“T-tunggu sebentar, ini terlalu tiba – tiba. Anda katakan bahwa ‘orang itu merencanakan hal yang sama’ sama sekali bukan bercanda, bukan?” Kedua bola mata Inspektur Sharp terbelalak lebar, selebar raut mukanya terkejut, selebar mulutnya menganga.
“Apa itu mungkin, Tn. Cake?”
“Kenyataannya begitu. Mari kita kembalikan di posisi semula kita berpendapat, bahwa-uh… dua botol ini…” Aku mengangkat dua botol yang ditemukan di TKP sebagai peragaan hipotesaku. “Anggap saya ini Mlle. Voyles, dan dua botol ini dimisalkan lemon soda itu. Ini untukmu, Inspektur. Inspektur tentu berperan sebagai Mlle. Howell,”
“O-oh… o-oke….” Inspektur Sharp memilih botol kecil Glugacon seakan ia masuk dalam peragaan hipotesa ini.
“Nah, ketika Mlle. Voyles telah memberi salah satu lemon soda kepada Mlle. Howell seharusnya dia tahu mana yang beracun. Yang berarti racun akan hanya terminum oleh Mlle. Howell. Lalu saat itu saya yang menemani Mlle. Voyles dalam keadaan muntah, pucat, dan agak demam meski tak bau alkohol atau dia tidak dalam kondisi mabuk alkohol. Saya mungkin bisa memaklumi kalau dia habis naik wooden coaster atau wahana lainnya yang lebih menegangkan. Akan menjadi masalah bila itu hanya naik dodgems. Dan tidak ada alasan bagi orang naik dodgems untuk tiba – tiba punya gejala muntah,”
Aku mengambil botol Glucagon yang dipegang Inspektur Sharp. “Lalu botol ini saya ambil lagi karena berdasarkan keterangan saat mereka naik dodgems, kedua botol ini dititipkan ke Mlle. Voyles. Dan karena ini Mlle. Voyles bingung karena tertukar. Pertanyaannya sederhana. Bila ingin meracuni seseorang, dan pelaku membawa racun itu. Seminimal mungkin ditaruh berdekatan dengan minuman yang aman diminumnya, apakah pelaku akan sampai melupakannya? Atau kelalaian macam apa yang seperti itu?”
Lalu aku menoleh ke arah Mlle. Voyles yang ia hanya tertunduk ke bawah. Sementara Inspektur Sharp hanya garuk – garuk kepala seolah kata – kataku sulit dipahami.
Atau… dia memang mulai paham, seperti yang ia katakan kemudian.
“Hanya orang tolol yang bisa melakukan itu! Saya harus mengakui apa yang anda katakan-uh… ya, ya, ya masuk akal! Sekarang masuk akal!”
“Tapi well, sesuai dengan pernyataan Mlle. Voyles bahwa dia menguji dua botol lemon soda itu saat di kamar kecil ketika-um mungkin jeda sedikit saat naik dodgems? Yang itu bukan berarti pada kenyataannya bahwa ia melakukan pengujian botol lemon soda mana yang tertukar dan beracun sehingga ia terkena racun, ‘kan? Poin pentingnya adalah dia tahu botol mana yang beracun,”
“Maksud anda-uh… Eira tidak melakukan itu, sir?” tanya M. Marsh.
“Non, Mlle. Voyles memang harus ke kamar kecil. Karena itu adalah gejala awalnya. Mlle. Voyles memang tidak sadar terkena racun, tapi bukan karena botol yang tertukar itu semenjak pernyataan tadi yang ungkapkan kalau Mlle. Voyles sebenarnya tahu betul mana yang beracun dan yang tidak, seharusnya begitu,”
Lalu kemudian suasana menjadi hening seolah jeda singkat itu memberi reseptor otak mereka terhadap apa yang telah kuberitahukan pada mereka.
Terhadap ketidakbenaran pernyataan Mlle Voyles benar yang juga tidak sepenuhnya salah. Kenyataan itu tercipta karena motif yang belum kuketahui.
“Jadi-uh… kapan racun itu diberikan pada Nona Voyles, sir?”
“Ah, sebentar!” Aku menoleh ke arah Constable Hodge. “Permisi, Constable Hodge? Boleh aku pinjam satu gelas?”
Seketika atasan Constable Hodge, Inspektur Sharp, memejamkan mata sambil mengangguk kecil, memberinya isyarat untuk menuruti permintaanku.
Kutaruh 2 botol kecil alat peragaku tadi, botol obat batuk dan Glucagon, sembari menunggu Monsieur Hodge kembali.
Dalam dua menit, Constable Hodge memenuhi permintaanku.
“Um-sir, kalau boleh tahu-well untuk apa gelas ini?” tanya pria muda yang punya kumis cukup tebal kemerahan itu, Constable Hodge.
Tampaknya satu insan ini meski sedari tadi berjaga di sebelah Mlle. Voyles dengan wajah cuek, ternyata menyimak seluruh perdiskusian ini sejak awal. Aku memberinya senyuman terima kasih, sekaligus bermakna bahwa aku baru mau melanjutkan hipotesaku selanjutnya.
“Sekarang karena anda semua paham skenario yang tidak mungkin itu, maka saya punya skenario yang lebih masuk akal,” tambahku melirik ke arah Mlle. Voyles dengan penuh sindiran. “Barangkali ini lebih cocok dan masuk akal,”
Kembali pada peragaan hipotesaku ini. Semua orang entah mengapa lebih fokus ke arah meja putih plastik yang terlihat monoton. Walau sebenarnya pada dua botol itu, Botol obat batuk sirup dan Glucagon, yang kini kedatangan satu personil baru. Gelas kecil aluminium yang baru dibawakan Constable Hodge.
Skenario ini jauh lebih mudah dipahami. Aku hanya sekedar menggeser dua botol, obat batuk sirup dan Glucagon tadi yang masih diperankan sebagai botol lemon soda, ke hadapan Inspektur Sharp yang masih memerankan Mlle. Howell. Sementara, gelas aluminium yang baru saja dibawakan Constable Hodge, juga berperan sebagai botol lemon soda.
“Mlle. Voyles membawa satu botol lemon soda, sementara Mlle. Howell punya dua. Bagaimana bila kondisinya adalah Mlle. Howell yang berinisiatif memberikan soda lemon itu daripada Mlle. Voyles? Yang berarti Mlle. Voyles didahului,”
“Usaha yang bagus, sir, tapi kejadiannya tidak mungkin begitu!” Mlle. Voyles menyanggah tanpa alasan. Tapi aku bisa mengerti kalau itu usaha terbaiknya saat ini.
“Tapi itu menjelaskan dengan sangat baik, mademoiselle!” lalu aku berpaling bergilirian ke arah M. Marsh dan Inspektur Sharp. “Mlle. Howell memberikan dua botol lemon soda itu. Mlle. Voyles kemudian menerima itu. Fakta bahwa mereka sama – sama minum dua botol lemon soda itu masih meragukan, lagipula buktinya juga sudah dihilangkan. Tapi yang jelas, Mlle. Voyles pasti meminum itu. Entah banyak atau sedikit,”
Sehingga posisi botol itu adalah Mlle. Voyles tidak jadi mengeluarkan botol lemon soda yang berisi racun. Karena tidak punya pilihan lain, Mlle. Voyles mengikuti skenario itu. Hingga, Mlle. Howell minta titip botol lemon soda miliknya di dalam tas selempang putih nan elegan, milik Mlle. Voyles.
Kurang lebih mereka mengulang sebanyak 3 kali bermain dodgems di sana. M. Gill juga ikutan.
Keadaannya berubah, di mana Mlle. Voyles merasa aneh terutama perasaan mual, letih, dan tiba – tiba agak demam. Toilet adalah jawaban dari situasi itu. Di titik ini, di dalam tas selempang putih milik Mlle. Voyles ada tiga botol lemon soda.
Pertama, botol lemon soda yang beracun tengah ia siapkan. Kedua botol lemon soda pemberian Mlle. Howell yang juga beracun. Ketiga adalah botol Mlle. Howell yang barangkali bisa beracun maupun tidak. Tapi yang jelas, botol ketiga itu adalah botol lemon soda yang Mlle. Howell minum dengan itu.
“B-barangkali beracun? Maksud anda, sir?” tanya Inspektur Sharp.
“Itu akan menjadi poin penjelas di babak selanjutnya. Yang jelas kini timbulah pernyataan di mana setelah itu, tiga orang menuju ke food court untuk bertemu kami bertiga. Aku, Feline, dan M. Marsh. Lalu kemudian babak pentingnya…”
Aku meneleng lebih cepat dari siapapun ke arah Mlle. Voyles. Aku butuh jawaban yang tulus, mengingat pada bagian ini adalah Pukulan Keempat.
Untuk alasan apa melakukan itu? Itu yang sama sekali tidak kumengerti.
Pembahasanku langsung tertuju pada mengapa waktu itu Mlle. Voyles menolak tegas memberikan botol lemon soda kepada Mlle. Howell. Seolah – olah waktu yang singkat itu memberikan kami isyarat bahwa telah terjadi sesuatu. Terutama tepat setelah kejadian itu, aku mengantar Mlle. Voyles ke kamar kecil yang kondisinya kian memburuk. Untungnya gejala itu bisa diatasi dengan obat pereda seperti obat penurunan demam, obat meredakan mual dan semacamnya. Yang jelas kondisi itu bisa dikatakan mirip dengan situasi orang keracunan.
“Tak perlu ditutup – tutupi, Mlle. Voyles. Saya hanya ingin tahu mengapa anda melakukan itu!?”
Tepat kulontarkan pertanyaan itu, semua pandangan tertuju padanya. Mlle. Voyles seperti dalam keadaan dirundung. Tapi aku tidak ada niatan sekali merundungnya.
Justru kali ini aku menyangkal kejadian ini. Kejadian yang tampak itu tentu menyesatkan. Skenario itu memvisualisasikan tindakan Mlle. Voyles sebagai pembunuh yang di atasnya masih ada satu orang dalang lagi.
“Nona, tolong anda berikan penjelasan terkait hal itu, sekarang!” Inspektur Sharp mulai mengencangkan sabuknya dan menaikkan nada tegasnya.
Kendatipun begitu, Mlle. Voyles masih tidak mau bicara. Aku bisa lihat tatapan Inspektur Sharp yang mematung tanpa berkedip memandangnya. Khas sekali dengan mencoba mengintimadasi seseorang. Meski itu sia – sia.
Hingga, satu pria berambut licin itu memberi Mlle. Voyles peringatan dalam benaknya.
“Eira, tentang apa sih ini? Ada hal yang belum kau katakan padaku?”
Kini Mlle. Voyles perlahan mulai mendongak dan memandang wajah M. Marsh yang diterpa kekhawatiran. Barangkali dalam sesaat benak mereka terhubung ketika saling pandang.
“A-aku… tidak tahu!”
“Apa maksudmu tidak tahu!?” masih protes M. Marsh mendesak.
“Karena dua botol soda lemon itu yang beli adalah Nick!”
“APA!?” M. Marsh terkejut dan nadanya menajam sesaat. Sementara Inspektur Sharp juga tak kalah kagetnya, bahkan itu kaget itu menular ke Constable Hodge yang sebenarnya tidak lebih dari menyimak.
Kini seisi ruangan dipenuhi kebingungan. Tak terkecuali olehku. Aku tidak menyangka kalau yang beli dua botol soda lemon itu adalah M. Gill.
Padahal selama ini kupikir itu adalah perbuatan Mlle. Howell. Apa kemampuanku sudah menurun!?
“Apa sih yang terjadi sebenarnya, Tn. Cake?” Feline menoleh ke arahku berbisik sambil mengernyitkan dahinya.
Sebagai gantinya aku hanya menatap Feline tanpa kata – kata. Masalahnya aku pun tidak menduga itu.
“Anda tahu, sebenarnya saya cukup frustasi dengan hal ini. Padahal Tn. Gill selalu perhatian dengan Nona Howell loh! Anda ingat saat saya belikan anda teh apel? Atau saat kita mengantri tiket masuk?
“Ya, Feline, aku jelas ingat semuanya. Ada apa!?” tanyaku balik dengan agak sebal. Itu karena Feline selalu menanyakan hal yang jauh dari yang kita bicarakan saat ini.
“Ya waktu anda berkencan dengan Nona Voyles di klinik, Tn. Gill selalu seperti butler pribadi Nona Howell!”
“Hey, aku tidak berkencan dengan sese-“ kataku tertahan karena menyadari sesuatu.
Tunggu sebentar, apa aku kelupaan sesuatu?
Apa aku mulai congkak terhadap apa yang belum kuketahui?
ns 172.70.100.86da2