Bu Diana tersenyum puas, seolah tahu dia telah memenangkan pertempuran. Matanya berkilat, menantang Bani untuk melanjutkan.
517Please respect copyright.PENANA4YtKgX0d1F
Bu Diana tersenyum puas, seolah tahu dia telah memenangkan pertempuran. Matanya berkilat, menantang Bani untuk melanjutkan. “Kenapa, Bani?” bisiknya, sengaja menggunakan panggilan yang lebih intim, menguji batas kesabaran Bani.
517Please respect copyright.PENANAM2FdtgVcAw
Bani tidak bisa menahan diri lagi. Ia membiarkannya menikmatinya mengambil alih. tatapannya turun dari mata Bu Diana ke bibir yang ranum, lalu ke dada yang sedikit terlihat dari balik daster tipis.
517Please respect copyright.PENANAhlbLqjXlxf
Bu Diana tersenyum puas, seolah tahu dia telah memenangkan pertempuran. Matanya berkilat, menantang Bani untuk melanjutkan. “Kenapa, Bani?” bisiknya, sengaja menggunakan panggilan yang lebih intim, menguji batas kesabaran Bani.
517Please respect copyright.PENANAD6J7Xkq1Yj
Bani tidak bisa menahan diri lagi. Ia membiarkannya menikmatinya mengambil alih. tatapannya turun dari mata Bu Diana ke bibir yang ranum, lalu ke dada yang sedikit terlihat dari balik daster tipis. Ia mengulurkan tangannya perlahan, meniru gerakan Bu Diana, dan menyentuh lengan atas mertuanya. Kulit Bu Diana terasa hangat dan halus di bawah sentuhannya. “Maksud Mama menemaninya…” Bani menarik napas dalam, mencoba menenangkan degupan jantungnya yang menggila. "Seperti ini?" Ia tak lagi bertanya, melainkan menyatakan, sambil perlahan mengusap lengan Bu Diana, naik ke bahu, lalu mendekati wajahnya. Bu Diana tidak menolak.
517Please respect copyright.PENANAJAEFnT4oZ2
Bu Diana tersenyum puas, seolah tahu dia telah memenangkan pertempuran. Matanya berkilat, menantang Bani untuk melanjutkan. “Kenapa, Bani?” bisiknya, sengaja menggunakan panggilan yang lebih intim, menguji batas kesabaran Bani.
517Please respect copyright.PENANAaCNB0f809o
Bani tidak bisa menahan diri lagi. Ia membiarkan menikmatinya mengambil alih. Terjadinya turun dari mata Bu Diana ke bibir yang ranum, lalu ke dada yang sedikit terlihat dari balik daster tipis. Ia mengulurkan tangannya perlahan, meniru gerakan Bu Diana, dan menyentuh lengan atas mertuanya. Kulit Bu Diana terasa hangat dan halus di bawah sentuhannya. “Maksud Mama menemaninya…” Bani menarik napas dalam, mencoba menenangkan degupan jantungnya yang menggila.
517Please respect copyright.PENANAmfrF8ZFFjj
"Seperti ini?" Ia tak lagi bertanya, melainkan menyatakan, sambil perlahan mengusap lengan Bu Diana, naik ke bahu, lalu mendekati wajahnya. Bu Diana tidak menolak. Ia justru membiarkan Bani mendekat, matanya tetap tersanjung pada Bani, memancarkan godaan yang tak terbendung. Senyumnya semakin lebar, dan ia sedikit mengurungnya, seolah mengundang Bani.
517Please respect copyright.PENANA2BK08G2Btq
Bu Diana tersenyum puas, seolah tahu dia telah memenangkan pertempuran. Matanya berkilat, menantang Bani untuk melanjutkan. “Kenapa, Bani?” bisiknya, sengaja menggunakan panggilan yang lebih intim, menguji batas kesabaran Bani. Bani tidak bisa menahan diri lagi. Ia membiarkan menikmatinya mengambil alih.
517Please respect copyright.PENANAmOBxI4XNtV
Terjadinya turun dari mata Bu Diana ke bibir yang ranum, lalu ke dada yang sedikit terlihat dari balik daster tipis. Ia mengulurkan tangannya perlahan, meniru gerakan Bu Diana, dan menyentuh lengan atas mertuanya. Kulit Bu Diana terasa hangat dan halus di bawah sentuhannya.
517Please respect copyright.PENANAYIjZRzNSFb
“Maksud Mama menemaninya…” Bani menarik napas dalam, mencoba menenangkan degupan jantungnya yang menggila. "Seperti ini?" Ia tak lagi bertanya, melainkan menyatakan, sambil perlahan mengusap lengan Bu Diana, naik ke bahu, lalu mendekati wajahnya. Bu Diana tidak menolak. Ia justru membiarkan Bani mendekat, matanya tetap tersanjung pada Bani, memancarkan godaan yang tak terbendung.
517Please respect copyright.PENANAeQQVG5akxd
Senyumnya semakin lebar, dan ia sedikit mengurungnya, seolah mengundang Bani. Keheningan yang memekakkan telinga memenuhi ruang tamu. Hanya suara hujan yang menderu di luar jendela, menjadi saksi bisu atas apa yang akan terjadi selanjutnya. Bani tahu, dia sudah melewati batas. Etika dan moral sudah lama terlupakan.
517Please respect copyright.PENANAlJOSkYH1CA
Bu Diana tersenyum puas, seolah tahu dia telah memenangkan pertempuran. Matanya berkilat, menantang Bani untuk melanjutkan. “Kenapa, Bani?” bisiknya, sengaja menggunakan panggilan yang lebih intim, menguji batas kesabaran Bani. Bani tidak bisa menahan diri lagi. Ia membiarkan menikmatinya mengambil alih. Terjadinya turun dari mata Bu Diana ke bibir yang ranum, lalu ke dada yang sedikit terlihat dari balik daster tipis.
517Please respect copyright.PENANASaUjoJwgGu
Ia mengulurkan tangannya perlahan, meniru gerakan Bu Diana, dan menyentuh lengan atas mertuanya. Kulit Bu Diana terasa hangat dan halus di bawah sentuhannya. “Maksud Mama menemaninya…” Bani menarik napas dalam, mencoba menenangkan degupan jantungnya yang menggila. "Seperti ini?" Ia tak lagi bertanya, melainkan menyatakan, sambil perlahan mengusap lengan Bu Diana, naik ke bahu, lalu mendekati wajahnya. Bu Diana tidak menolak. Ia justru membiarkan Bani mendekat, matanya tetap tersanjung pada Bani, memancarkan godaan yang tak terbendung.
517Please respect copyright.PENANAk7WLRt0DcT
Senyumnya semakin lebar, dan ia sedikit mengurungnya, seolah mengundang Bani. Keheningan yang memekakkan telinga memenuhi ruang tamu. Hanya suara hujan yang menderu di luar jendela, menjadi saksi bisu atas apa yang akan terjadi selanjutnya. Bani tahu, dia sudah melewati batas. Etika dan moral sudah lama terlupakan. Yang tersisa hanyalah hasrat membara di antara mereka berdua. “Tapi, kalau Bapak pulang gimana, Mah?” Bani bertanya, suaranya sedikit panik, mencoba menarik rem yang sebenarnya sudah blong. Sekelebat pikiran tentang suami Bu Diana melintas, memicu rasa bersalah. Bu Diana terkekeh pelan, tawa yang terdengar begitu sensual di telinga Bani.
517Please respect copyright.PENANAI53vJB8XWw
Bu Diana tersenyum puas, seolah tahu dia telah memenangkan pertempuran. Matanya berkilat, menantang Bani untuk melanjutkan. “Kenapa, Bani?” bisiknya, sengaja menggunakan panggilan yang lebih intim, menguji batas kesabaran Bani. Bani tidak bisa menahan diri lagi. Ia membiarkan menikmatinya mengambil alih. Terjadinya turun dari mata Bu Diana ke bibir yang ranum, lalu ke dada yang sedikit terlihat dari balik daster tipis. Ia mengulurkan tangannya perlahan, meniru gerakan Bu Diana, dan menyentuh lengan atas mertuanya. Kulit Bu Diana terasa hangat dan halus di bawah sentuhannya. “Maksud Mama menemaninya…” Bani menarik napas dalam, mencoba menenangkan degupan jantungnya yang menggila. "Seperti ini?" Ia tak lagi bertanya, melainkan menyatakan, sambil perlahan mengusap lengan Bu Diana, naik ke bahu, lalu mendekati wajahnya. Bu Diana tidak menolak. Ia justru membiarkan Bani mendekat, matanya tetap tersanjung pada Bani, memancarkan godaan yang tak terbendung. Senyumnya semakin lebar, dan ia sedikit mengurungnya, seolah mengundang Bani. Keheningan yang memekakkan telinga memenuhi ruang tamu. Hanya suara hujan yang menderu di luar jendela, menjadi saksi bisu atas apa yang akan terjadi selanjutnya. Bani tahu, dia sudah melewati batas. Etika dan moral sudah lama terlupakan. Yang tersisa hanyalah hasrat membara di antara mereka berdua. “Tapi, kalau Bapak pulang gimana, Mah?” Bani bertanya, suaranya sedikit panik, mencoba menarik rem yang sebenarnya sudah blong.
517Please respect copyright.PENANA4Qd9DdMG8Z
Sekelebat pemikiran tentang suami Bu Diana melintas, memicu rasa bersalah. Bu Diana terkekeh pelan, tawa yang terdengar begitu sensual di telinga Bani. “Tenang, Bani,” jawabnya, suaranya melegakan.
517Please respect copyright.PENANAdIfKZsS6VG
"Warkop belum waktunya tutup, apalagi hujan begini. Biasanya makin larut kalau hujan." Senyumnya menenangkan kekhawatiran Bani, menghapus sisa-sisa keraguan yang ada.
ns216.73.216.238da2