Aku merindukannya. Sangat merindukannya sampai dadaku sesak dan airmataku tdk berhenti mengalir.
Aku ingat pertemuan pertama kita. September 2019. Berawal dari chat whatsapp sampai dia memintaku untuk menemuinya didpn kampus Bina Nusantara Jakarta Barat.
Sejak saat itu kita dekat, sangat dekat sampai aku menganggapnya seperti suamiku sendiri. Aku sangat menghormatinya, mencintainya dgn sepenuh jiwaku.
Hari-hari kita lewati bersama, bahagia ku dgnnya. Hal yg tidak prnh kudapatkan seumur hidupku. Aku merasa dialah jodohku, belahan jiwa yg diberikan Tuhan untukku.
Sampai suatu saat di bulan Maret 2020, dia memintaku untuk pergi dan melupakannya. Karena apa? Apa alasan dia? Agama.
"Kita tidak akan kemana-mana, percuma diteruskan hanya semakin menyakiti perasaan. Kita beda agama, kita beda prinsip.. kalau kamu sayang padaku, tolong lupakan aku.. "
Itulah kalimat terakhirnya yg takkan pernah aku lupakan. Selesainya, aku depresi. Pun pada masa ini aku masih menjalani terapi untuk pemulihan kondisiku.
Bukan aku lebay, tapi dia segalanya buatku. Karena nya, aku berjanji tidak akan pernah membuka hatiku untuk siapapun lagi. Aku hanya ingin menikah dengannya atau tidak sama sekali.
Masa kecilku amat suram. Aku tidak punya figur ayah yang menyayangiku. Aku mengemis kesana kemari meminta belas kasihan orang hanya untuk sekedar makan dan sekolahku.
Aku bertekad harus sekolah bgmnpun caranya agar aku bisa menghidupi diriku sendiri dimasa mendatang. Sampai aku bisa seperti sekarang ini.
Aku hanya ingin ada sosok laki-laki yg menyayangiku, mencintaiku dgn tulus. Dan ia datang saat aku amat membutuhkan seseorang disampingku. Apa salah kalau aku jatuh cinta padanya?
Karena ia baik hati, lemah lembut, membuatku merasa nyaman dan ia sangat tampan dgn segala kesempurnaan yg Tuhan berikan untuknya.
Kulitnya putih bersih, wajahnya tampan dan tubuhnya proporsional. Sangat pas dengan tipeku secara fisik. Dan yg terpenting, dia berhasil membuatku lupa akan segala frustasi ku mengenai hidup.
Dia mengangkatku begitu tinggi dengan kasih sayangnya sampai aku begitu terbuai hingga ke atas langit, lalu ia melemparkanku kembali ke bumi.
Mau tahu rasanya? Sakit. Amat sangat sakit..
Kini kami hanya bisa saling memandang dari kejauhan, tanpa merasa masih memiliki hak untuk menyapa. Tapi aku tetap mendoakan yang terbaik untuknya. Walaupun kami memiliki Tuhan yang berbeda.
Aku akan tetap mencintainya seperti janjiku padanya dan pada Tuhanku. Meskipun sekarang dia bukan lagi untukku.
Aku sedih, karena seseorang yang pernah begitu dekat denganku kini menjadi orang asing yang seolah tak pernah kukenal. Orang yg kucintai sepenuh hatiku bahkan begitu jauh, begitu tinggi laksana matahari yang tak tercapai oleh tangan.
198Please respect copyright.PENANAOxtZmmq2LA
198Please respect copyright.PENANAL2n93kXCrX
198Please respect copyright.PENANAuC5xqSvV6f