Barangkali itu tidak ada salahnya. Lagipula dia sudah di sini tidak sebentar, tapi tidak bisa dikatakan lama juga. Poin terpentingnya, dia sudah belajar banyak sebagai anak magang. Gadis ini, sejak menggunakan dalihnya untuk tidak ingin mewarisi sebagian takhta kekayaan keluarga Antoinette walau ia punya kendali penuh dan sah. Ia punya masa depan yang cerah sebenarnya.
Kadang – kadang, gadis pubertas seperti dirinya cukup langka. Biasanya mereka di era ini cukup senang dengan gaya hidup mencolok mengikuti tren atau artis – artis. Bisa dikatakan, seperti mewarisi sebagian harta dari keluarga kaya seharusnya bukanlah hal yang perlu dipikirkan panjang. Bahkan, banyak dari mereka berlomba – lomba, berdarah – darah, demi setidaknya mengambil bagian dari harta itu.
Namun tidak bagi Feline. Gadis 20 tahunan yang sifatnya agak polos dan punya keingintahuan yang tinggi. Sikapnya sama sekali tanpa beda semenjak aku pertama kali bertemu dengannya di kasus lain. Dia masihlah gadis polos yang selalu banyak bertanya, menyebalkan, dan penuh keingintahuan. Dia ingin menjadi seseorang yang selektif dan tipikal penganalisis sepertiku, atau mendiang kakaknya yang seorang penulis. Walau harus kuakui, menjawab semua pertanyaan darinya cukup menyebalkan. Secara kasar Feline adalah gadis yang merepotkan dalam hal lain.
Sebelumnya aku dan beberapa anggota keluarga Antoinette ingin membujuknya agar Feline punya masa depan yang lebih cerah dengan bersekolah di tempat tertentu. Lilia Antoinette, kakak perempuannya, telah banyak berdiskusi denganku belakangan ini untuk mengirim Feline diam – diam ke sekolah lanjutan di Switzerland. Itu terdengar seperti rencana yang menjanjikan. Padahal kalau detilnya, rencananya cukup bodoh.
Itu terjadi dua minggu yang lalu, ia menelepon malam – malam.
“Nah, jadi begini…. Kau akan mengajaknya ke suatu tempat menyenangkan… lalu… dia akan disekap dan di kirim ke Switzerland! Jangan khawatir, nantinya dia akan diberitahu bahwa yang melakukan itu adalah keluarga Antoinette bagaimana?”
“Dengan apa kau melakukan itu?” jawabku seadanya.
Saat itu aku menoleh pada jam digital kubus yang menunjukkan pukul 12.30 lewat tengah malam. Aku tidak percaya kalau aku harus bangun untuk mendengar ocehan konyolnya.
“Dengan bius dong! Kau ini ‘kan detektif? Masa tidak bisa membayangkan? Ah, jangan khawatir biusnya aman kok! Kami telah rencanakan yang tidak pakai efek samping! Jadi… kau punya tambahan? Atau apakah ada yang salah dengan rencana ini?”
“Isi otak kalian yang bermasalah.”
Lihat? Bagaimana bisa pertanyaan itu datang dari Lilia Antoinete, seorang desainer sekaligus model, penampilannya glamor cantik tidak perlu diragukan. Bagaimana pertanyaan dodol keluar dari mulut yang cantik itu?
Karena itulah….
Semenjak Feline telah bekerja bersamaku dengan tertib dan tidak banyak protes, keluarga yang dodolnya tidak karuan walau niatnya baik, hormon empatiku terus keluar terhadapnya. Tentu aku tidak ingin terlalu banyak berempati.
Barangkali itu tidak ada salahnya. Kini kedua kaki kami berjalan di atas trotoar jalan yang terbuka luas dan cukup ramai. Banyak para insan berpasangan bahkan yang telah berkeluarga di sekitar. Namun di mana jalan itu luas membentang, tidak ada tempat teduh sehingga rasanya sangat panas apalagi di musim panas ini. Well, meski pada kenyatannya kami berjalan di dekat pantai.
Walaupun, aku bukan berencana untuk menikmati pasir pantainya.
“Kalau jalan berdua begini entah kenapa kita seperti sepasang kekasih. Ya ‘kan, Tn. Cake?” katanya dengan lugu, mendongak ke arahku dari balik topi boater yang melindunginya dari teriknya matahari.
Aku hanya membalasnya dengan lirikan sesaat. Bukan berarti saat dikelilingi orang – orang yang berpasangan kita termasuk seperti mereka. Tentu saja bila kujawab seperti itu, Feline akan menyanggah dengan alasan yang merepotkan.
Aku menengok ke segala arah, mencari setidaknya pasangan yang membawa ikat tali. Ini adalah caraku bagaimana menghindari pertanyaan yang merepotkan.
Kami berada di wilayah Norfolk, tepatnya di Great Yarmouth. Tempat ini terletak di ujung dekat Laut utara yang memisahkan Inggris dari wilayah eropa timur lainnya.
Tempat ini terkenal dengan ikan Herring asapnya yang nanti aku ingin bawa itu sebagai oleh – oleh. Tidak mengagetkan bagi wilayah yang terletak di ujung dan dekat lautan ini. Bila tidak hati – hati, ikan herring asap yang telah dibeli bisa saja dicuri oleh burung camar.
Seperti yang telah kukatakan sebelumnya, Aku mengajak Feline berlibur namun bukan di pantainya. Melainkan tempat ikonik di Great Yarmouth ini.
Sebuah taman bermain yang kebetulan terdapat parade kecil – kecilan yang membuat tempat ini lebih meriah dan ramai dari sebelumnya.
The Great Yarmouth Joy Beach. Sekitar tiga hari yang lalu aku telah membooking 2 tiket secara online. Tentu, aku memborong tiket kelas premium, di mana Feline bisa menjajal seluruh wahana selama semingguan. Meskipun aku belum punya rencana untuk tinggal selama itu. Tapi ada penginapan lokal terdekat yang barangkali ramah di kantong.
“Nah, itu.” Tunjukku pada pasangan kekasih yang saling bergandengan tangan. Akhirnya ketemu. Sang pria mengenakan kaos putih dan celana pendek trucker, sedangkan kekasihnya memakai dress singlet dan topi panama putih.
Kenapa aku bisa tahu kalau mereka adalah kekasih? Well, wanita itu tidak sekedar menggandeng tangan si pria. Tepatnya merangkul. Oh iya, wanita itu di lengan kanannya membawa erat tali hitam.
“Sudah kuduga memang seperti itu! Aku tahu cepat atau lembat anda akan jatuh hati pada penampilanku yang baru ini! Tapi permasalahannya, saya tidak bisa menerima cinta itu. Saya menganggap anda sebagai senior dan tidak lebih, hehe!” ucapnya dengan pede sambil nyengar – nyengir.
Dia ini sejak saat ini sudah kelewatan. Kelewatan percaya diri karena penampilannya agak berubah. Tapi aku puji kepercayaan dirinya itu.
Sehari yang lalu, Nona Galvinca, seorang pelanggan yang sudah kuanggap kerabat sendiri karena seringkali mampir untuk pesan dan sekedar mengobrol. Feline meminta saran padanya. Padahal aku telah memberi isyarat pada Nona Galvinca dari belakang, aku menepuk jidatku sendiri sambil memejamkan mata dengan pasrah. Tampaknya dia lebih mendukung Feline. Mau bagaimana lagi, ‘kan?
Singkatnya, Feline, ingin membuat penampilannya lebih menarik. Sebenarnya tidak signifikan kok perubahannya. Secara natural boleh kuakui kalau rambut hitam sebahu agak bergelombangnya lumayan cocok dengan wajah lugunya. Namun karena satu poni menutupi mata kirinya, ia terlihat memancarkan aura suram. Bahkan beberapa pelanggan di toko kami pernah menanyakan apakah Feline ini budak zaman sekarang? Nah, itu tentu jahat sekali! Bagaimana ada budak di zaman ini? Sebagai gantinya aku jawab saja, ‘dia itu mirip piaraan.’
Dengan tangan dan kreativitas Nona Galvinca, memotong sedikit poni kirinya yang menutupi mata Feline memang pilihan terbaik. Dengan kedua mata lugunya, kini Feline tampak lebih feminim. Ditambah, Nona Galvinca yang murah hati, memberikan Feline dress lama miliknya. Dress kotak- kotak coklat dan putih dengan pinggang diikat bersampul kupu – kupu yang saat ini tengah dipakainya. Penampilannya sungguh lebih dari pada Feline sebelumnya.
Eh, tak kusangka sikapnya mulai sombong dan terlalu percaya diri. Gadis ini berpikir bahwa aku jatuh hati padanya? Bahkan berani menolakku padahal aku belum mengatakan apa – apa?
“Bodoh! Lihat baik – baik.” Tunjukku pada tali hitam yang di bawa wanita berpakaian dress singlet dan topi panama putih sedang menggaet kekasihnya. Mereka berjalan lurus daripada berbelok ke The Great Yarmouth Joy Beach dan mengantri sebagai mana bila ingin masuk ke taman bermain itu. Kepala Feline mengikuti arah tali itu.
Kena dia. Empat kaki dan berbulu, itulah yang ia lihat.
“K-kucing!? A-aku seperti peliharaan dong!?”
Ya, kucing anggora. Itu yang ingin kulontarkan. Tapi sepertinya kucing anggora terlalu bagus untuknya. Terutama yang setara dengan sikap congkaknya.
“Nah, kau ini kukang. Jadi aku ini majikanmu. Tentu menyimpanmu di bawah atap terus menerus akan membuat hewan piaraan stress, bukan?”
“Hey! Aku bukan piaraan!” alis dahi Feline terangkat ke atas, dengan bibir lucunya yang cemberut.
Entah kenapa, melihat wajah cengar – cengir Feline membuatku tersiksa. Sebaliknya, melihatnya cemberut begini, rasanya lega. Tentu, setelah ia berani bersikap congkak kepadaku.
Kami pun segera antri. Meski ramai, faktanya si tukang karcis itu memproses karcis orang – orang dengan amat cepat dan terampil. Sehingga, aku dan Feline yang mulai mengantri sekitar 8 pasangan di depan kami, setelah dua menit hanya tinggal sepasang.
Kami tepat di belakang sepasang kekasih yang sangat – sangat romantis. Jauh lebih romantis daripada film atau anime drama romantis yang akhir – akhir ini sering ditonton Feline. Sekalipun lebih menarik daripada drama teater kuno romantis komedi, commedia Dell’Arte.
Mereka saling cuil mencuil gula – gula kapas, saling suap menyuapi satu sama lain. Perasaan mereka mungkin hangat, tapi aku melihat itu dengan tatapan dingin.
“Pffft! Aku tahu anda ini hanya kesepian! Jadi sebagai gantinya diriku, kapan anda bisa mengajak kakak Lilia sendirian? Atau mungkin anda lebih memilih Nona Flemming? Xixixixi! “ Feline terkekeh. Lihat? Dia ini memang kurang ajar.
“Hah… dengar mata bulat (kukang), bisakah kau tidak menebak - nebak?” Aku menghela nafas, seolah sudah lelah mengurusi bocah ini. Dia hanya membuatku merasa menyesal mengajaknya. Dia membuat rasa empatiku seperti roti tawar, hambar tanpa arti.
“Hohoho! Justru ini adalah pengalaman baru! Kesampingkan Tn. Mark si penakluk misteri! Selamat datang di babak romansa! Saya akhirnya tahu mengapa anda mengajak saya ke taman bermain! Untuk itu ‘kan? Untuk pengalaman itu, ‘kan?”
Ya ampun, bocah ini kadang – kadang memang sesuatu. Ingin sekali aku membeli mulutnya yang congkak itu. Berapa sih harga mulutnya supaya dia bisa diam? Pikirku jengkel.
Seketika barisan kami menghadap petugas tiket, aku menyerahkan ponselku agar petugas itu melakukan scan pada tiket yang kupesan online lalu. Tiket itu mengandung barkode.
“Dua orang tiket premium, Tuan… Keymark? Dan…” tanya petugas tiket itu melirik ke arahku.
Pria petugas tiket itu mendongak dari jendela untuk memperhatikan wajah Feline. “Nona… Feline?” Ia sangat berhati – hati memperhatikan wajah kami. Itu karena pengamanan di tempat ini sangat ketat. Saat memesan tiket online aku harus repot – repot menyertai foto.
“Yap!”
“Kukang,” sahutku.
“Hei!”
“Hm…” Pria itu mengangguk – angguk yakin. Sesuatu seperti suara mesin cetak dot metrix berbunyi, lalu pria itu menarik kertas dari printer itu dua kali.
Kemudian pria itu memberikan kertas tiket yang telah difisikkan kepadaku.
“Selamat bersenang – senang dengan kekasih anda, Tn. Keymark!” Setelah memberikanku sebuah peta wahana, lalu ia menoleh pada Feline. “Nona kukang!”
Untuk pertama kalinya kami sepakat bahwa petugas tiket itu adalah musuh kami.
ns 172.70.100.114da2