*brukkk, aku membuang badanku ke kasur, merentangkan tanganku menayajarkan nga dengan kasur empukku, menutup mata lalu teringat hal itu.
"ayahhh, Rain pulang ayahhh" teriakku dari dalam rumah, ketika sampai di depan pintu kamar ayah dan bundaku, aku mendengar desahan yang aku tidak mengerti, aku menekan gagang pintu lalu membuka nya perlahan, mataku terbelalak melihat pemandangan yang aku sendiri tidak mengerti. "ayah ?" panggilku polos, mereka berhenti dari aktivitasnya ketika mendengar suaraku memanggil ayah.
*seppp, tanganku di tarik kepelukan bunda, aku melihat ke arah wajah bunda, air mata sudah penuh membasahi wajah, aku ingin membalik badan untuk melihat ayah, tapi di tahan bunda agar tidak kembali melihatnya. Hatiku sakit ketika bunda nangis, dan aku tidak mengerti apa yang terjadi.
Ibuku menarik tanganku ke ruangan tamu lalu membawaku ke kamar. Aku hanya termenung, tiba-tiba.
*brakkk, aku kaget lalu melihat dari balik pintu hanya sedikit ku membuka pintunya. Mereka sedang bertengkar, mereka bertiga.
Bunda, ayah dan bu kasih. Aku menangis melihat kejadian ini, aku melemas dan jatuh duduk ke lantai, sungguh sakit melihat orangtua bertengkar, sedangkan aku tidak mengerti maksud dari pertikaian itu.
*kringggg, "hemmm" aku menggeliat, melihat jam menujukkan pukul 06.00 aku bangun, mandi lalu membenah buku-buku pelajaran dan memasukkannya ke tas. Aku keluar lalu duduk di tempat makan.
"Morning, ayah bunda" sapa pagiku kepada orangtua ku.
"morning sayang" balas ayahku dan mengelus rambutku, aku balas menatapnya dan tersenyum, lalu menatap bunda, bunda hanya tersenyum hangat kepadaku.
Selesai makan, "hari ini ayah yah yang mengantarkan Rain" pinta ayahku untuk mengantarkanku ke sekolah, aku tersenyum. Kami bersiap untuk pergi, aku bersalaman dengan bunda mencium tangannya yang lembut, ku lihat matanya, sembab. Bunda menatapku dengan airmata yang hampir jatuh. Aku bingung tidak bisa berkata apa-apa. Ayah ingin mencium bunda, tapi bunda hempas begitu saja tanpa melihat ayah sedikitpun. Akhirnya kamipun pergi.
Sampai di sekolahan, "nanti ayah juga yang jemput yah" pinta ayah kembali untuk menjemputku. Aku hanyak mengangguk mencium punggung tangan ayah dan keluar mobil lalu pergi ke kelas.
Waktunya istirahat, aku sedang makan dengan teman-temanku. Ada Rindu, aji, gibran dan monika.
"ayah sama ibuku berantem kemarin" keluhku membuka percakapan di tengah makan siangku bersama teman-teman.
"kenapa ?" tanya aji penasaran, yang lain pun menatapku dan masih berbalut dalam makanannya.
"waktu aku pulang dari jogja, aku lihat ayah sama bu kasih di kamar berdua" jelasku menatap kembali mereka. Mereka masih bingung tapi tidak dengan monika dan rindu. "terus aku lihat bunda, ayah dan bu kasih bertengkar di ruang tamu." jelasku kembali.
"aihhh, kamu tau gak itu apa ?" tanya monika, aku menggelengkan kepala. "kata mamah aku, kalo suami istri ada orang lain lagi di kehidupannya, itu artinya selingkuh" jelasnya, "kamu tau gak apa selingkuh ?" tanya monika, kami menggelengkan kepala. "selingkuh itu, yah kaya ayah kamu sama bu kasih, nanti bunda sama ayah kamu pisah. Dan ayah kamu bakal nikah sama bu kasih, dan rindu akan jadi sodara kamu" kami kaget atas penjelasan monika. Aku menahan air mata, aku mengerti, maksudnya, aku akan kehilangan ayah.
"aku gak mau, aku gak mau kehilangan ayah. Rindu kamu jangan ambil ayah aku" teriakku kepada rindu. Rindu juga hanya diam menahan air mata
"ibuku itu gak mungkin selingkuh sama ayah kamu. Mungkin ayah kamu aja yang goda-goda ibu aku" teriak rindu.
"rindu, kamu jangan ngomong gitu yah" kesalku lalu menarik tangan rindu, dan kami bertengkar dengn saling tarik menarik rambut. "aku gak mau kehilangan ayah" teriakku di sela-sela menarik rambut rindu, *ahhhh. Kami menangis bareng, yang lain hanya menonton. Tiba-tiba datang bu kasih.
"anak-anak stopp, kalian ini ada apa" bu kasih memisahkan kami. Aku yang terdorong sampai jatuh oleh bu kasih kaget. Dan berteriak.
"jangan ambil ayahku, dasar kamu orang jahat" teriakku sambil menangis dan masih duduk di lantai, aku berdiri. Bu kasih menghampiriku
"Rain, maafkan ibu yah sayang ibu khilaf" jelasnya menangis sambil mengelus rambutku. Aku menangis *akkkk. Berteriak di hadapannya lalu pergi.
Waktunya pulang, aku menunggu ayah, rambutku masih acak-acakkan. Ayah datang, mengahampiriku khawatir.
"anak ayah kenapa ?" tanyanya sambil menyajajarkan tubuhnya dengan tinggi tubuhku, aku menatap ayah. Ayah mengelus elus rambutku, lalu ayah menatap ke dalam, melihat bu kasih. Mereka kontak mata. Aku yang kesal lalu menarik tangan ayah ke dalam mobil.
Sampai di rumah, "Bundaaa" rengekku ingin banyak bercerita dengan bunda, ketika di ruang keluarga, aku kaget melihat bunda dengan laki-laki ntah siapa. Aku mematung, bunda menyadarinya, dia menghampiriku. Ayah datang dengan amarah yang hampir meledak, bi inah menarikku ke kamar, mereka bertengkar. Dan aku hanya mendengar satu kalimat. *bagaimana dengan anak kitaa.
Aku menangis di pelukkan bi inah, bi inah membalas pelukanku hangat.
Sejak saat itu, rumah menjadi dingin tanpa ada suara kebahagiaan lagi. Mereka berangkat pagi pulang malam sampai umurku sekarang, aku menjadi orang yang pendiam saat itu. Dingin dan hanya bi inah yang bisa menghangatkanku.
"akhhhh" teriakku sambil menangis di atas kasur ketika sadar dari lamunanku... Aku histeris mengacak-ngacak rambutku dan barang-barang di sekitar, bi inah mengetuk ketuk pintu kamarku dengan keras. Aku sudah di ambang emosi. "kenapa kalian tidak tinggalkanku saja, kenapa kalian tidak bercerai saja, kenapa kalian masih melakukannya, kenapa aku yang harus menanggung semua ini. Kenapa" tanyaku pada diriku sendiri, berteriak histeris. Menangis. Lalu membantingkan badan ke kasur, memeluk lututku dan tertidur, suasana kamar sangat mengerikan, sangat berantakan.
Aku terbangun dari tidurku, lalu beranjak bangun dan pergi ke meja belajar. Melihat-lihat foto lamaku.
Dulu aku masih bahagia, sebelum kejadian itu terjadi, aku menangis dalam kenanganku, ku lihat foto kecilku bersama rindu, sangat rindu sekali, ketika rindu yang aku harap menjadi penenang jiwaku tetapi malah menjadi api yang sangat panas ku rasakan. "akhhhh aku membencimu rindu" teriakku sambil meremas foto itu. "aku juga membenci ibumu, aku juga benci ayah dan bunda dan juga laki-laki itu" teriakku kembali menahan sesaknya dada. Aku menangis sesak, hampir tidak bisa napas karna tangisanku, sangat sesak.
Bundaku yang masih menjadi istri sah ayahku tetapi masih bermain dengan para laki-laki di luaran sana, ayahku yang juga masih suami sah bundaku ternyata sudah menikah dengan bu kasih, ibu dari sahabatku sendiri. Tetapi kenapa mereka tidak bercerai, alasannya karna diriku. Mereka mencintaiku, dan tidak mau membuatku bersedih atas perpisahan mereka.
Tetapi dengan keberadaan mereka yang masing-masing punya kehidupan menjijikan membuatku benar-benar jauh dari mereka, setiap hari mereka membujukku untuk bisa menerima keputusan mereka, aku tidak perduli aku menjadi nakal. Sering tawuran, mabuk-mabukkan dan merokok. Hanya itu yang membuatku menjadi orang, ntah orang yang seperti apa diriku, aku tidak mau seperti itu tapi, orang tuaku yang membuatku seperti itu. Ntah kapan aku berubah menjadi baik kembali, tetapi aku masih nyaman dengan kehidupan liarku. Dan dalam motto hidupku, aku tidak akan pernah memaafkan mereka yang sudah menyakitiku sampai aku menjadi orang yang seperti ini.
"akhhhh hahaha hemm" tangisku lalu mengangkat kakiku ke kursi dan memeluk lututku. Semuanya benar-benar kacau, setiap hari seperti tiadak hari tanpa menangis, mungkin hanya di sekolah dan dengan teman-temanku aku tertawa, tapi tidak ketika di rumah.
Mendengar orangtua yang terus saja bertengkar tanpa henti. Apa yang mereka ributkan ntah, aku tidak tau dan tidak mau tau.
ns 172.70.131.116da2