-- 15 Agustus 2020, Kota Magelang, Jawa Tengah --
"Mama?! Papa?! Tiara?! Dimana kalian?!"
Seorang wanita dengan penampilan yang lusuh dan tubuh yang dipenuhi luka terus berteriak memanggil keluarganya di tengah kekacauan.
Kotanya yang menjadi tempat kemunculan pertama dungeon di Indonesia telah diserang oleh ratusan monster yang berhasil lolos dari dungeon.
Dungeon break!
Sebuah kejadian dimana dungeon yang telah lama tidak diselesaikan akhirnya melepaskan monster-monster didalamnya keluar.
Kota Magelang saat ini tengah mengalami dungeon break. Dungeon yang berada di puncak Bukit Tidar itu telah lama tidak diselesaikan semenjak kemunculannya dua bulan yang lalu. Awalnya monster-monster yang keluar masih dapat diatasi oleh pihak militer, namun lambat-laun jumlah monster yang bermunculan semakin meningkat dan kuat, mengakibatkan ketidakberdayaan pihak militer. Akhirnya monster-monster itu turun dari Bukit Tidar dan mulai menginvasi seluruh Kota Magelang.
Pengevakuasian warga Kota Magelang berjalan cukup lambat karena akses-akses jalan menuju ke kota lain sebagian besarnya telah dipenuhi monster.
Ada yang berhasil evakuasi, namun banyak juga yang masih berada ditengah-tengah ancaman monster, termasuk keluarga kecil seorang wanita bernama Rosalia Ayuningtyas.
Dia kini tengah terpisah dari keluarganya setelah diserang seekor monster yang berwujud Genderuwo.
Genderuwo!
Genderuwo adalah monster yang menjadi penghuni dari dungeon di puncak Bukit Tidar.
Monster itu menyerang menggunakan kuku-kuku tangannya yang tajam, mengakibatkan luka sayatan yang teramat sakit. Selain serangan fisik, Genderuwo juga dapat memberikan kutukan pada target yang diserangnya, mengakibatkan luka yang dibuatnya menjadi semakin memburuk.
Rosalia adalah saksi dari kemampuan Genderuwo tersebut. Luka sayatan di tangan dan perutnya yang diberikan oleh monster itu kini kian memburuk. Dia sangat beruntung karena bisa lolos dari kejaran monster itu.
Saat ini Rosalia sedang mencari keluarganya yang terpisah darinya saat sedang berusaha untuk meloloskan diri dari kejaran Genderuwo.
'Aku harap semuanya selamat.'
Dia terus berharap atas keselamatan keluarganya dalam hati seraya tertatih-tatih berjalan menyusuri reruntuhan bangunan kota.
Rosalia terus berjalan dan berjalan, tidak memperdulikan kondisinya. Dia hanya ingin melihat bahwa keluarganya baik-baik saja.
Akhirnya…
"Lia!"
Papanya memanggil namanya dari kejauhan dengan air mata yang membasahi wajahnya. Rosalia pun akhirnya menumpahkan air matanya yang sedari tadi ditahan.
'Syukurlah... Syukurlah Papa baik-baik saja.'
Papanya segera berlari menghampiri Rosalia dan memeluknya. Tubuhnya gemetaran saat mereka berpelukan.
"Papa, syukurlah Papa selamat. Dimana Mama sama Tiara?"
Sesaat setelah Rosalia bertanya, tubuh Papanya menjadi semakin bergetar dan kaku. Ia hanya diam dalam kondisi itu.
Rosalia langsung menangkap apa maksud dari tingkah Papanya itu. Mama dan adiknya sudah mendahuluinya.
"Papa...?"
Tapi Rosalia tidak ingin mengakuinya. Dia berharap bahwa Papanya akan mengatakan bahwa mereka baik-baik saja, lalu mama dan adiknya yang usil itu sedang bersembunyi di suatu tempat untuk membuatnya terkejut.
"Maafkan Papa..."
Tapi hanya kata maaf yang terdengar di telinganya.
Nafasnya otomatis menjadi berat dan tubuhnya gemetaran. Keringat dingin juga tidak lupa ikut serta untuk menambah suasana. Rosalia masih berusaha mencerna informasi tersebut.
"Maaf..."
Tapi berkat satu dorongan lagi dari Papanya itu, akhirnya tangisnya pecah. Dia meremas punggung baju Papanya dengan kencang sambil menangis.
Papanya hanya bisa menangis dalam diam sambil memeluk Rosalia. Tidak ada yang bisa menenangkan satu sama lainnya.
Tangisan mereka tidak termasuk kencang, namun tetap saja suaranya dapat mengundang monster-monster yang masih berkeliaran di sekitar sana.
Dua ekor Genderuwo akhirnya muncul dari balik reruntuhan gedung, menatap sepasang ayah dan anak yang hanya diam menangis. Mereka pun kemudian berlari dan menggeram sambil merentangkan cakar-cakarnya.
Papanya Rosalia yang menyadarinya lebih cepat segera menarik Rosalia masuk ke dalam reruntuhan.
Sementara Papanya berusaha menyelamatkan nyawa mereka berdua, Rosalia hanya diam membisu dengan mata yang kosong.
'Ah... Aku ingin bersama Mama dan Tiara saja...'
Begitulah kira-kira pikiran yang ada di benaknya. Dia sudah pasrah di poin itu. Dia bahkan tidak memikirkan rasa sakit di tubuhnya saat Papanya menariknya untuk berlari.
"Rosalia!"
Dia tenggelam dalam memori bahagia di masa lalunya bersama keluarganya.
"ROSALIA!"
Plak!
Tiba-tiba rasa panas dan perih di pipinya membangunkannya. Papanya yang terengah-engah dan ketakutan menatapnya dengan sedih juga marah.
"Rosalia, fokus! Fokuslah untuk bertahan hidup, Papa mohon. Kalau kamu tidak ada alasan untuknya, setidaknya pikirkanlah Mama dan adikmu. Pikirkan apa yang akan Mama dan adikmu katakan kalau mereka ada di sini!"
Papa Rosalia mencengkeram bahu kanannya dengan kencang. Tatapan matanya penuh dengan rasa sakit dan tekad.
"Ah-"
Kata-kata itu akhirnya meresap kedalam pikirannya. Mama dan adiknya pasti tidak akan setuju jika dia menyusul mereka begitu saja tanpa perlawanan. Sesuai dengan motto keluarganya, mata dibalas mata dan gigi dibalas gigi.
"Maaf, Pa. Lia tida--"
Kata-katanya terputus setelah dia menyadari kondisi di sekitarnya. Tangan kanan Papanya tidak bisa dia temukan dimanapun. Darah segar terus mengalir dari bahu kanan Papanya dan membasahi lantai.
"Papa! Tangan Papa kenapa?!"
Rosalia segera melepas kardigan yang dikenakannya untuk menghentikan pendarahan Papanya. Papanya hanya tersenyum dengan wajah yang pucat.
"Lia... Putri sulung Papa ini terlalu baik."
Ia mengusap puncak kepala Rosalia dengan lembut.
"Jangan bercanda! Uh, tidak ada tali atau sabuk...! Pendarahannya tidak mau berhenti!"
"Rosalia, dengarkan Papa baik-baik."113Please respect copyright.PENANAqUHjX5B9bX
"Tidak mau! Papa jangan banyak bicara dulu!"
"Walau nanti Papa, Mama, dan Tiara sudah tidak bersamamu, kamu harus terus bertahan, mengerti?"
"Tidak...! Apa gunanya aku sendirian di sini jika tidak ada kalian?!"
"Karena ini harapan keluarga tercintamu."
Bersamaan dengan ucapan tersebut, Papa Rosalia memberikannya sebuah kalung pendant. Di kalung tersebut juga tergantung dua buah cincin emas.
"Huh?"
"Walau ulang tahunmu masih lumayan lama... Selamat ulang tahun. Cincin itu hadiah dari Papa dan Mama, lalu kalungnya dari adikmu. Teruslah bertahan sampai akhir, ya? Jangan mudah menyerah."
Rosalia hanya menatap kalung di tangannya sesaat, kemudian mengalihkan pandangannya pada Papanya dengan tatapan tak percaya. Papanya hanya membalas dengan senyuman.
Beberapa saat kemudian, suara hantaman dan geraman dari luar reruntuhan mulai terdengar. Sepertinya Genderuwo yang tadi mengejar mereka berusaha masuk karena mencium bau darah.
"Yah, Papa tidak bisa tahan lama lagi, hahaha..."
Ditengah kondisi tersebut, Papa Rosalia masih melontarkan candaan. Rosalia sendiri hanya bisa mengatupkan rahangnya kuat-kuat dalam menghadapi situasi tersebut.
Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Pendarahan Papanya tidak bisa dihentikannya, beberapa Genderuwo yang berada di luar sana pun tidak bisa dilawannya, dan ditambah lagi dengan tidak adanya bala bantuan yang datang.
Dia mulai putus asa.
Menggenggam tangan Papanya yang mulai kehilangan kekuatannya dan mendingin, sambil mendengarkan candaan yang mati-matian ia lontarkan, membuat Rosalia semakin sakit hati.
"Ah... Papa ingin lihat Lia tersenyum…"
Disitulah rasa sakit di hatinya terasa sangat menyakitkan. Dia menangis, sesenggukan, sambil berusaha sekuat mungkin untuk tersenyum pada Papanya.
"Cantiknya…"
Dan itulah kata terakhir yang diucapkannya sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.
Rosalia pun menangis sambil berteriak sekencang-kencangnya disaat itu juga.
ns 172.70.127.120da2