Rencana itu dibagi menjadi dua tujuan. Di mana Mlle. Voyles yang akan mencelakai Mlle. Howell, sedangkan M. Marsh pada M. Gill. Tapi, mereka tidak mengonfirmasi soal senjata yang dipakai, yang terpenting tidak ketahuan. Begitulah menurut penjelasan M. Marsh.
“Ah! Kalau tidak salah waktu itu ‘Nick kau jelaskan padaku apa maksudnya ini!’ sambil menjauhi kami sesaat yang mengantri di Lightning 360?”
Begitulah tiba – tiba kukang itu mendongak seperti robot yang sempat memberiku serangan jantung. Tidak tahu kapan jadwal mainnya, menyeleweng begitu saja, sambil membeo ucapan seseorang.
“Feline!” Aku menoleh padanya, memberikan peringatan. Namun Feline mendadak diperhatikan oleh semua orang.
“Ah, m-maaf,”
Sebenarnya aku sedikit kesal. Tapi kadang - kadang aku memang tak boleh terlalu kasar padanya. Jadi, aku selalu ciptakan plot twist.
“Maksudku, katakan itu dari tadi,”
Kemudian M. Marsh menjelaskan terkait apa yang dikatakan Feline memang benar. Skenarionya adalah M. Marsh akan memberi M. Gill sebuah Rum kecil botol hitam yang telah dicampuri racun Hemlock sebagai hadiah perpisahan. Perpisahan untuk kematian M. Gill.
“Ketika Nick mengatakan bahwa akan melakukan operasi di Belgia, maka saya tidak jadi memberi botol rum itu yang telah dicampuri hemlock, kemudian saya buang setelah mengosongkan isinya. Sa-saat itu… saya mulai sadar bahwa saya baru saja hendak melakukan kejahatan, syukurlah itu tidak terjadi,” katanya yang kini bernada menyesal seperti yang ia tampakkan di wajahnya saat ini.
Lebih lanjut jelasnya, M. Marsh menyadari sedari awal dari data portofolio ketika M. Nick mulai dikontrak sebagai teknisi di Ghostic Pest Control. Terlepas dari kemampuannya, yang menjadi pertimbangan adalah riwayat kesehatan M. Gill.
Karena M. Marsh mengetahui itu sejak pertemuan mereka di Norwich Market pada 1 maret, maka ia baru saja mengonfirmasi kebenarannya itu hari ini. Bahkan katanya itu dari M. Gill sendiri bahwa ternyata memiliki Pneumonia serta Hypoglycemia.
Itulah yang menjelaskan mengapa di tiap waktu yang keesokan harinya membuat M. Gill harus merapel waktu kerja shiftnya, M. Marsh menyadari bahwa barangkali M. Gill menggunakan kepentingan itu untuk berobat.
Pantas saja saat kami pertama kali bertemu M. Gill, pria berambut pirang pendek yang memiliki poni menjuntai di kedua sisinya, pria yang tampangnya seolah kurang emosi, itu ternyata boleh jadi penyebab dari Hypoglycemia. Rendahnya gula dalam darah bisa menjadi jawaban bagi auranya yang terlihat kurang bersemangat. Tapi, M. Gill sebenarnya tidak terlihat letih sama sekali meski bermain mesra – mesraan dengan Mlle. Howell.
“Oh, Billy! Apa itu benar? Kenapa kau tidak bilang padaku!?” Mlle. Voyles kaget.
“Aku baru saja ingin memberitahumu, tapi hari ini terlalu banyak kejutan,”
“Tn. Marsh, apa yang anda katakan ini-uh… sangat sulit dipercaya dalam beberapa aspek. Kami bisa saja menunggu tim pulang membawa bukti yang anda katakan. Tapi di waktu yang bersamaan, anda dan Nona Voyles juga tidak bisa keluar dari tempat ini,” jelas Inspektur Sharp yang kini kepalanya bersandar di lengan kanannya. “Kalau sudah begini… hanya tinggal Nona Voyles…. Tch, betapa rumitnya kasus ini!”
Mlle. Voyles mengatakan dengan singkat bahwa ada insiden di mana ia menukar air lemon soda itu ketika bermain dodgems.
“Maaf, apakah itu terjadi yang setelahnya anda muntah dan dilarikan ke klinik bersama saya, mademoiselle?” tanyaku.
“Ya! Ya! Saat itu, sir!”
“Oh? Itu berarti itu saatnya anda memberi keterangan, sir?” tatapan Monsieur berdagu pantat ini dilarikan ke arahku, agak sedikit menyebalkan memang.
Aku menjelaskan apa adanya, di mana saat itu memang kondisi Mlle. Voyles sungguh meragukan. Perawat memberikan obat pereda gejala – gejala sederhana yang dialami Mlle. Voyles seperti obat demam dan muntah.
“Uh-huh, pada waktu itu Nona Howell sempat meminta lemon soda itu namun Nona Voyles menolak, agak menyentak kurasa?” Feline menimpali.
“Terima kasih,” kata Mlle. Voyles yang ekspresinya seolah tambah sedih.
“Tidak masalah, Nona!”
Begitulah Feline, mulutnya memang informatif tapi tidak selektif bagian mana yang mungkin menyakitkan. Walau harus kuakui di situasi seperti ini, semuanya memang harus terbuka.
Mlle. Voyles memberi klimaks terakhir penjelasannya, bahwa sebelum itu terjadi, ia sempat memberikan salah satu botol itu pada Mlle. Howell yang ia takut mana ynag beracun dan mana yang tidak.
Itu karena berdasarkan penjelasannya, sejak awal kedua botol itu di masukkan ke dalam tas selempang milik Mlle. Voyles yang lebih besar. Karena posisinya telah sama – sama diminum, sehingga kondisi tertukar bisa saja terjadi. Guncangan dari dodgems juga mengaduk racun itu sehingga bercampur dengan baik.
Kemudian Mlle. Voyles mengatakan setelah naik ketiga kalinya di wahana dodgems, ia izin ke kamar mandi untuk mencoba dua botol lemon soda itu.
“Karena saya tahu itu salah satu beracun, j-jadi… saya tidak pernah menyerahkan itu kembali padanya. T-tapi barangkali itu sudah terlambat dan Alwen telah meminum sebagian?”
Sedikit tambahan dari Mlle. Voyles, ketika ia berada di toilet, ia meminum penawar itu lalu membuang semua barang bukti termasuk lemon soda baik yang berisi racun ataupun yang tidak, pada toilet flush. Namun karena ia membawa dua Fomepizole, satunya bisa dijadikan bukti seperti yang dikatakannya di awal. Sebagai bahan penawar keamanan ketika meracik pestisida terbaru.
Kata – kata itu seolah memenuhi persyaratan administrasi yang menjelaskan tindakan kejahatan yang dilakukan Mlle. Voyles, setidaknya cukup untuk Inspektur Sharp. Kendatipun demikian ia sedikit merasa tak puas karena pada belum ada alasan cukup untuk memaketkan M. Marsh ke dalam sel jeruji besi. Itu karena M. Marsh memang punya motif, sayangnya itu digagalkan olehnya.
Sayangnya, tidak olehku. Bagaimanapun juga, setelah Mlle. Voyles mengatakan itu, justru agaknya terlalu janggal. Pengalaman di masa lalu hanya mempertemukanku dengan kejadian bagaimana mudahnya meminumkan racun pada korban. Tidak pada sebaliknya. Tapi boleh jadi itu sama mudahnya.
Interogasi itu kini dinyatakan untuk sementara disuspensi, yang masih tetap mengarahkan Mlle. Voyles ke dalam sel jeruji sementara untuk dikemudian hari dibawa ke penghakiman. Perbedaannya, kini ekspresi sedih, menyesal, dan haru tergambarkan tidak hanya di raut muka Mlle. Voyles, tapi juga M. Marsh. Pria yang dari awal kupandangi sosoknya yang tenang, kini malah gelisah.
Pukul 3 sore lebih tepatnya, kami bertiga duduk di selasar tepat di luar ruang interogasi. Tidak yakin dengan apa yang akan kami lakukan selanjutnya, sementara enggan untuk pulang karena tenggelam dalam pikiran masing – masing. Lebih tepatnya aku dan Feline diperbolehkan pulang, sementara M. Marsh tetap menunggu kelanjutan informasi yang barangkali tidak akan lama. Beberapa staff kepolisian berlewatan namun tidak ada satupun yang memahami kegelisahan hati kami.
Terutama M. Marsh, yang sejak duduk keluar sebentar dari ruang interogasi, tangannya agak tremor. Aku bisa mengerti betapa kagetnya dia, tapi aku baru menyadari ketika Feline berbisik kepadaku.
Well, terkadang Feline bisa berguna.
“A-anda tak apa, Monsieur?”
“Y-yeah…. S-saya agak pusing karena tadi…”
“Saya mengerti ini sulit, tapi monsieur… saya ingin tahu beberapa hal. Bolehkah?” Isi kepalaku gatal karena kasus ini rumitnya tidak masuk akal yang spontan langsung bertanya.
“T-tentu,”
“Apakah ada hal lebih lainnya dari yang dilihat Feline? Ingat saat waktu itu ketika saya dengan Mlle. Voyles?”
Dia berpikir sejenak menanggapi apa yang kumaksud mengenai apa yang dikatakan Feline tadi.
“Ah, ya. Saya bersungguh – sungguh hanya itu yang terjadi….”
Aku mengangguk kecil, seolah paham.
“Terakhir monsieur, apakah anda merasa Mlle. Voyles benar – benar mengatakan yang sebenarnya,”
“I-itu… yang saya masih dalami saat ini…”
“Ah, bukan itu yang saya maksud. Kiranya menurut hemat anda saja,” sahutku, barangkali M. Marsh punya keterangan lain.
“Sulit mempercayai kebenaran itu, sama halnya dengan apa yang ia katakan,”
“Merci.”
Aku menoleh ke arah Feline yang ia seketika mendongak dan menangguk – angguk cepat. Aku tak tahu kenapa Feline ini tapi jelas sekali kalau ia punya unek – unek.
“Feline, bagaimana kalau kau bicara?”
“Tentu,”
“Oke, mari kita dengarkan,” balasku.
“Hm… oke. Sebenarnya sedari tadi aku ingin makan slushies-“
“Oke, berhentilah, aku tidak ingin mendengar itu,”
Kurasa kukang tetaplah kukang. Maka aku putuskan langkahku selanjutnya.
Ada beberapa hal yang tidak masuk akal. Misalnya, apa yang membuat Inspektur Sharp paham apa yang dikatakan Mlle. Voyles soal cara memberikan racun itu? Mlle. Voyles memang bisa kapan saja memasukkan Ethylene Glycol itu. Dan aku, sama sekali tidak menyangkal ia melakukan itu.
Bagaimanapun juga, berbeda ceritanya mengenai cara memberikan racun itu pada korban. Dalam kasus – kasusku yang lalu, itu biasanya terjadi dengan menukar tutup botol minuman, membuat alibi palsu mengenai kehadiran mereka, menukar obat, atau dilakukan secara gamblang dan terang – terangan, hanya saja orang tidak akan pernah berpikir bahwa itu pelakunya. Yang satu itu memang spesial dan cerdik.
Tapi bila dibandingkan dengan yang dilakukan Mlle. Voyles… agak sangsi bagiku.
Katakanlah begini…
Mlle. Howell ingin titip beli minuman lemon soda atau Mlle. Voyles berinisiasi membeli dua minuman lemon soda untuk diberikan kepada Mlle. Howell pada akhirnya. Keduanya sama saja.
Kemudian botol itu diserahkan ke Mlle. Howell. Lalu baik Mlle. Howell dan Mlle. Voyles sama – sama telah minum, dan kedua botol menetap pada tas Mlle. Voyles. Aku bisa mengerti bila saat itu terjadi, kemungkinan tertukar adalah 50%.
Sebagai akibatnya dalam beberapa waktu karena Mlle. Voyles merasa tidak enak badan. Kejadiannya setelah M. Marsh menyajikan kisahnya, tepatnya setelah mereka bermain dodgems.
Semua terlihat masuk akal.
Masalahnya adalah di awal, ketika Mlle. Voyles memasukan Ethylene Glycol itu, dengan kesadaran penuh pula. Lalu apa yang membuat lemon soda itu bisa tertukar meski telah masuk ke dalam tas? Apakah itu mungkin? Maksudku apakah ia tidak menyiapkan penanda? Mengapa harus beresiko keracunan dulu daripada mencegah? Maksudku ia membawa penawar racun itu.
“Tn. Cake, saya-um…”
Kukang ini mengajakku berbicara lagi. Well, sebaiknya ini bukan hal konyol yang hendak ia lontarkan.
“Hah…” tambahku setelah menghela nafas yang amat dalam. “Ya, Feline?”
“Saya tidak ingin membahas kasus lama. Tapi waktu itu kalau tidak salah… waktu saya masih menjadi asisten rumah tangga di keluarga Antoinette…”
“Apa itu Feline?”
“I-itu… soal botol kecil-yang-uh… tertulis apa tadi? Glucagon?”
Barangkali masih ada harapan untuk Feline, daripada saat aku memanggilnya kukang.
“Ya, aku baru saja ingin bertanya soal itu pada Rachel. Ada apa dengan botol kecil Glucagon itu?”
“Tidakkah itu seperti obat insulin milik Tuan Armand Antoinette di kasus sebelumnya? Kalau itu benar, bukankah itu aneh saat Mlle. Voyles bilang meminumnya?”
Mendengar itu, seolah pikiranku dipenuhi benang kuat yang boleh jadi kokoh menghubungkan kejelasan kasus ini. Aku bergegas mengangkat ponselku.
Kutuju nama seorang wanita di daftar kontak ponselku yang tidak pernah membiarkanku mendekati wanita lainnya. Tipikal wanita pencemburu dan pemilik gedung tokoku sendiri, Moncake. Wanita berambut Red Velvet yang perangainya mirip wanita kabaret dan kadang agak menyebalkan. Tapi wanita ini barangkali menjadi kunci satu – satunya. Rachel Flemming.
ns 172.70.100.231da2