“Kau mau mampir?”
“Kalau kau memaksa.” Walter menyetujuinya.
Di depan kuburan, bahkan udara jadi lebih dingin lagi. Apa Roh yakin mau menguburnya sekarang?
Ah!
Benar juga…
Dia pasti yakin.
Setidaknya, di siang yang dingin ini ada tamu.
…
Berjalan melewati jalan pavling di tengah kuburan yang panjang. Rumah berada di bagian belakang. Rumah kecil buatan sendiri, namun dapat dibilang begitu layak untuk ukuran satu orang yang tinggal di dalamnya. Toh ada TV dan kipas angin.
“Kau masih menaruh sabit mu di dalam rumah?”
“Ya dan Tidak.”
“Oh, aku lupa. Kau sudah bisa melakukannya.”
“Itu sudah lama, Walter. Mungkin empat bulan yang lalu.”
“Kau sudah berkembang.”
“Bukannya malah buruk kalau aku semakin mahir.”
Dia tersenyum. “Tidak.”… “Tak ada yang salah dengan perkembangan. Tidak ada yang baik dan buruk dalam berkembang. Yang ada sesuai atau tidak sesuai. Jika menurutmu kau berkembang atas keinginanmu sendiri, berarti itu sudah sesuai.”
Ya… Kata-kata bijak orang tua.
“Aku lupa bilang.”
“Apa?”
“Jadwal pemakamannya pukul tiga. Hanya bilang…”
Dia terdiam sejenak. “Terimakasih informasinya. Tapi, mungkin aku pergi sebelum itu.”
…
“Kau benar juga…” Kebiasaannya memang begitu.
…
“Hah… Akhirnya sampai.” Ya. Beberapa menit berjalan, sampai sudah di rumah berukuran 10 x 30. Cukup luas sebenarnya. Karena kamar mandinya terpisah dan hanya ada 4 ruang di dalamnya, hampir mirip seperti kamar. Kamar yang luas.
“Kau memang berbeda dengan penjaga kuburan yang lain…” Ujar Walter.
…
“Mereka biasanya bertempat tinggal di tempat peribadatan setempat atau mengontrak. Kau malah membuat rumah sendiri dalam kuburan.”
“Aku mengikuti budaya, Walter. Hanya sekedar itu.”
“Tapi, ya… Nampaknya cukup disini saja.” Ia duduk disana. Di hamparan rumput kuburan tepat di depan rumah. Ya… Sebenarnya memang ini yang dia lakukan setiap harinya. Hanya beberapa kali ia masuk kedalam rumah itu.
“Kau juga duduklah!”
“Ya.”
…
“Padahal sudah jam satu, tapi udaranya masih dingin seperti pagi tadi.” Ujar Walter.
“Mungkin kali ini agak berbahaya.”
Walter terdiam sejenak. “Kau ingin kubantu?”
“Tidak. Terakhir kali kau hanya memperhatikan dari jauh.”
“Aku membuat barikade, Tam. Agar tidak ada yang terluka karena aku memang bukan petarung. Atau kau ingin biksu itu kemari?”
“Dia bisa menghancurkan kota. Toh… aku tidak terlalu berbeda dengannya.”
“Kau benar juga.” Kini, Walter merebahkan badannya.
Ya… Orang itu. Orang-orang menganggapnya biksu, padahal dia hanya…
Sulit untuk menyebutkan dia itu apa.
Yang jelas…
…
Hah… Sudahlah.
“Bagaimana keadaan dia?”
“Siapa?” Berpikir sebentar. “Oh! Gurumu itu, ya… Dia baik. Tahun depan akan kesini, kan.” Ujar Walter. “Atau lebih cepat lagi.”
“Dia sudah menemukannya?”
“Belum.” Ujar Walter. “Aku yakin dia ada di benua yang lain. Aku ingin tahu seperti apa sisi dibalik tembok…”
“Ya...”
“Aku lapar. Kau mau sebagian?” Menyodorkan bungkusan mie dari tidurnya.
“Tidak. Aku sudah makan banyak tadi.”
“Haha… Hitam, merah, dan hijau, kan. Kau bisa tahan dengan yang seperti itu.” Terdiam.
…
…
…
Sebaiknya masuk kedalam rumah. Saatnya mengambil perlengkapan untuk pemakaman. Baju yang seperti ini juga tidak nyaman.Ponsel tadi mana, ya? Mungkin, ada pesan baru dari organisasi. Seharusnya kali ini khusus.
“Oh… Sudah jam dua, ya… Tinggal satu jam lagi pemakaman. Atau masih satu jam lagi.”
Eh! Walter harus melihat ini. “Walter, lihat!”
“Hah? Suhunya sepuluh derajat.”
“Walter, sepertinya kali ini aku memerlukan bantuanmu.”
Walter mengangguk. “Aku tak bisa menolak permintaan dari seorang wanita yang cantik.”
“Mungkin juga aku.”
Dia!
…
Ya… Mungkin akan lebih baik dengannya. “Murad! Sedang apa kau disini?”
“Kami orang gurun karena terlalu sering terpapar panas, udara dingin sekecil apapun akan memekakan kami, apalagi sedingin ini.” Seorang lelaki dengan sorban dikepalanya dan berkulit coklat. Ia memiliki rambut merah yang khas. Dia tiba-tiba muncul dari arah gerbang depan. Dia suka menyembunyikan diri.
“Kau benar. Sudah satu minggu udara di Cochlea menjadi dingin.” Kata Murad.
“Ya, Tam.”… “Kau masih cantik seperti dulu.”
“Kau meledekku?”
Nampaknya, Walter sedang memandangi langit. “Murad! Sebaiknya kau lepas topimu itu.”
“Kenapa, Walter.” Melepas sorban di kepalanya dan menyimpan di tas kulitnya yang serasi dengan pakaian jubah gurun pasirnya. Dia selalu memakai pakaian khasnya.
Seluruh anggota organisasi melakukannya.
Aku juga…
“Saat ini mulai berangin.” Ya… Nampaknya badai akan datang. Pohon-pohon bergoyang dan langit sudah mulai menjadi suram. Mendung dimana-mana. “Aku mulai khawatir. Murad, apa kau membawa anggota lain?” Tanya Walter.
“Light dan…” Terdiam sejenak. “Tam, guru mu datang hari ini.”
“Dia datang lebih cepat dari pada tahun depan.”
“Baguslah Tam. Orang kuat datang, untuk menolong.” Ujar Walter. “Dan berarti, bahkan aku dan dia tidak cukup untuk menghadapi masalah ini hingga meminta bantuan tiga junior.”
“Aku akan ambil peralatan, kalian berdua silahkan atur strategi dengan Light dan Guru nanti.” Oh iya! “Kalian atur strategi berdua dulu.”
Karena Guru pasti terlambat.
…
…
Untuk saat ini yang terpenting.
“Memastikan pemakaman lancar.”
---------Continued---------
ns 172.70.130.160da2