Bab 3. Fantasi aneh yang bikin gairah
Napasku tersendat. Maryam selalu cantik, tapi di bawah cahaya lampu kamar yang temaram, dengan bayangan hujan di jendela sebagai latarnya, ia terlihat seperti mimpi. Payudaranya yang montok naik turun perlahan, putiknya yang berwarna coklat muda kemerahan sudah mengeras karena dingin atau mungkin karena rangsangan. Perutnya yang rata, pinggulnya yang berlekuk menungging, dan pahanya yang padat—semuanya memanggilku untuk disentuh.
Aku menunduk, mengecup bibirnya dengan penuh hasrat. Tanganku meraba punggungnya, menariknya lebih dekat hingga tubuh kami bertaut tanpa celah. Ia mendesah di antara ciuman kami, tangannya meraih baju ku dan menariknya dengan tak sabar.
"Lepaskan," bisiknya di antara tarikan napas.
Aku melepas bajuku dengan cepat, lalu celana. Tubuh kami sekarang saling bersentuhan, kulit ke kulit, kehangatan yang saling membakar.
Aku membimbingnya mundur ke ranjang, menjatuhkannya dengan lembut di atas kasur. Mataku tak lepas darinya—dari caranya menggigit bibir bawahnya, dari caranya memandangku dengan mata yang penuh keinginan.
Aku merangkak di atasnya, mengecup lehernya, lalu turun ke tulang selangkanya. Tanganku meraba payudaranya, memijat perlahan sementara bibirku mengikuti lekuk tubuhnya.
"Mas Haris..." desahnya ketika lidahku menyentuh putik susunya.
Aku tak terburu-buru. Aku ingin menikmati setiap detik ini, setiap sentuhan, setiap desahannya. Tanganku turun ke antara pahanya, jari-jariku menyentuh lipatan hangatnya yang sudah basah.
"Kamu selalu bikin aku sange." gumamku sambil mengecup perutnya yang rata.
Ia mengangkat pinggulnya, memintaku untuk tak menunggu lebih lama. Tapi aku ingin menyiksanya sedikit. Lidahku menelusuri garis dalam pahanya, mendekati pusat keinginannya tapi tak langsung menyentuh.
"Ih dasar, Mas Jahat," gerutunya, tangannya meremas rambutku.
Aku tersenyum, lalu akhirnya memberinya apa yang ia mau. Lidahku menyentuh klitorisnya, mengecapnya dengan penuh hasrat. Maryam menggeliat, tangannya mencengkeram sprei.
"Ouwhhhh shhhhhhhhh…"
Desahannya adalah musik terindah. Aku terus memainkannya, lidah dan jariku bekerja sama membuatnya semakin liar. Tubuhnya melengkung, tangannya menarik-narik rambutku.
"Yah gitu… Terus…. Ahhhhhhhhhhh…"
Tapi aku menghentikannya, membuatnya mengerang kesal. Aku bangkit, menatap wajahnya yang sudah memerah, Aku membalikkan posisinya, membuatnya telungkup. Lalu dengan gerakan perlahan, aku melesakan kontol aku ke dalam memeknya dari belakang.
Kami mengerang bersamaan. Dia hangat. Sangat hangat. Dan basah. Aku merasakan setiap dinding-dinding memeknya mencengkramku erat. Seolah ingin meremas kontolku sepuasnya.
"Ouwhhhhhh uhhhhhhhhhh.." Rintihnya.
Aku makin cepat memompa kontolku. Tanganku meraih pinggulnya, menariknya lebih dekat sementara tubuhku bergerak di antara pahanya.
‘Yahhhh gitu ouwhhhhhhhhhh!”
Suara desahannya, berbarengan dengan suara tubuh kami yang saling bertabrakan, diirngi suara hujan di luar—semuanya bercampur menjadi satu.
Aku merasakan panas mulai mengumpul di kontolku. Tapi aku ingin ini bertahan lebih lama. Aku membalikkan tubuhnya lagi, membuatnya berbaring di bawahku.
Sekarang aku bisa melihat wajahnya—matanya yang penuh birahi bibirnya yang terbuka, dadanya yang naik turun cepat. Payudaranya yang kencang dengan putting susu coklat kemerahan segera kuremas dengan gemas.
Ia membuka matanya, memandangku langsung. Dan di saat itulah aku mempercepat ritme genjotanku.
“Ouwhhhhhhhh …!”
Maryam menjerit kecil, tangannya mencengkeram bahuku. Aku merasakannya mulai bergetar di bawahku, tubuhnya menegang.
"Aku mau nyampe Mas…ouwhhhhhhhh!” Rintih istriku.
"Keluarin aja jangan ditahan-tahan!" bisikku.
Dan ia pun melepaskan. Tubuhnya berguncang hebat, cengkeramannya di sekitar ku semakin erat. Aku tak bisa menahan lagi. Dengan beberapa dorongan terakhir, aku mengikuti kejatuhannya, melepas segala yang ada di dalamku sambil menggumamkan namanya.
“Arghhhhhhh…” Erangnya.
Aku pun mengeluarkan cairan kenikmatanku dalam memeknya sesaat setelah memeknya mencengkeram dengah erat kontolku. Crotttttttttttttt crottttttttttttttttt crottttttttttttttt.
Kami berbaring saling berpelukan, napas masih tersengal. Kulit kami saling menempel, basah oleh keringat.
Maryam memandangku, matanya berbinar.
Suasana kamar yang hangat masih dipenuhi aroma bercinta kami, tubuh-tubuh berkeringat, napas yang belum sepenuhnya teratur. Maryam berbaring di sampingku, kulitnya yang sawo matang berkilau oleh peluh, dadanya naik turun perlahan. Aku menatapnya, masih tak percaya bahwa perempuan secantik ini benar-benar milikku.
Tiba-tiba, dia mendekatkan bibirnya ke telingaku, berbisik dengan suara serak penuh nafsu, "Mas... pengen lagi..."
Aku tertawa kecil, mengecup dahinya yang masih basah. "Dasar kamu, Dek. Aku mana kuat main lagi kalau udah keluar."
"Emang gak bisa ya?" tanyanya, jarinya menggoda-goda dadaku.
Aku menghela napas. "Kalau denger-denger sih, ada laki-laki lain yang bisa main lagi, Abis keluar hanya istirahat dikit udah bisa berdiri lagi . Tapi aku kalau udah keluar mana bisa."
"Yah, padahal aku masih pengen!" rengeknya, menggigit bibir bawahnya yang sudah bengkak akibat ciuman kami tadi.
Aku tersenyum penuh arti. "Sebenarnya... bisa sih, kalau dipaksa bangun lagi."
Matanya langsung berbinar penuh harap. "Gimana, Mas? Di kocok? Atau... dihisap lagi sampai keras?"
"Kalau kayak gitu masih susah buat bangun. Yang ada ngilu punya aku, dek," jawabnya sambil membelai pipiku dengan lembut.
"Terus diapain biar bisa keras lagi?"
“Gak diapa-apain, dek.”Haris memandangku dalam-dalam, membuatku merinding. "Tapi dia bisa keras lagi dengan cara aku ngebayangin kamu, Dek."
"Ngebayangin gimana?" tanyanya penasaran, tangannya memainkan putingku.
Aku menarik napas dalam. "Aku ngebayangin kamu... sedang gituan dengan cowok lain."
Maryam mengerutkan kening. "Hah? Maksud Mas gimana sih?"
"Maksudnya," aku menjelaskan dengan suara rendah, "aku ngebayangin kamu sedang dikentot lelaki lain, dan dia bikin kamu kelojotan sampai berkali-kali."
"Ih, gila!" Dia menepuk pahaku, wajahnya memerah. "Masak mikir kayak gitu. Mas aneh banget deh!"
Tapi sebelum dia protes lebih jauh, aku menggenggam tangannya dan mengarahkannya ke batangku yang perlahan mulai bangkit kembali. "Iya, nih, lihat buktinya. Punyaku mulai keras lagi."
"Eh, iya ya?" Matanya melebar, heran. "Kok bisa?"
"Bisa," bisikku, mendekatkan bibirku ke telinganya. "Ini karena aku ngebayangin kamu dientot cowok lain... yang lebih kuat, yang bisa bikin kamu menjerit lebih keras dari tadi. Itu bikin aku horni."
Maryam menghela napas, tapi aku bisa melihat caranya menggigit bibir, tanda bahwa pikirannya mulai terpancing. "Mas ini benar-benar udah gila. Istri sendiri dibayangin main sama cowok lain. Aneh banget..."
Tapi sebelum dia selesai bicara, kontolku sudah sepenuhnya tegak. Dengan gerakan cepat, Maryam langsung bangkit dan mendudukiku, kontolku langsung ditelan oleh memeknya. Batangku itu melesak dalam sekali gerakan.
"Ahh... Mas!" erangnya, tubuhnya sudah mulai bergerak naik turun.
Aku memegang erat pinggangnya, membantunya mengatur ritme. "Nah, gitu... bayangin aja itu bukan aku yang ngentot kamu sekarang," bisikku, sengaja memicu fantasinya.
"Dasar... Mas... brengsek!" tapi erangannya semakin menjadi, tubuhnya semakin liar.
Bersambung1283Please respect copyright.PENANA7M2ghbbR01