjalar di tubuhnya. Lalu ia dengan cepat melesat kehadapan lawannya. Menebas lawannya dengan cepat, dan Ting !. Donisi menahan pedangnya dengan satu jarinya. Tidak. Ada tombak dengan bentuk yang sama namun lebih kecil di jarinya. Fa’I mendorong pedangnya yang tertahan, membelah tombak itu perlahan lalu. Srash !. Ia memotong kerah merah baju lawannya. 
“dasar bajingan. Berani-beraninya kau mengotori ku” ucapnya sembari memperbesar salah satu tombaknya.
“asal kau tahu. Sedari tadi tombakku tidak terbelah. Itu memang sebenarnya ada dua” ucapnya sembari memisah tombaknya menjadi dua.
Ia mulai serius. Tapi Fa’I tidak gentar sedikit pun. Iapun mulai menyerang dengan kecepatan penuh. Tapi lawannya mampu mengimbangi kecepatannya. Donisi menyerang Fa’I dengan tombak peraknya. Menusuk, menebas, berputar. Lalu, ganggang tombaknya tepat mengenai wajah Fa’I. Menghempaskannya cukup jauh. Ia lalu memotong udara. Membuat gelombang kejut yang mengarah langsung kearah Donisi. Namun, tak satupun dari gelombang kejut itu mengenainya. Ia pun bergerak lagi dengan kecepatan penuh. Mencoba untuk mengelabuhi lawannya. Ia merubah pedangnya menjadi bentuk belati. Berusaha memancingnya dalam pertarungan jarak dekat. Ia mendekat dengan cepat. Dan menyerang dengan cepat. Namun Donisi tidak kalah baik dalam pertarungan jarak menengah maupun jarak dekat. Ia memainkan tombaknya dengan lihai, hingga tidak ada celah sedikitpun untuk mendekatinya. Bahkan dengan keahliannya, jarak jauh tidak menjadi masalah untuknya.
Fa’I terdesak. Tubuhnya mulai lelah. Ia yang sebelumnya harus melawan dua orang kini sudah hampir mencapai batasnya. Namun berbeda dengan Donisi. Donisi hanya bersantai sedari awal hingga menyisahkan mereka berdua. Fa’I pun mulai mengambil resiko. Ia meningkatkan jumlah mana yang ia gunakan untuk petirnya. Hingga ia melewati batasnya. Ia menjadi petir itu sendiri. Me    buatnya mencapai tingkat selanjutnya.
Kini ia mampu bergerak lebih cepat dari biasanya. Lebih kuat, lebih ganas. Kecepatan yang melampaui kecepatan suara. Lawannya pun mulai terdesak. Tombak peraknya tidak berguna melawan petir milik Fa’I. Yang malah menjadi konduktor yang bagus untuk petirnya. Ia terpaksa untuk mundur dan menjauh. Namun sejauh apapun ia mundur tidak ada tempat yang aman selagi Fa’I bergerak dengan wujud petir. Lalu, Fa’I yang merasa bahwa pertandingan sudah cukup. Merubah pedangnya menjadi katana. Dan memutarnya. Hendak melakukan serangan terakhir. Namun,
Srash !
Ia berhasil meluncur melewati lawannya. Namun Donisi tidak menerima luka apapun. Lain halnya dengan Fa’I. Ia memuntahkan darah kental dari mulutnya dan tumbang. Para penonton bingung melihat hal ini. Tapi tak lama lalu bersorak. Memuja Donisi yang masih berdiri dengan megah.
“ada apa ini ?”tanyanya ke Fa’I
“apakah kamu akan membuatku menang dengan cara ini ?” bisiknya ditelinganya
“apa maksudnya ini ?” ia menjambaknya.
“bangun !” ucapnya sembari menendang tubuh Fa’I.
“APA-APAAN INI ? INI PENGHINAAN ! CEPAT BANGUN DAN LAWAN AKU”
Dak !
Jes’ka datang dan memukul kepalanya dari belakang. Ia menutupi tubuh Fa’I dengan tubuhnya seraya berkata “jauhkan tanganmu darinya”.
“apa yang kau lakukan ?”
“pertandingannya sudah berakhir. Jangan sentuh dia lagi.”
Donisi yang makin marah, melempar salah satu tombaknya ke Jes’ka. Namun tombak itu menghilang tepat sebelum menyentuh Jes’ka dan melayang dari sisi lain kearah Donisi. Donisi pun menghindar dengan melompat kebelakang.
“sihir spartial kah ?”
“baiklah baiklah. Pertandingannya sudah selesai. Atau kau ingin didiskualifikasi ?" tanya pria yang dikenal dengan nama Azure itu.
Donisi pun mendecakkan lidahnya. Merasa sebal akan sesuatu yang tidak pantas disebut kemenangan baginya. Azure pergi ke sisi Donisi, meraih salah satu tangannya dan mengangkatnya seraya berkata “kita punya pemenangnya”. Dan penonton pun bersorak dengan megahnya.

*

Ditempat lain, Jes’ka baru datang dengan membawa tubuh Fa’I. Ia meminta perawat untuk memeriksanya. Tapi, tanpa diperiksa penyihir apapun tahu apa penyebab dari gejala ini. Muntah darah secara terus menerus, badan panas dingin, wajah pucat. Ini sesuatu yang disebut dengan [core break]. Suatu kondisi dimana inti kekuatan yang disebut kolam atau pool menjadi rusak. Kolam dapat berisikan mana, ki, ataupun marwah. Tapi saat kolam itu rusak, core yang menjadi inti kekuatan orang itu akan menghilang.

“Dia harus cepat dibawa ke rumah sakit. Atau kondisinya akan semakin memburuk” ucap perawat itu.
“apa yang terjadi padanya ?”
“dia mengalami [mana break]”
“apakah tidak ada obat untuk itu ?”
“ada atau tidak nya itu tidak penting. Lebih baik kita bawa dia kerumah sakit secepatnya.”
“baiklah !”

Dengan cepat, Jes’ka menggunakan sihir teleportasinya. Membawanya dan pak Tatsuya ke rumah sakit pusat kota. Begitu mereka datang, dengan sigap perawat disana membawa tubuh Fa’I ke ruang UGD. Tak butuh waktu lama, hingga Nar’u datang dan menanyakan kondisinya.

*

Beberapa jam kemudian. Hari mulai pagi. Jes’ka dan Nar’u yang menunggu di luar ruang operasi hanya bisa diam dan berharap. Mengharapkan sebuah keajaiban. Hingga, akhirnya lampu merah mulai padam. Dan dokter yang memimpin operasi keluar.

“bagaimana dok ? bagaiamana keadaannya ?”
“kalian keluarganya ?”
“saya keluarganya” jawab Nar’u dengan cepat
“dia sudah selamat. Tapi, dia takkan bisa menggunakan sihir lagi”

Mereka berdua pun terkejut dengan hasilnya. Keduanya hanya bisa mematung, disana. Jes’ka pun mengepalkan tangannya sembari berusaha tuk berkata

“Fa’I… apa Fa’I… baik-baik saja ?”
“kondisinya sudah stabil. Mungkin ia akan bangun beberapa hari lagi. Aku akan memindahkannya ke kamar pasien”
“baiklah” ucap Nar’u membiarkan dokter itu pergi.
“maaf…” ucap seseorang tiba-tiba. Mereka menoleh, hanya untuk melihat Philo yang penuh dengan perban berjalan dengan pincang kearah mereka.
“ini semua salahku. Aku tak seharusnya lepas kendali waktu itu”
“maksudnya ?”
“saat ia memaksa untuk menghentikanku di taman pusat kota. Ia menggunakan mananya untuk membanjiri liontin pelindungnya. Walaupun ia tahu bahwa itu dapat merusak esensi mana nya. dan seperti dugaanku, esensi nya rusak. Bahkan hancur. Aku minta maaf.”
“Pergi!” ucap Nar’u sembari menatapnya tajam
“mbak itu bukan salahnya.”
“diam kamu Jes’ka. Pergi sekarang juga !”

Philo pun memutar badan dan pergi meninggalkan mereka. Berjalan dengan susahnya meninggalkan mereka.

*

Beberapa hari kemudian, Fa’I mulai bangun dari tidur panjangnya. Dan begitu ia bangun yang pertama kali ia lihat adalah langit-langit yang paling ia benci. Langit-langit rumah sakit. Ia berusaha menggerakan tubuhnya, namun kedua tangannya tertahan. Nar’u dan Jes’ka tertidur di sisinya. Menunggu dirinya bangun.
Ia pun dengan perlahan menarik tangannya, berusaha untuk tidak membangunkan mereka, namun gagal. Keduanya bangun disaat yang sama. Dan menanyakan hal yang sama
“bagaimana perasaanmu ?”
Fa’I hanya tersenyum lalu menjawab. “aku Bahagia, dua malaikat pelindungku di sisiku” ucapnya. Nar’u pun memukul kepalanya dengan keras. Membuatnya mengaduh kesakitan.
“apa-apaan sih mba-
“Kenapa kau selalu membuatku khawatir ha ? ingatlah kau satu-satunya yang kupunya sekarang.” Ucapnya sembari memeluk sepupunya itu.
Ia pun membalas pelukannya dengan erat. Dan mengeratkan genggaman tangan satunya sembari menatap Jes’ka dan tersenyum. Jes’ka pun makin erat menggenggamnya.
“jadi, aku tak bisa menggunakan sihir lagi ?”
Keduanya terkejut dengan pertanyaan Fa’I.
“bagaimana kau tahu ?”
“aku sudah mengetahuinya dari awal. Setelah aku bertarung dengan Philo, penggunaan sihirku semakin buruk. Namun, itu mempercepat proses pembelajaranku dalam elemen sihir. Aku berpikir untuk setidaknya memenangkan kompetisi itu. Tapi aku gagal”
“apa yang kau pikirkan ? kenapa kau selalu melakukan hal yang nekat ?”
“kau melawan Philo padahal tau ia pengguna marwah. Kau memaksa tubuhmu menerima elemen petir dengan menyambakan listrik ke tubuhmu terus menerus. Kau bahkan memaksa tubuh mu yang kolam mananya sudah hancur itu untuk memenangkan kompetisi tidak penting itu ? apa kau tahu apa yang akan kau lakukan setelah memenangkannya ?”
“mbak, bisakah kau tenang ?”
“bagaimana aku bisa tenang ? melihatmu dalam keadaan seperti ini. Mimpimu hancur, bersamaan dengan tubuhmu itu. Kenapa kau tidak memberi tahuku ?”
“AKU TAHU OKE !. AKU TAHU !. Aku tahu…”
“setidaknya aku pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang penyihir walaupun sesaat. Aku tak pernah minta untuk dilahirkan seperti ini. Aku tidak pernah memintanya. Dan begitu aku menerimanya, aku berhasil menguasai satu elemen sihir. Paling tidak satu sudah cukup bagiku. Namun, takdir seperti mempermainkanku. Kolam mana ku rusak. Dan aku tak lagi bisa menggunakan mana. Dan lagi, jika aku memberi tahu siapapun tentang ini. Maka kalian takkan memperbolehkanku ikut kompetisi ini.” terusnya.

Ia menunduk, menatap kedua tangannya yang gemetar. Tanpa ia sadari, air mata lolos dari matanya. Ia meringkup, memeluk tubuhnya sendiri yang mulai ikut gemetar.

“aku ingin menjadi sepertimu. Aku ingin menjadi seperti orang lain. Bisa menggunakan sihir. Bisa bermain-main dengannya.” Ucapnya sembari menangis.

Mendengar hal itu, Nar’u hanya terdiam. Ia menunduk, merutuki ucapannya. Ia mengatakan hal itu tanpa mempertimbangkan perasaannya. Tanpa mempertimbangkan pilihannya. Ia pun mulai ikut menangis, sembari meremas ujung pakaiannya.

“maaf, maaf…” ucapnya
“kenapa kau meminta maaf?”
“maaf. Aku minta maaf”
“kenapa ? padahal bukan salahmu. Padahal bukan karenamu…”
“aku sunggung-sungguh minta maaf.”

Diluar kamar pasien. Philo mendengar semua percakapan mereka. Ia yang hendak menjenguk Fa’I tidak berani menemuinya dan hanya diam di luar sembari mendengar seluruh ucapan mereka. Ia pun pergi tanpa menemuinya. Menitipkan bunga yang ia bawa kepada perawat disana. Menyuruhnya untuk memberikannya pada Fa’I.
Tak ada yang tahu tentang penyakit Fa’I selain Philo. Ia sudah mengetahuinya sejak awal. Sejak ia merubah pikirannya di ruang Kesehatan akademi waktu itu. Sejak ia mulai menganggapnya sebagai seorang sahabat. Sebanyak apapun ia menyangkal hal ini, kenyataan itu tidak berubah. Ia membunuh impian temannya. 

Beberapa hari setelahnya, banyak teman sekelas Fa’I sewaktu di akademi menjenguknya. Namun, ia tak menunjukkan niat untuk menemui mereka. Hingga akhirnya mereka meninggalkannya sendiri di sana. Hanya Jes’ka yang terus berada di sisinya.
“kenapa kau tetap di sini ?” tanyanya dibalik selimutnya. Tapi Jes’ka tidak menjawab apapun. Ia hanya diam di sana, menatap Fa’I dalam diam.
“kenapa kau diam saja ? pergi dari sini ? untuk apa lagi kau meladeni orang tak berguna seperti ku. Seorang remaja yang tak bisa apa-apa tanpa sihirnya. Orang yang tidak punya masa depan lagi di dunia ini”
“itu tidak benar”
“BERHENTI, MENGATAKAH SESUATU HANYA UNTUK MEMBUATKU MERASA LEBIH BAIK”
“itu tidak benar”
“APANYA YANG TIDAK BENAR. SEMUANYA SUDAH JELAS BUKAN ? AKU, SESEORANG DARI MARGA MER. BAHKAN TIDAK BISA MENGGUNAKAN SIHIR LAGI UNTUK SEUMUR HIDUP”
“kamu bukan Fa’I”
“apa maksudmu ?
“Fa’I yang kukenal. Selalu berusaha, melawan apapun, selalu percaya bahwa dirinya bisa. Buktinya, kau bisa menguasai Ki dalam waktu yang terbilang cepat. Kau menguasai elemen petir dengan cepat bahkan mencapai level master disaat yang lain baru menjadi professional. Itulah Fa’I yang kukenal. Lalu, hanya karena kau menguasai sihir dengan cepat dan kehillangannya dengan cepat pula kau menjadi terpuruk ? jangan bercanda. Ingat apa kata Pak Tatsuya. ‘kekuatan tidak hanya sihir. Banyak kekuatan lainnya. Sihir hanya Sebagian dari kekuatan yang ada di dunia’. Tapi kau memiliki kekuatan yang tak banyak orang miliki. Aku sudah melihatnya sendiri. Dan itu adalah ketangguhan. Bersedih boleh, tapi jangan hanyut di dalamnya.”
Fa’I terdiam mendengar ucapan Jes’ka. Ia dibutakan oleh satu kekuatan saja. Tanpa sadar, bahwa jauh sebelum ia mampu menggunakan sihir petirnya, ia adalah seorang pendekar. Ia sudah memilih Ki sebagai caranya bertarung. Sihir hanya mendampinginya sementara.
“jadi, bisakah aku berbicara dengan Fa’I yang kukenal ?” tanya Jes’ka
Fa’I menghapus air mata di wajahnya. Ia menunduk dalam diam. Dan berkata “ada apa ?” dengan mantap.
“bagus”
Setelah itu, Pak tua masuk ke dalam.
“ada kemungkinan kau bisa sembuh dari penyakitmu” ucap Jes’ka
“apa ?”
“sekitar dua atau tiga persen kemungkinannya”
“apa kau serius ?” tanyanya tak percaya

Mereka mengangguk dengan mantap

“apa kau akan tetap berdiam di sini, atau kita pergi hingga ke ujung semesta dan membuat keajaiban ?”

Ia diam sejenak. Memikirkan perkataan mereka. lalu,

“Dua atau tiga persen ?”
“itu lebih dari cukup untuk sebuah keajaiban”

Beberapa minggu kemudian, Fa’I keluar dari rumah sakit. Ia memberi tahu kepada Nar’u tentang tujuan barunya. Dan Nar’u menyetujuinya. Ia berkata bahwa apapun yang akan ia lakukan. Ia akan mendukungnya.
Disisi lain, Fandall mengajukan diri pada Nar’u untuk menjadi muridnya. Dan ia ditolak mentah-mentah. Berkata bahwa ia tak cukup baik untuk menjadi muridnya. Membuatnya hendak ikut dengan Fa’I mencari kekuatan yang cukup untuk diakui Nar’u agar dapat menjadi muridnya.
Berbeda dengan Philo. Ia meminta maaf pada Fa’I begitu Fa’I keluar dari rumah sakit. Berkata bahwa ia tak mampu menjenguknya karena mbaknya yang terus menerus mengusirnya. Ia pun memutuskan untuk setia terhadap Fa’I sebagai bentuk permintaan maafnya.
Dan disinilah mereka, berkumpul di pusat kota. Menunggu sang pemandu untuk menunjukkan jalannya.
“kalian sudah di sini ternyata ?” ucap Pak Tua begitu sampai.
“baiklah sebelum kita berangkat aku akan menceritakan satu hal lain.”


“Dunia yang kalian tinggali, tidaklah hanya dunia ini. Banyak yang merahasiakan hal ini. Tapi ini sudah tertulis dalam sejarah. Apa kalian tahu tentang dua belas kesatria meja bundar ? semua yang tertulis di sana adalah sebenar-benarnya ada. Baik itu kaum barbarian ataupun dunia Myth”
“apa kita akan pergi ke sana ?”
“tidak. Kita akan pergi ke dunia Terran. Dunia dimana tidak ada yang Namanya sihir ataupun ki. Dunia dimana mereka yang berkuasalah yang diatas”
“lalu, jika tidak ada sihir ataupun ki. Apakah mereka semua pengguna marwah ?”
“ada beberapa dari mereka pengguna ki. Pengguna sihir Sebagian besar sudah punah di peradaban mereka. tapi, bagian terbaik dari mereka adalah pola berpikir. Mereka adalah makhluk yang berkembang dengan cepat. Membuat berbagai macam teknologi yang bahkan tidak mungkin dicapai oleh manusia dunia ini.”
“Lalu, kemana kita akan pergi ?”
“Ke dimensi mereka. Dimensi Terran”

*

“Hei Fa’I. bisakah kau jangan berjalan terlalu cepat ? rok ini mengganggu ku” ucap Philo sembari berusaha mengendorkan rok abu-abunya
“kita tak punya waktu. Kita harus cepat atau kita akan terlambat.”
“aku tak terbiasa menggunakan pakaian macam ini”
“sudahlah Phillo, Jes’ka bahkan tidak berkomentar apapun tentang pakaiannya. Kenapa kamu repot sendiri ?”
Mereka berlari menuju kelas mereka dengan cepat. Takut terlambat di hari pertama mereka. Lalu mereka muncul dengan terengah-engah di depan kelas. Membuat bingung penghuni kelasnya.
“ada apa ?” tanya guru yang mengajar
“kami murid baru. Maaf terlambat” ucap mereka sembari menunduk.
Orang-orang menatap mereka aneh. Tak biasanya orang meminta maaf hingga menunduk seperti itu. Mereka lalu ingat tapa yang dikatakan pak tua. Dan mengangkat kepala mereka lalu tersenyum. 
“kalian berempat ? diawal semester seperti ini ?”
“iya bu.” Jawab Fa’I.
“baiklah, duduk di meja yang kosong dibelakang. Perkenalkan diri kalian nanti” ucapnya
“baik bu.”
Mereka pun duduk di kursi kosong dibelakang. Kursi nya dibagi dengan tiga banjar. Fa’I dan Jes’ka duduk di banjar tengah. Sedangkan Philo dan Fandall duduk di banjar samping dekat jendela.
“buka buku pelajaran kalian halaman…

Bel berdentang tanda istirahat dimulai. Guru yang mengajar menghentikan kelasnya lalu pergi. Bersamaan dengan itu, seluruh siswa pergi ke kantin tuk mengisi perut mereka. Meninggalkan mereka berempat sendirian di sana.

“apa kalian murid pindahan ?”
“eh… ya…” jawab Fa’I ragu
“tak apa. Aku Maharani Putri. Kalian bisa memanggilku Rani atau Putri. Mau keliling ?”
“boleh” jawab mereka.

Mereka pun berkeliling sekolah, mengenal lebih dekat sekolahan itu. Mereka selalu menjadi pusat perhatian karena mereka terlihat berbeda. Seperti bukan dari daerah situ, yang memang itu kenyataannya. Tak butuh waktu lama mereka berlima menjadi akrab

*

Tak butuh waktu lebih dari sebulan, Fa’I dan yang lainnya menjadi anggota osis di sekolahan itu. Didikan mereka di akademi membuat mereka mampu mengelola sistem di sekolah itu dengan maksimal. Mereka bahkan mendapat perhatian dari  ketua Osis yang menjabat saat itu. Namun Cherise, ketua Osis yang menjabat saat itu tertarik pada keterampilan mereka. Dan dengan pimpinan Cherise dan juga mereka berempat sekolah menjadi lebih baik, semua event berjalan dengan sempurna tanpa kesalahan sedikit pun. Mereka sudah bisa dipastikan menjadi anggota Osis yang hebat kedepannya nanti. Tapi yang tidak mereka ketahui, alasan mereka berempat masuk ke Osis adalah sebagai pusat informasi. Dengan menjadi Osis, mereka bisa mencari informasi yang mereka butuhkan dengan mudah. Informasi mengenai dunia itu.

Lalu, beberapa minggu kemudian. Negara pun tertarik melihat perkembangan sekolah itu. Sekolah yang berkembang pesat dibawah sistem Osis yang maju. Akhirnya diadakan seminar di sekolahan itu. Seluruh anggota osis bekerja keras demi suksesnya acara itu. Dan, seminar itu adalah impian semua orang agar dapat mengikuti pertukaran pelajar dengan Negara lain. Banyak guru berdatangan dari luar negri ke seminar itu. Dan seperti riak air sungai yang mengalir ke lautan. Semuanya berjalan mulus untuk Fa’I. Ia direkomendasikan langsung oleh ketua osis sekolahannya kepada salah satu mentor disana. Mentor itu tertarik melihat perkembangan organisasi yang dipimpin olehnya. “sekolah berkembang sejauh ini hanya dengan kau sebagai wakil nya. Bayangkan bila kau menjadi ketuanya” ucapnya. Ia pun mendapatkan seorang mentor hari itu.

Satu bulan setelahnya. Sekolah dimeriahkan oleh acara kebangsaan mereka. upacara untuk menghormati pahlawan yang gugur saat perang melawan penjajah. Upacara tujuh belas agustus. Hari ulang tahun negara mereka. Namun, selama proses acara itu. Ada hal yang menggangu Philo. Ia melihat sebuah penampakan di sekitar sekolah. Penampakan itu seperti mengikutinya. Dan, benar terjadi. Dibalik acara yang meriah itu, Philo hilang untuk waktu yang cukup lama. Tak ada yang menemukannya. 

Tiga bulan kemudian, Jes’ka menemukan Philo dibawah pohon malam hari dekat sekolahnya. Tubuhnya penuh luka dan beberapa tulangnya patah. Ia langsung dilarikan kerumah sakit. Jes’ka pun menjaga Philo yang terbaring di rumah sakit. Sedangkan Fa’I dan Fandall, mereka mencari penampakan yang dimaksud oleh Philo sebelum ia menghilang.

Satu bulan setelahnya, Natal tiba. Seperti sebuah berkah, Philo keluar dari rumah sakit dengan keadaan sepenuhnya sehat. Tak ada luka yang membekas. Beberapa hari setelahnya. Tahun baru dirayakan di tengah kota. Kembang api bertebaran, menghitung mundur pergantian tahun menjadi tradisi orang-orang di dunia ini. Mereka pergi ke pusat kota. Karena mendengar adanya kembang api itu. Tapi, lagi-lagi Philo melihat penampakan. Tapi berbeda dari sebelumnya. Penampakan itu mengikuti Jes’ka. Hal itu tak berlangsung lama. Karena setelah sekolah Kembali berjalan penampakan itu hilang. 

Dan semester kedua pun dimulai. Tapi, tak disangka-sangka Jes’ka jatuh sakit tanpa sebab yang jelas. Membuatnya harus tinggal di rumah. Banyak yang menjenguknya. Semua tahu bahwa ia tinggal berdua dengan Philo. Dan Fa’I tinggal berdua dengan Fandall. Tapi, yang paling ia tunggu-tunggu adalah kedatangan Fa’I. mereka berkumpul bersama, membahas hal-hal yang membuat mereka merasa nostalgia akan kampung halamannya.

Dua hari setelah Jes’ka masuk ke sekolah, Fa’I merasa tidak enak badan di tengah tengah pelajaran. Seperti direncanakan oleh seseorang. Mereka sakit secara bertahap. Fa’I pun dibawa ke UKS oleh Fandall. Dan disana, ia melihat sesuatu yang tidak ia kenali. Namun terasa begitu dekat. Ia melihat hamparan laut luas dari sisi pantai. Angin laut menerpanya dengan perlahan, membawa hawa sejuk dalam dirinya.

Sepulangnya, Fandall membopong Fa’I yang kesusahan berjalan untuk pulang. Sesampainya Fa’I langsung berbaring, dan tertidur. Dan malamnya. Begitu mereka semua tidur. Ada yang mengetuk pintu depan rumah mereka. Fandall yang merasa tidak ingin mengganggu Fa’I pun pergi untuk memeriksa siapa. Namun, tak ada siapapun disana. Ia pun tidak ambil pusing dan Kembali tidur. Namun, begitu ia tidur, ia dihantui oleh sosok pria dewasa dalam mimpinya. Alhasil, ia menjadi takut untuk tidur lagi.
  Besok adalah hari kenaikan kelas. mereka datang hanya untuk melihat apakah mereka naik atau tidak. Dan melihat perkembangan nilai mereka. Serta ke kelas manakah mereka saat kelas dua nanti. Tapi yang dilihat Philo lebih dari itu. Ia melihat sosok lain yang mengikuti Fandall. Dan ntah kenapa, ia tidak pernah mau memberi tahu mereka. 
Libur kenaikan pun datang. Fandall yang sudah menunggu saat-saat liburan. Mengajak mereka untuk pergi ke pantai. Dan beruntungnya mereka, Mentor Fa’I mengajak mereka untuk pergi ke pulai Bali. Untuk mengikuti konferensi yang diadakan perusahaannya disana.


Esoknya pun mereka berangkat ke Bali, mereka menggunakan Bus dari kota. Dan menyebrang dengan kapal laut dari kota yang disebut Banyuwangi. Di tengah perjalanan Philo merasa mabuk laut. Sedangkan Fa’I yang menatap lautan dengan serius di atap kapal, merasa déjà vu. Ia berusaha untuk mengingat-ingat kapan pernah melihat lautan itu, tapi ia tetap tidak mendapatkannya

Sesampainya, mereka bertemu dengan Mentor mereka. Dan kliennya. Mentornya adalah seorang pengusaha sukses. Perusahaannya menguasai perekonomian di benua sebelah. Ia begitu cerdas untuk seukuran pria tua. Ia mampu menggaet seorang konsumen dengan mudah hanya dengan berbicara. Dan hal itu ditunjukkan dari caranya berbicara dengan kliennya. 

Tanpa terasa hari sudah malam. Mereka menggelar pesta barbekyu di pantai bersama kliennya. Menghabiskan waktu untuk bersenang-senang. Bahkan Mentornya mengenalkan mereka berempat kepada kliennya. Berkata bahwa mereka adalah calon pengusaha sukses di masa depan. Lalu tanpa disadari hari sudah larut. Mereka pun hendak Kembali ke hotel, namun mereka bertemu seorang perempuan tua. Perempuan itu hanya berkata kepada mereka “pergilah dari benua ini secepatnya. Akan ada hal buruk yang terjadi bila kau tetap di sini”. Namun, mereka menghiraukannya. Beranggapan bahwa ia hanya orang gila.

Hari kedua, mereka menghadiri konferensi yang dimaksud oleh mentornya. Mereka menghadiri konferensi besar sebagai penonton. Melihat bagaimana mentronya membawa rapat, membuatnya berpikir; “ia adalah orang yang hebat. Bahkan aku yang separuh tidak mengerti Bahasa yang ia ucapkan, paham akan maksudnya”. Semua hal yang dibahas adalah mengenai perkembangan perusahaan mereka di benua sebelah

Setelah itu, mereka berpikir untuk Kembali bersantai di pesisir. Mendengarkan arus ombak yang tenang. Sembari berusaha menyatukan semua teka-teki ini. Tapi kejadian lain menunggu mereka. Ada seorang anak yang tenggelam dan hanyut di laut. Semua orang pada bingung harus apa. Tapi Fa’I langsung membuka pakaiannya dan melompat. Berenang dengan cepat dan menariknya ke pesisir pantai. Seorang ibu-ibu datang dan mengucapkan rasa terima kasih untuknya. Dan iapun dilarikan ke rumah sakit.

Fa’I yang merasa penasaran dengan laut yang terasa begitu nostalgic  pun memutuskan untuk mendekat bersama Fandall. 

“ada apa ?”
“aku hanya merasa pernah melihat lautan ini sebelumnya. Tapi aku tak ingat kapan”
“kalau begitu, bagaimana bila kita berenang ?”

Fa’I yang setuju dengan ide Fandall pun berenang bersama ketengah lautan. Namun ia tak menemukan apapun di sana. Dan secara tiba-tiba, Fandall menariknya kedalam laut.

“Fandall, apa yang kau lakukan ?” tanyanya 

Namun Fandall hanya diam sembari terus berusaha untuk menenggelamkannya. Ia bahkan memukul Fa’I tepat di wajahnya. Fa’I yang belum siap dirangkul olehnya dari belakang. Menahan kedua tangannya agar tidak bisa bergerak lalu tenggelam bersamanya. Fa’I berusaha untuk melepaskan diri lalu gagal. Hingga akhirnya, Fa’I pingsan dan tenggelam di dalam lautan. Selepas itu Fandall Kembali ke pesisir. Sendirian.

Disisi lain. Fa’I mendengar suara-suara. Ia merasa mengenal suara ini. Suara lautan. Bukan, ini suara seseorang. Suara yang begitu jelas terdengar di telinganya. Suara itu mengatakan; “laut akan berpihak padamu bila kau juga berpihak pada kami. Tapi, jika kau menentangnya, laut akan meniadakannya”

Fandall yang sampai di pesisir pantai tidak mengingat apa-apa. Ia bingung karena ia setengah telanjang dan basah. Bahkan ia tidak menemukan bajunya. Ia pun akhirnya memutuskan untuk Kembali ke hotel. Sesampainya, ia bertanya pada mereka kemana Fa’I. dan mereka malah menjawab “bukannya ia pergi bersamamu ?”. 


Jes’ka yang kepikiran tentang Fa’I pun mencarinya hingga petang. Dan karena hari sudah hampir larut. Philo mulai menggunakan marwah untuk mencari sosok yang pernah ia lihat mengikuti Fandall sebelumnya. Memaksanya untuk berbicara tentang dimana Fa’I. Sosok itu berkata bahwa Fa’I tenggelam di tengah lautan. Sontak mereka bertiga pun pergi ke pesisir pantai. Berusaha mencari Fa’I. Jes’ka menggunakan sihir pelacaknya untuk menemukan Fa’I. lalu, mereka menemukannya di pesisir pantai. Dengan paniknya Jes’ka menelepon mentor mereka dan berkata bahwa Fa’I tenggelam dan tergeletak di pesisir pantai. Sedangkan Fandall berusaha untuk memberinya nafas buatan. Hingga akhirnya air keluar dari mulutnya dan ia kembali bernafas. Tapi kesadarannya tidak kembali. Tak lama setelah itu, dokter datang bersama mentornya. Dan memeriksanya ditempat. Beruntung Fa’I hanya kemasukan beberapa air. Kondisinya tak apa. Ia dapat kembali beraktifitas esok, namun perlu istirahat penuh hari ini. Mereka pun dapat bernafas lega dan Kembali ke hotel.

Esoknya, mereka pergi ke pusat perbelanjaan yang disebut Mall. Membelanjakan beberapa uang yang mereka dapat dari mentornya, mencari barang-barang unik yang bisa menjadi cinderamata bagi mereka. Namun, mereka lagi-lagi bertemu perempuan tua itu. perempuan tua itu mengatakan hal yang sama dengan saat pertama kali mereka bertemu; “pergilah dari benua ini secepatnya. Akan ada hal buruk yang terjadi bila kau tetap di sini”. Karena semua kejadian yang terjadi di sini, merekapun berpikir untuk mempertimbangkan ucapannya. Lalu keputusan yang mereka buat pada akhirnya adalah, mereka akan Kembali ke kota mereka. Dan dengan ijin mentornya, mereka pulang dengan menggunakan bus. Mentornya hanya bisa meminta maaf karena tidak menemani mereka. Namun, mereka tak berpikir itu akan menjadi masalah.

Mereka pun akhirnya dapat pulang dengan tenang. Tak ada lagi hal yang mengganggu mereka diperjalanan pulang. Namun itu hanya awalnya. Secara tiba-tiba muncul makhluk besar dari sisi bus dan mengguncang bus itu hingga keluar jalur. Di sisi mereka adalah jurang terjal. Dan bis itu mengguling kearahnya. Bis berputar dengan cepat, mengguncang penumpangnya. Mengarah langsung ke ujung jurang. Jes’ka yang masih sadar, menteleportasikan bis itu langsung menuju ke dasar jurang dengan cepat. Sedangkan Fandall menahan laju perputaran bis itu dengan sihir anginnya. Dan begitu mereka sampai di ujung jurang, tak ada satupun yang sadarkan diri. Semua korban ditemukan beberapa jam kemudian. Dan semuanya dilarikan ke rumah sakit terdekat. Banyak orang heran karena tidak ada korban jiwa pada kecelakaan itu. 

favorite
0 likes
Be the first to like this issue!
swap_vert

X