×

Penana
search
Loginarrow_drop_down
Registerarrow_drop_down
Please use Chrome or Firefox for better user experience!
  • Writer
    Tukang Repost
    Tukang Repost
    Hanya orang yang kurang kerjaan dan suka cerita seks...

    Hubungi Telegram : udabrian

    Menjual Cerita Lainnya :
    1. Sosial Media
    2. Sang Pejantan
    3. 1001 Kisah Asrama Syahamah
    4. Lendir Para Aktivis Dakwah
    5. Akhwat Yang Ternoda
    6. Aku Suami Lemah
    7. Misi Penghancuran
    8. League of Decency 1
    9. League of Decency 2
    10. Menanam Benih
    11. Akay dan Ummi Indah
    12. Rumah Kami Surga Kami
    13. Petualangan Tak Kunjung Usai
    14. Langkah Langkah Jalang
    15. Paha Mulus Itupun Merenggang
    See more
TUKANG YANG MENUKANGI
R
41.5K
213
91
523.6K
7


1a35351341066802.jpg
Liya​


Sebelumnya, aku tak pernah menyangka kalau kepindahanku ke Jakarta dapat berdampak besar dan merubahku menjadi seperti sekarang ini. Dari awal ketika suamiku memutuskan untuk pindah dari Sumatera Barat ke ibukota, aku sebenarnya menentang dengan keras keputusan tersebut karena tak mau tinggal berjauhan dengan keluarga besarku. Namun tawaran promosi jabatan yang di terima suamiku begitu menggoda sehingga pada akhirnya kamipun pindah ke jakarta.

Namaku Aliyatul Husna. Banyak orang memanggilku dengan sebutan Liya. Aku berumur 27 tahun dan merupakan seorang istri yang juga seorang ibu dari putriku yang berumur 5 tahun. Secara garis besar, aku bisa dikatakan sebagai wanita yang alim. Aku selalu menjaga lisan dan sopan santun kepada siapapun, begitu juga dengan cara berpakaianku yang selalu tertutup dengan gamis dan hijab besarku.

Pun begitu dengan suamiku yang bernama Hadi Chaniago. Dia merupakan anak seorang Ustadz yang lumayan terkenal di daerah tempat aku tinggal. Orangnya begitu alim dan sangat mementingkan agama diatas segala-galanya. Bersama-sama, kamipun terus menjalankan ibadah dan membangun rumah tangga yang harmonis meski kami berdua di jodohkan oleh orang tua.

Suamiku juga merupakan pria yang sangat pengertian. Selepas kami menikah, dia tidak pernah memaksakan kehendaknya untuk melakukan hubungan suami istri secara langsung. Dia tahu bahwa kita masih butuh waktu untuk saling mengenal lebih dalam satu sama lain. Sehingga diminggu-minggu pertama kami menikah, kami hanya menghabiskan romantisme dengan berpegangan tangan dan bercium pipi saja.

Barulah setelah sebulan kami menikah, akupun resmi melepas keperawananku kepada pria yang sudah berjanji sehidup semati denganku tersebut.

Awal pertama aku melakukan seks, aku merasa sangat canggung dan gemetar karena untuk pertama kalinya aku membiarkan seorang lelaki melihat tubuh polosku. Aku merasa begitu tidak percaya diri dan sadar kalau aku ini tidak lah begitu cantik.

Seumur hidupku, aku hanya diajarkan untuk menjaga adab dan akhlakku untuk menjadi seorang istri yang baik. Tidak pernah diajarkan untuk merawat diri sendiri atau tampilan fisik lainnya.

Satu-satunya yang bisa aku banggakan dari tubuhku hanyalah kulitku yang putih dan badanku yang selalu kurus meski aku makan banyak sekalipun. Banyak yang bilang aku sedikit terlihat lebih muda untuk ukuran wanita yang sudah punya anak satu karena aku terlihat yang kurus langsing. Buah dadakupun tidaklah besar dan hanyak berukuran 34b saja.

Suamikupun juga tidak terlalu hebat untuk ukuran fisik. Meski wajahnya tergolong tampan, namun badannya sedikit gemuk dan penis miliknya tidaklah begitu panjang. Bahkan terlihat agak kecil dari apa yang aku bayangkan selama ini.

Dulu suamiku sempat bertanya apakah aku tidak keberatan dengan ukuran penis miliknya. Tapi aku dengan sangat yakin mengatakan padanya kalau hal tersebut bukanlah masalah bagiku. Karena pada saat itu, aku tidak pernah tau kalau ukuran juga menjadi penentu kenikmatan dalam bercinta.

Jadi meskipun ukuran penis suamiku kecil, aku tetap dapat merasa nikmat tiap kali bersetubuh walau tak pernah merasakan yang namanya orgasme.

Kamipun rutin selalu melakukan hal yang sama ketika kami bercinta. Setelah berciuman mulut, suamiku akan menghisap buah dadaku sebentar lalu memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Dan setelah menggenjotnya beberapa kali, dia akhirnya memutahkan sperma miliknya di dalam vaginaku.

Setelahnya, aku merasa kalau tugasku sebagai istri sudah selesai. Asalkan sang suami sudah puas, maka tidak ada hal lain yang perlu dilakukan.

Dan 6 tahun akhirnya berlalu dengan begitu saja. Hidupku sekarang terasa sudah sempurna. Aku mempunyai suami yang baik dan sholeh. Kehidupan ekonomi kami yang semakin hari semakin baik berkat promosi yang diterimanya. Kamipun juga sudah dikaruniai seorang putri cantik bernama Tasha.

Namun semenjak aku pindah ke jakarta, keadaan kami mulai sedikit renggang karena suamiku sudah jarang dirumah berkat kesibukan yang dia jalani di kantor barunya. Aku sadar kalau dengan datangnya promosi, berarti akan lebih banyak pula pekerjaan yang harus di tangani oleh suamiku. Sedangkan aku hanya berdiam diri di rumah tak melakukan apa-apa.

Bahkan seringkali ketika aku merasa horny dan ingin bersenggama, suamiku malah menolaknya mentah-mentah dengan alasan capek dan tidak bergairah. Hasratku yang akhir-akhir ini selalu menggebu itupun terpaksa aku kubur dalam rasa kecewa yang semakin hari semakin membuatku jenuh dengan keadaan.

Beruntungnya saat ini aku sudah mulai mengenal beberapa orang yang menjadi tetanggaku di perumahan baru ini. Jadi ada sedikit kegiatan yang dapat meringankan stressku saat aku berbincang-bincang ringan dengan mereka setiap pagi.

Dari situ pulalah akhirnya aku ikut mengenal sosok Mang Dedi, seorang Tukang sayur yang menjadi langganan warga komplek perumahan tempat aku tinggal. Orangnya sudah sedikit berumur namun masih terlihat bugar dan prima untuk ukuran seorang pria setengah baya. Dia juga sangat pandai bergurau, kadang suka merayu dan sangat ramah kepada siapapun.

Aku yang masih baru mengenalnya pun jadi cepat akrab karena dia memiliki sifat mudah bergaul dan selalu bisa menemukan topik yang seru untuk dibicarakan. Bahkan sekarang sudah menjadi rutinitasku untuk berbelanja lebih lama dari ibu-ibu lainnya karena terlalu keasikan mengobrol dengannya. Kami berdua selalu membual dan bercerita tentang banyak hal seakan kami sudah mengenal begitu lama.

Pada mulanya aku menganggap hubungan kami hanyalah sebatas seorang penjual dan pembeli saja, namun siapa sangka hubungan itupun semakin hari semakin mesra saat kami memutuskan untuk bertukaran kontak di aplikasi WA.

Sejak saat itu, aku dan Mang Dedi semakin sering berbicara satu sama lain. Berbagai macam topik seperi pekerjaaan, politik, kehidupan bahkan candaan yang sedikit menjurus pun sudah menjadi hal lumrah untuk kami bahas. Mang Dedipun mengaku sangat senang bisa akrab denganku karena dia selalu bilang kalau aku adalah tipe wanita idamannya.

Kemesraan di WA itu juga sudah sampai terbawa-bawa dalam kehidupan sehari-hari kami. Sampai pernah suatu hari kami lagi-lagi bercanda kearah yang sedikit menjurus pada hal-hal mesum.

"Maaf lama yah Mbak. Kalau pagi tuh emang suka begitu, kebelet mulu kagak jelas. Kalau gak di buang pasti nih keras banget kayak tiang listrik" Ucap Mang Dedi bercanda.

Aku kemudian tertawa mendengar pengakuan Mang Dedi yang komplain tak bisa pergi kencing karena masih banyak yang membeli. Barulah setelah aku datang, para ibu-ibu sudah selesai belanja dan dia bisa menitipkan dagangannya sebentar kepadaku.

"Gapapa Mang, lagian saya juga ga buru-buru kok" balasku singkat.

Namun pada saat itu aku tidak sengaja menangkap sebuah siluet tonjolan besar dibalik celana pendek yang di pakai Mang Dedi. Tonjolan itu terlihat sangat membokong hingga aku bertanya-tanya dalam hati apakah dia tak memakai celana dalam sama sekali. Karena kalau dipikir-pikir, jika tonjolannya saja sudah sebesar itu, lalu sebesar apakah ukuran penis yang ada di dalamnya???

Pikiran-pikiran kotor itupun mulai berputar-putar meracuni benakku bahkan setelah beberapa hari berikutnya. Entah karena hasrat seksualku yang tak pernah dipenuhi oleh suamiku belakangan ini, aku jadi gampang sekali merasa horny dan bergairah luar biasa. Namun untungnya semua itu dapat aku lampiaskan dengan bercengkrama ria bersama Mang Dedi.

Sekarang kami sudah semakin nyaman satu sama lain hingga terkadang Mang Dedi mulai berani bersayang-sayang denganku. Dari situ juga awal mula datang sebuah perasaan aneh yang menggelitik hatiku. Tapi karena aku memang sudah terlanjur dekat, jadi aku tak sungkan melayani interaksi Mang Deni seperti seorang kekasih.

Hanya saja, Akupun merasa cukup tau batas karena bagaimanapun aku adalah seorang istri dan seorang perempuan baik-baik. Tidak ada sedikitpun niat untuk menyelingkuhi suamiku ataupaun niat-niat untuk berbuat curang lainnya. Aku dan Mang Dedi hanya teman yang saling bersenang-senang saja untuk mengisi waktu luang.

Setidaknya begitulah pemikiran naif ku pada awal kedekatan kami.

Aku tidak sadar kalau apa yang aku lakukan tersebut sudah membukakan pintu dari segala macam badai yang siap menghantam kehidupanku.

Badai yang pada akhirnya mengubahku menjadi seorang perempuan yang mengenal dunia dari sudut pandang yang berbeda.

X