Vista lautan asing, Lustenora.
Batu kristal, pasir punya warna gradasi estetik, kunang – kunang, serta cahaya fosfor di sekitar kepiting cangkang saat tergenang sapuan ombak sesaat. Seperti mimpi yang terlalu mustahil jadi kenyataan, meskipun itu terjadi.
Airnya memang bening, air laut normal pada umumnya. Hanya saja, dari kejauhan samudera itu memantulkan warna langit, seolah itu langit yang kedua. Hitam dengan pernak – pernik bintang berkelipan.
Lantas, bila itu malam hari, di mana letak bulannya? Semenjak itu tempat asing, maka pertanyaan itu perlu dicari titik terangnya.
Selain dari pada itu semua, Lustenora adalah tempat wisata yang tidak bisa ditemukan oleh siapapun dan kapanpun, kecuali yang mencarinya.
Lustenora punya keindahan bagi siapapun yang mendambakannya. Lustenora punya suasana tenang bagi siapapun yang mendambakannya. Lustenora adalah tempat wisata sang pemimpi, bagi yang memimpikannya.
Hanya saja, selain daripada semua itu dan perlu di garis bawahi. Di mana tempat itu masih belum diketahui persis seluk beluk dan aturan hidupnya, di mana tempat itu menyimpan potensi mara bahaya yang hampir sekelas film dark fantasy…
Lustenora, hanyalah vista lautan asing.
Sementara itu…
Sebuah parasol (payung pantai) yang penampangnya lebar, dikelilingi lampu – lampu kecil kuning, merah, hijau, biru, berkelipan sesuai interval tertentu. Sederet makhluk hidup duduk melingkar dengan suasana canggung.
Bagian tengah dalam parasol terdapat bohlam LED yang dapat diganti warnanya, menyinari meja bundar kayu yang bisa diputar sesuka hati.
Meja itu kokoh dan stabil, walau menjejak di pasir estetis itu. Meja itu dinaungi panci yang cukup besar berwarna merah dari keramik. Saat penutup panci itu dibuka, uapnya mengebul keluar tidak sabaran.
“Apa ada yang perlu ditambahkan, Mercy?” Nerd membuang sekitar dua puluh bungkus plastik kosong bahan makanan di keresek besar yang melapisi keranjang sampah di dekat mereka.
Mercy membaui uap yang tutup pancinya baru saja dibuka. Dari dasar uap itu, berbagai bahan makanan seperti lobak, kentang, jamur, sawi, mie, telur, daging short plate, sosis, wortel serta kuah panas menggelembung berwarna keemasan.
“Baunya sudah oke, dokter, mmmm! Tapi…” Mercy menggerak – gerakan sendok kuah sambil menelisik. “Saya rasa, kita perlu jamur dan lobak lagi? Dan…”
#Bluk
Mercy mengambil sedikit kuah itu.
#Slluurp!
“Tambah sedikit kaldu jamur instan, garam, dan sedikit gula akan sempurna!”
“Kamu akan dapatkan itu!”
Nerd mengais magic duffelnya, sementara arah mata pandangan tamunya dengan heran pada tas katak lucu kecil slempang milik Nerd.
Sedari tadi, Nerd mengeluarkan bahan – bahan makanan dari sana. Mereka berpikir apapun dari mulut tas katak hijau itu dapat menyimpan segala macam benda. Walau dalam benak mereka mengatakan tidak mungkin, namun kenyataan itu masih belum diberitahukan oleh Nerd.
Lantas,
Setelah dibuka plastik bungkusnya, Nerd bersiulan sambil mencemplungkan dua bungkus jamur, dua bungkus lobak, dan semua bumbu lengkap yang diminta Mercy barusan.
Tamu – tamu Nerd, geleng – geleng kepala dengan heran. Mereka melongo, ‘Hanya seberapa banyak makanan yang dipunyai manusia cupu ini?’ pikir mereka.
Sementara Mercy melepas celemeknya setelah menaruh talenan menyamping. Mangkuk – mangkuk ditaruhnya, sambil memutar meja agar lebih mudah.
Dua mangkuk untuk Nerd dan dirinya sendiri, Mercy. Sementara empat mangkuk lainnya untuk para tamunya. Nah, tidak bisa dikatakan tamu juga sih…
“A-PA YANG KALIAN PIKIRKAN!? HA-NYA ITU YANG BISA KU-KA-TA-KAN SEKARANG INI!” protes Aquina, putri duyung yang baru saja diselamatkan masa kritisnya.
Aquina, si putri duyung, sedari tadi menggeram. Pasalnya, meski dia duduk di antara Nerd dan Mercy, namun dihadapannya adalah tiga harpy yang bertanggung jawab atas luka kritisnya.
Pasalnya, suasana canggung, peperangan batin, selama satu jam kedepan menjadi hidangan utamanya. Meski panci besar itu berisi bau harum yang tidak bisa dilewatkan, sama halnya dengan tatapan benci dan dendam antara para harpy dan satu putri duyung.
Siapa yang musuh? Siapa yang lawan? Nerd tidak perdulikan hal klise semacam itu.
“Kamu kira kami senang? Jelas nggak! Yang lebih penting, makanan enak adalah makanan enak! Makanan enak adalah prioritas, benar?” Avete menoleh kedua temannya Tylophis dan Doreris. Mereka kompak bersahutan heboh sambil menyebut ‘Dasar ikan amis!’.
Kini ketiga harpy itu telah melepas helmnya. Nerd jadi lebih bisa mengenal mereka lebih lengkap.
Avete, yang paling Nerd kenali dengan tahi lalat di dekat dagunya, ternyata berambut kuncir poni kuda.
Doreris, yang cukup frontal itu secara mengejutkan punya gaya rambut yang jauh lebih indah dari ketiganya. Panjang lurus dengan kepangan seperti putri istana.
Sedangkan Tylophis, yang paling brutal dan sangat psikopat, berambut pendek sisir asimetris.
Ketiganya berwarna rambut sama, merah delima, serta bulunya juga identik sama. Mereka memakai lipstik menor kecuali Avete, dan sejauh ini gaya berdandan Tylophis yang paling buruk. Bedaknya tidak rata dan lipstiknya agak kurang simetris.
“Heh! Setelah makan – makan ini selesai, kita kembali bermusuhan, tolol!” balas congkak Doreris.
Mendengar itu, Aquina semakin menggeram. Kondisi kian memanas dengan alasan yang jelas, sebuah urusan yang terasa pahit. Sepanas isi panci keramik merah yang memuat tampak jelas sekali terasa sedap.
Mercy memutar kembali meja itu, dan mengisi mangkuk – mangkuk mereka dengan panci sesuai yang dimuat mangkuk masing – masing. Semuanya penuh dan terisi, sehingga tidak ada yang komplain.
“Wo-woaah! Aku nggak pernah lihat makanan seperti ini!?” Avete menggosok – gosok tangannya, bibirnya mulai mengeluarkan liur.
Ketiga harpy itu tanpa segan – segan langsung menyantap hidangan di hadapan mereka. Namun Aquina diam, dan memandang sesaat tiga harpy yang cara makannya sangat primitif dan menjijikan dengan sangat amat benci. Para harpy langsung makan dengan kedua tangannya dan menyeruput kuah hangat itu tanpa takut kepanasan.
“Aquina?” Nerd memanggil Aquina yang merasa tidak tenang.
“Apa?” balasnya, hanya melirik ke kanan.
Mereka saling menatap sesaat. Nerd sangat mengerti betapa bencinya Aquina terhadap situasi ini. Lagipula, wajah Aquina sangat amat familiar bagi memori Nerd. Nerd menaruh rasa sedikit khawatir.
Untuk sesaat, mereka seperti terikat dalam pemandangan yang nyaris romantis.
“Kamu menstruasi?”
“Huh?” salah satu mata Aquina menyipit beserta alisnya yang naik sebelah mirip papan selurutan.
Sayangnya, rasa khawatir Nerd yang penyampaiannya bahasanya kurang tepat, hanya akan menumbuhkan rasa benci yang cukup besar. Nerd memang terbaik dalam hal pembangunan dan pemerataan peran strategi, tapi dia terburuk dalam membaca suasana.
“BA-BAGAIMANA BERANI KAMU MENGATAKAN ITU!?” Aquina menggebrak ringan meja, gigi taringnya digigitnya sungguh – sungguh. “Kamu mengejekku?”
Mercy yang baru saja duduk dan hendak menyendok, spontan menepuk jidatnya atas ucapan bodoh Nerd. Sedangkan ketiga harpy itu berjingkrak – jingkrak menertawai Aquina.
Aquina sangat kesal dan terbakar. Kehadirannya dijadikan lelucon, itulah yang dipikirkan Aquina. Ia berpikir untuk melupakan ‘aliansi’ bodoh yang ditawarkan Nerd dengan gamblang sebelumnya.
Bagaimanapun juga, Ketika Aquina hendak pergi meninggalkan perkumpulan yang diartikan baginya hanya ‘mengejek dirinya’ …
“Aku sangat yakin, kamu akan melewatkan kesempatan emas ini?” Nerd meraih tangannya kanan Aquina.
“Satu – satunya kesempatan emas yang kamu bicarakan adalah hal konyol ini!”
Saat Aquina masih bersikeras untuk pergi, datanglah peringatan Nerd yang kedua. Seolah angit kencang tiba – tiba lewat, hendak memegangi pundak sang putri duyung.
“Ketika kamu pada akhirnya menyesal nanti, kamu akan sadar bahwa kesempatan itu nggak akan bisa didapatkan lagi, dan kamu… akan menyalahkan diri sendiri, kamu tahu?” kini suara Nerd tampak serius, sama serius dengan tatapannya.
Aquina kemudian berpaling memandang wajah harpy yang kini juga diam dan makan dengan tenang. Sementara Mercy yang selama ini tersenyum dengan mata tertutup, kini makanya terbuka bulat – bulat.
Aquina menelan ludahnya, menomor sekiankan egonya, dan kembali duduk. Aquina kembali memandang sekelilingnya lagi. Bagaimanapun, ada sedikit hal yang membuatnya sangsi. Bukan hanya dihadapkan pada si harpy, tapi hal kecil yang membuatnya agak naik tensi.
Sekali lagi, suasana kembali canggung.
“Katakan padaku, manusia, kenapa kamu… dan wraith ini, punya sendok sementara kami aku dan burung itu tidak?”
Ketiga harpy itu diam sejenak, memandang keji sang putri duyung. Mereka menggeram dan saling berbisik.
“Kamu mau sendok?” tawar Nerd.
“Itu etika biasa kami di meja makan. Kami ini bangsa besar!” balas spontan Aquina.
“Nah, kamu akan dapatkan satu.”
Nerd mengabaikan suapan pertamanya sejenak, meraih magic duffelnya, dan menyerahkan sendok dan garpu pada Aquina.
“Semudah itu?”
“Kamu tinggal minta, kok,” balas Nerd.
Aquina melirik ke kiri, Mercy kembali tenang dengan mata sipit nyaris terpejam dengan senyuman hangat nan aneh.
Kini mereka semua menikmati hidangan sup berisi sayur dan lauk pauk kompleks. Semuanya bisa menikmati dan isinya sangat banyak. Para harpy, yang tubuhnya lebih tinggi dari Nerd, Mercy, atau bahkan Aquina, harus menyerah setelah sebanyak tiga kali menambah dengan mangkuk penuh. Perut mereka sudah tidak mau menambah satu item lagi.
Meski begitu, Aquina merasa aneh, karena panci merah itu masih tampak penuh. Serta, Nerd yang tidak mempermasalahkan cara makan harpy yang menjijikan.
“Jadi… Nerd. Apa kamu nggak terganggu dengan cara mereka makan yang menjijikan?”
Kata – kata Aquina memang sekejap memancing emosi ketiga harpy yang giginya setajam mata pedang. Walau, emosi kalah saing dengan nyamannya kondisi karena perut kenyang.
“Permasalahan? Nggak. Itu hanya akan merusak aliansi,” Nerd menyiduk kembali sup dan mengisi pada mangkuknya.
Aquina masih ragu dengan maksud Nerd. Aquina tidak butuh jawaban yang berputar – putar dan tidak pada intinya.
“Hey, putri duyung!” panggil Avete yang kali ini tidak dengan ‘ikan amis’ atau hinaan semacam itu.
Aquina dengan tatapan dingin, tidak punya pilihan lain selain berpaling padanya.
“Kamu ingin tahu kenapa kami harus membunuhmu?”
“Huh?”
Doreris dengan sekuat tenaga berteriak sangat, sangat, sangat amat frontal.
“UNTUK MAKANAN, TOLOL! DI DARATAN NGGAK ADA LAGI MAKANAN UNTUK KAMI! KALAUPUN ADA KAMI HARUS ADU MEKANIK BERHADAPAN DENGAN MAKHLUK VOID YANG JAUH LEBIH KUAT! BEBERAPA BUAH JUGA BERACUN DAN KAMI NGGAK PUNYA PENGETAHUAN SOAL ITU!? LALU KAMU PIKIR KAMI HARUS CARI SENDOK GARPU DULU SEBELUM MAKAN, HUH!?”
Putri duyung yang dikatakan dalam sejarah adalah makhluk beretika, bermoral, dan jauh lebih intelektual dari merpeople lainnya. Mereka punya rasa empati dan simpati sedalam – dalamnya palung lautab.
Bukan karena Doreris yang bernada frontal dan kurang beretika, namun karena dia, dan rekannya, secara fakta tidak mempunyai pilihan lain.
Hanya untuk makan, jiwa yang kelaparan itu perlu menukar tenaganya dengan nyawa.
Hanya karena lapar, yang notabene telah kehilangan setengah tenaganya, berarti telah setor separuh nyawa.
Aquina terdiam seribu bahasa, karena telah ditampar keras lewat naluri empatinya sendiri.
Sejarah yang panjang meninggalkan, revolusi atas pertempuran merpeople dan para penduduk daratan, tentu membuat perubahan. Meski pertempuran itu, meleset pada hasil utamanya, menyelamatkan sang putri.
Sang putri belum juga ditemukan. Kemenangan merpeople, membuat senyuman lebar dan besar di wajah mereka untuk sementara waktu. Mereka melupakan sesuatu hal yang penting. Entah karena mereka berhasil merebut ¾ roti? Mereka punya tujuan masing – masing yang mengenyangkan perut mereka sendiri – sendiri.
Setidaknya bagi Merpeople.
Sedangkan kekalahan bagi pihak yang kalah, setelah pertempuran yang tidak berarti dan disinyalir karena minat lain, tidak lain karena keegoisan. Itu melahirkan dendam yang kecil, namun kebencian itu lebih abadi. Mereka mengingat sesuatu yang penting. Entah mereka ingin merebut ¾ kue yang telah direbut? Mereka bersatu untuk bertahan hidup karena sumbernya telah habis, dengan memakan para merpeople.
Memakan ras yang berbeda, tidak dihitung sesuatu yang sama beratnya seperti kanibal. Itulah rasional di situasi yang genting mereka alami.
Setidaknya bagi para harpy.
***
ns3.143.228.88da2