"Bel, jangan melamun. Kamu tau ibu tidak suka itu." kata Ate
Ate adalah kakakku, lelaki yang lahir sebelum aku. Besok adalah hari penasbihannya sebagai raja. Ayah, sang Raja telah wafat tiba-tiba. Padahal usianya belum mencapai 1000 tahun, belum setengah dari raja sebelumnya. Bahkan Ziq sang dukun kepercayaan dan tangan kanan raja belum mampu menemukan penyebabnya.
"Ibu tidak akan tau kalau kamu tidak bilang padanya." jawabku singkat menoleh ke arahnya lalu kembali menatap langit gelap.
"Tidurlah Bel, jangan sampai besok kamu terlambat. Jangan buat ibu malu didepan sang Ratu."
"Aku benci d.." Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, Ate sudah membungkam mulutku dengan tangannya.
"Jangan Bel.. Kau tau setiap yang bergerak mampu membawakan suaramu hingga ke telinganya."
Aku menganggukan kepala dan Ate melepaskan tangannya.
Ratu adalah istri sang Raja. Ibu hanyalah satu dari banyak wanita yang dipilih sang Raja untuk menemani malamnya bila Ratu tidak mau menemaninya.
Ratu tak memiliki keturunan lelaki. Karena ibu memiliki dua anak lelaki tertua dari garis keturunan sang Raja, Ate dan aku. Maka pilihan Ratu jatuh kepada Ate. Aku tau Ratu tidak pernah menyukai kami, tapi dia tidak punya banyak pilihan.
Rut adalah anak perempuan sang Ratu. Dia sangat baik kepada kami. Dia sangat cantik dan baik hati. Tak pernah aku menyaksikan dia berkata yang menyakitkan hati atau memandang dengan tajam orang lain.
Aku menyukai Rut, tapi hubungan kami tidak mungkin. Ratu tidak akan pernah setuju. Ratu lebih menyukai Kib, anak lelaki dukun.
Andai saja ayahku adalah Ziq dan bukan sang Raja. Mungkin Ratu akan mengizinkan aku dekat dengan Rut.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Ate, aku mendengar langkahnya berhenti disampingku. Kami memandang ke atas, melihat cahaya indah.
"Besok kau akan jadi Raja, jangan lupakan adikmu ini. Jangan menjadi seperti pendahulumu." aku pergi meninggalkan Ate sendirian untuk memejamkan mata menunggu Terang kembali datang.
_____________
"Bel, buka matamu. Basuh wajahmu segera dan bersiaplah. Ate sudah bersiap sejak tadi." terdengar suara ibu mengguncangkan tubuhku.
"Aku tidak ingin kemana-mana. Pergilah tanpa aku bu." kubalikkan badanku menghindari tatapannya.
"Berhenti bicara macam-macam. Turutilah kemauan ibu sekali lagi saja. Setelah Ate resmi menjadi raja kau boleh melakukan apapun sesukamu." katanya seraya mengelus kepalaku.
Ibu tau kelemahanku dan dia menggunakannya dengan tepat. Aku tidak bisa menolak keinginannya.
Setelah ibu pergi untuk bergabung dengan Ate, aku pun berdiri dan memutuskan untuk menyusul mereka.
Penasbihan akan dilaksanakan pada altar utama. Disana akan dikorbankan seseorang yang memiliki tanda hitam ditubuhnya.
'Sungguh sial bila terlahir memiliki tanda itu' pikirku
Siapapun yang terlahir dengan tanda hitam ditubuhnya lelaki maupun perempuan akan dikorbankan diatas altar utama sebagai persembahan. Kepada siapa? aku pun tak tau. Yang jelas aku membenci pengorbanan manusia untuk alasan apapun.
"Lepaskan aku.."
"diam dan jalan!"
Aku menoleh kearah keriuhan itu. Sepasang mata indah, seperti pernah kulihat di suatu tempat. Nampak ada tanda hitam di bawah mata kirinya.
"Lepaskan dia." kataku mencegah pengawal dukun membawa gadis itu pergi.
"Kami hanya menuruti perintah dari sang Dukun. Gadis ini harus dipersembahkan sebagai kurban untuk penasbihan Raja." jawab satu dari dua pengawal.
"Berhentilah mencari manusia untuk dikorbankan." aku menarik tangan gadis itu
Kedua penjaga mengarahkan senjata mereka kepadaku. Batu yang runcing itu mengarah tepat ke dadaku.
"Hentikan." Ziq sang Dukun muncul "Bel, kau tau ini sudahlah ketentuan. Setiap orang yang memiliki tanda ditubuhnya haruslah berkorban."
Ziq berdiri di sampingku dan menepuk bahuku.
"Tidak bisakah gunakan hewan saja?" tanyaku
"Bel, sudah waktunya. Ate hanya akan menjadi raja bila kurban telah dipersembahkan di altar, tidakkah kau mau kakakmu mendapatkan apa yang diidamkannya?"
Aku hanya terdiam mendengar kata-kata Ziq. Haruskan Ate manjadi raja dengan mengkurbankan manusia lainnya hanya karena mereka terlahir dengan nokta hitam ditubuhnya?
"Bawa dia ke altar utama." perintah Ziq
"Tapi.."
"Ada masalah?" suara itu, sang Ratu. Aku menundukkan pandanganku.
"Tak ada, Ratu." jawabku.
"Kenapa kau malah di sini. Segera bergabung dengan ibu dan kakakmu. Ziq, segera mulai upacaranya."
Rombongan Ratu melangkah pergi diikuti Ziq, termasuk si gadis kurban. Kulihat sepasang kaki melangkah pelan melaluiku, aku mulai menaikkan pandanganku, kami saling memandang sekilas. Aku kembali menurunkan pandanganku.
_____________
Aku berjalan menelusuri lorong panjang yang gelap karena cahaya tak sampai ke bagian selatan istana tanpa sadar. pikiranku sedang tak ada dalam ragaku.
"Harusnya aku yang naik tahta, bukan anak kemarin sore itu."
kudengar suara Ziq samar-samar.
"Kita harus bertindak, sebelum semuanya terlambat."
Kali ini suara perempuan. Aku sepertinya tau suara itu, tapi hatiku menolak percaya.219Please respect copyright.PENANAwpopjDhmYK
"kakak beradik itu harus segera disingkirkan." Zig terdengar marah, suara langkah kaki bergerak bolak-balik didalam ruangan.
"Kau tau Bel bukan bagian dari kesepakatan kita." Rut... itu jelas suara Rut. "Bel tidaklah ambisius. Dia tidak akan mau menjadi raja."
Aku merasakan panas dimataku, tanganku mengepal.
"Rut, kita tidak membunuh Raja dan meninggalkan satu ancaman kecil untuk menjadi besar dikemudian hari."
Aku memutarkan tubuhku perlahan untuk pergi, aku harus segera mengatakannya kepada ibu dan Ate.219Please respect copyright.PENANAhkyo6Y8Ebu
Setelah berjalan agak jauh aku mulai berlari, pikiranku berkecamuk. Kukira Rut setidaknya memiliki rasa suka padaku.
Saat berbelok aku menabrak Kib, dia bersama si gadis kurban, kami bertiga tersungkur ke tanah. Terdengar suara derap lari dari kejauhan.
"Maaf Bel, aku terburu-buru. Sampai nanti." Kib berdiri dan menarik gadis itu untuk berlari lagi.219Please respect copyright.PENANAycnoolqrbR
Segerombolan penjaga berlarian melewatiku.
Sejenak aku kembali tersadar tujuanku berlari, biarlah gadis itu dan Kib kabur. Malah lebih baik bila upacara tidak terjadi.
Akhirnya aku berhasil menemukan ibu disamping pelataran istana.219Please respect copyright.PENANACtgu5Z2xcw
"Bu, jangan biarkan Ate menjadi raja." kataku sembari mengatur nafas.219Please respect copyright.PENANAfGZeAl0va2
"Jangan iri dengan kakakmu. Kalau Ate menjadi raja, kau dan ibu tidak perlu merasa terasing dan direndahkan lagi."219Please respect copyright.PENANAkcUrRs3Mkf
"Aku tidak iri sedikitpun, hanya saja.." sebelum kata-kataku selesai, aku melihat Ratu & Rut berjalan berdampingan, Ziq beberapa langkah dibelakang bersama pasukan pengawal yang membawa si gadis kurban dan dibaris terakhir aku melihat Kib berada dibelakang, para pengawal menahannya.
"Mari kita mulai upacaranya." sang Ratu berjalan menuju tahtanya dan duduk disana, Rut ada disamping kanannya.219Please respect copyright.PENANAGu9gJ7zLa1
Ziq berjalan menuntun Ate kedepan altar, para pengawal meletakkan gadis kurban diatas meja altar, kedua tangan dan kakinya terikat.219Please respect copyright.PENANAR6zq1T0Iky
Ziq mengeluarkan bungkusan dari kulit binatang dan mengeluarkan batu tajam yang sudah lama diwariskan dalam garis keturunan Dukun kerajaan. Ziq menyerahkan batu itu kepada Ate.219Please respect copyright.PENANABPcLI6H7nQ
Ate maju ke depan meja altar berdiri tepat didepan gadis kurban itu.
'Aku harus menggagalkan upacara ini.' tanpa pikir panjang akupun menerjang kedepan altar dan menarik gadis kurban dari atas meja tepat ketika Ate menghujamkan batu kejantungnya.219Please respect copyright.PENANAN3NGEhFGXU
Terdengar keributan dari para penduduk kerajaan, Ate memandangku keheranan sedangkan Siq wajahnya penuh amarah.
"Bel... kembalikan dia ke altar!" Siq berusaha meraih gadis itu tapi aku menghalanginya.
"Aku tau apa yang kau rencanakan Siq. Dan aku tidak akan diam saja." Aku berpaling ke arah para penduduk dan berteriak. "Siq adalah orang yang telah membunuh sang Raja! Aku mendengar Siq dan Rut merencanakan untuk menghabisi Ate dan aku."
Ratu bangkit dari duduknya dan memandangi putrinya yang tengah menangis tanpa suara. Rut berjalan menuju altar. Ibu ingin mengikuti Rut tapi Ratu mencegah.
"Rut benarkah yang dikatakan Bel?" tanya sang Ratu219Please respect copyright.PENANA2NDdhtNSls
"Aku sangat menyayangi Raja, dialah satu-satunya alasan kenapa aku ada." sekarang Rut berdiri dihadapanku. Ada senyum aneh disudut bibirnya yang tak kumengerti artinya. "Atau kau hanya iri karena Ratu lebih memilih Ate menjadi raja?"
"Bel, teganya kau. Aku ini kakakmu!" Ate menerjang kearahku. Kedua tangannya mendorong bahuku kuat, aku hampir terjatuh.
"Dengarkan aku dulu, jangan percaya apa yang Rut dan Siq katakan. Mereka berencana membunuh kita! Siq ingin menjadi raja!"
"Jangan berdusta untuk menutupi rasa irimu Bel, aku adalah Dukun kerajaan ini dan peranku tidak akan tergantikan. Tega sekali kau mengatakan kebohongan ini didepan penduduk negri ini dan Ratu. Kau bahkan menuduh Rut. Putri sang Raja sendiri mana tega membunuh ayahnya." Siq melambaikan tangannya dan seluruh penjaga bergerak maju
"Hentikan Bel..." pinta Ate, kami saling menatap. Aku mengenalnya, aku tau apa yang ada dipikirannya. Ragu, sedih, kecewa, marah tersirat dari matanya.
Dari sudut mataku terlihat Kib memandangku, aku menggangguk pelan. Paham akan maksudnya untuk melarikan diri bersama gadis dibelakangku.
"Percayalah bahwa aku tidak sedikitpun iri atau menginginkan gelar raja. Aku hanya ingin kita selamat. Kau, aku, dan ibu." Aku bergeser ke arah undakan menuju keluar istana bersama gadis dibelakangku. Menyisakan sedikit ruang agar Kib bisa langsung lari menerjang.
Kib berteriak dengan keras, membuat semua orang terkejut dan berpaling ke arahnya. Dia berlari sangat cepat menerjang beberapa pengawal hingga terjatuh. Tanpa berhenti Kib berlari ke arah kami, aku menyingkir dari jalurnya. Kib meraih tangan gadis itu dan mereka hilang dalam kerumunan.
"Raaahhhh.... "
Aku menoleh ke arah Ate. Tepat ketika batu runcing ditangannya menembus jantungku. Aku tak merasakan apapun.
"Belll....." Kudengat suara ibu berteriak sambil berlari. Wajah Ratu terlihat kaget, kedua tangan menutup mulutnya. Rut nampak terkejut dan binggung. Siq hanya menatapku datar, sesaat senyum kecil muncul di sudut bibirnya.
Pandanganku kembali ke arah Ate. Kemarahan menguasai matanya. Aku melihat ke dadaku. Batu itu tertancap disana. Ada sesuatu yang mengalir keluar dari tubuhku, rasa sakit mulai menjalar mulai dari dada kemudian menjalar ke setiap sudut tubuhku. Kakiku kehilangan kekuatannya.
"Bell.. Anakku.. " Ibu terisak disampingku, merengkuh tubuhku dalam pelukannya.
"Ibu, maaf... Jaga dirimu baik-baik. Ate.." suaraku tercekat. Tubuhku sudah tidak menuruti pikiranku, dengan sisa tenaga yang kumiliki, aku menggenggam tangan ibu. "Jadi seperti ini rasanya menjadi kurban. Sakit... sa..kit.. ja..ngan la..gi.."
Rasa sakit perlahan menghilang dari tubuhku. Semua terasa gelap.
"Bell....." isak suara ibu adalah hal yang terakhir aku dengar.
Aku ingin tidur.
ns 172.69.59.78da2