Kumpulan Oneshoot - KITA

Siang itu terik amat menyengat, Dinda mengusap peluhnya pelan.

Matanya sesekali memejam, hembusan angin beberapa kali mengundang kantuk.

"Hey!"

Dinda menoleh, ia mendapati Fikar dengan rambut setengah basah, Dinda tau itu air bekas Wudhu.

"Udah kelar sholatnya kak?"

"Udah kok Din, sekarang kita kemana?"

"Kamu udah berdoa sama Tuhanmu, sekarang giliran aku-

-Antar ke Pura ya kak" (tempat ibadah agama Hindu)

Fikar mengangguk pelan, ia menggandeng kekasihnya menuju parkiran mobil samping masjid.

Tentang priaku, Alfikar

"Dinda, nanti kamu kerumahku ya?. Mamaku mau ngajakin kamu makan malam bareng"

Entah kapan, aku bisa menjawab--

"Assalamualaikum Din, jangan lupa kamu ada jadwal ke Pura nanti sore"

--Salamnya.

Kapan aku bisa turut serta--

"Aku mau sholat ied dulu, nanti habis khutbah selesai aku kabarin kamu ya?"

--merayakan hari raya agamanya.

Karena dari awal yang kita tahu, aku dan Fikar adalah penghuni Giri Natha dan Al Markaz Al Islami yang tengah saling jatuh cinta.

2 tahun berjalan amat baik, bunda dan ayah menerima Fikar.

Begitupun sebaliknya, mama dan papa Fikar menerimaku.

Tapi,

Mereka selalu bilang,

"Kami memang memberi izin, tapi tidak dengan Tuhan"

Hanya seorang Alfikar, yang menguatkanku kala kalimat itu muncul.

Katanya,

"Kita enggak tau yang namanya takdir, sekarang kita berdoa aja dulu, biar sama-sama nemu titik terang"

Aku mencintainya, hanya saja ini salah.

Tentang kekasihku, Adinda.

Sejenak mari kita lupakan tentang apa saja yang mengganggu pikiranmu.

Hey, lihat aku disini Adinda, aku akan terus memelukmu.

Aku tau, kamu menyembunyikan tangismu saat sunyi.

Membiarkan aku seolah hanya tau bahagiamu, kamu salah Dinda, aku bahkan tau setiap hari kamu menangis.

"Kak, apa kita akhiri saja?"

Kalimat yang aku benci itu sering kamu ucapkan, tapi pada akhirnya bisa saja kita memang akan terpisah.

Kadang aku ingim egois, memaksamu untuk masuk ke agamaku.

Hanya saja orang tuaku selalu berkata,

"Jangan buat Dinda jadi menduakan Tuhannya demi kamu, Fikar"

Benar, tidak boleh.

Teruntuk Dinda,

Jika benar kita dipertemukan hanya untuk saling menguatkan, maka di kehidupan selanjutnya kuharap kita bertemu karena sebuah takdir manis yang diselipkan Tuhan.

"Kak, jangan nangis, Tuhan mu gak mau hambanya kelihatan cengeng"

Dia Adinda, hampir separuh hidupku di dominasi olehnya.

"Kak, kali ini emang harus kita akhiri aja"

Beberapa kalimat itu sungguh membuat kepala Fikar pening, sepulang dari kampus dia buru-buru menghampiri rumah kekasihnya.

"Kenapa? Ada masalah sampe harus ngomong gitu?"

"Engga gitu kak, kakak gak pernah ngebayangin? Kita itu udah di takdirin gak bisa bareng terus"

"Masalah agama lagi?"

Dinda menunduk, dia menggigit bibir bawahnya takut

"Kamu emang bener Din, kita gak bisa sama-sama terus"

Hati Dinda perih, mati-matian dia menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Yaudah, kita akhiri aja sampe sini"

Sontak Dinda mendongak, memandang lekat wajah Fikar, ini keputusannya tapi jujur ia sangat berat melepas Fikar.

"Sini kakak peluk dulu"

Tangan besar Fikar meraih tubuh Dinda, merengkuhnya erat seolah tak rela jika Dinda pergi.

"Kak, Dinda--"

"Ssstt, kalo kamu engga kuat ngomong mending jangan, daripada kamu nangis, nanti cantiknya ilang"

"Isshh apaan sih kak"

"Jangan nangis, Tuhanmu engga mau punya hamba cengeng"

Kalimat itu, dulu pernah diucapkan Dinda

"Jadi kita bener-bener udah berakhir?"

"Udah kak"

Fikar ingin sekali menenggelamkan diri rasanya, mana bisa dia meninggalkan Dinda.

"Kita harus bahagia sewajarnya kak"

2 tahun, lama? Pastinya.

Adinda, masih tak jauh beda, masih tertutup sama sekitar semenjak pisah sama Fikar.

Setiap kali ke Pura dia selalu ingat,

Waktu Fikar nganter dia.

Waktu Fikar genggam tangan dia sebelum masuk Pura.

Dia rindu kalimat,

"Jangan nagis, Tuhanmu gak mau punya hamba cengeng"

Dinda selalu menangis tiap merindukan Fikar, tapi buat ketemu aja dia takut.

Takut jatuh makin dalam.

"Kak Fikar, aku kangen"

'Myboo💘is calling you...'

"...." (Fikar)

'....' (Dinda)

"Din, apa kabar?"

'Hiks..hiks, kamu jahat kak'

"Hey, jangan nangis. Kamu kangen aku kan? Aku juga, ayo ketemu di tempat biasa"

'Engga bisa, aku gak mau!'

"Kok gitu?"

'Engga bisa nolak, gak mau nolak!' (cieelah)

"Tetep aja lucu, nanti ya jam 5 sore"

'Iya kak'

Jadi, seperti ini ya leganya saat rindu terbayarkan?

Chatroom