*Sequel Marriage Life*
Ajeng masih merasa terpuruk..
112Please respect copyright.PENANALFx6WwISXv
112Please respect copyright.PENANA6gkV5eldXh
112Please respect copyright.PENANAtIDFSqHwE4
112Please respect copyright.PENANAwqOWLwnIUk
112Please respect copyright.PENANAJBa0SHv1nx
112Please respect copyright.PENANABgntHOf7KM
112Please respect copyright.PENANAc2btvdLTg8
112Please respect copyright.PENANAzR7yQt0G3z
Asafa, sedang dalam masa persiapan untuk menikah lagi sedangkan dia masih merasa ingin mati saja.
Ajeng juga menolak untuk tinggal bersama di apartemen kakaknya.
Seusai bercerai ia menetap diapartemen lamanya, tinggal di dalam kenangan dan Ajeng rasa ini tidak baik. la masih dibayang-bayangi kenangan saat pertama kali menikah dan..
Masih belum mengetahui rahasia Asafa dan itu tidak baik.
Seandainya saja Ajeng tidak mengetahui alasan Asafa menikahinya. Mungkin mereka masih bersama walaupun hanya kebohongan. Mungkin Ajeng mampu membuat Asafa mencintainya.
•••••
"Uh... Makanannya habis.."
Sial.. Ajeng harus belanja. Jika sebelumnya pasti kakaknya yang membantunya pergi belanja, sekarang tidak bisa. Kakaknya sedang melakukan perjalanan bisnis di luar negeri.
"Apa aku harus pergi?" Ajeng mengambil dompet dan jaketnya. Mendorong kursi rodanya ke arah pintu tapi, baru sampai sini saja ia sudah kesulitan.
"Ugh... Maaf tapi bisa kau bantu aku dorong ke dalam? " Ujar Ajeng ke seseorang anak.
"Tentu" Anak itu mendorongnya masuk ke dalam lift dan memencet tombol lantai, bahkan membantu Ajeng keluar Lift.
Di lobby apartemennya ia melamun. la tidak bisa naik bus, Kursi rodanya akan merepotkan. Tapi kalau naik taksipun ongkosnya terlalu besar. Tapi dia harus makan supaya tidak sakit.
"Kak Asafa benar. Aku.. Merepotkan.." Ajeng mengambil ponselnya ingin menelfon satu-satunya orang yang bisa membantunya. Bukan Revy mantan sahabatnya tapi...
"Ha-halo Pengacara Fikar"
"Oh? Ajeng? Aku baru saja ingin mengajakmu makan siang dan aku sudah di jalan menuju apartemenmu!"
"Benarkah? Penga-maksudku Fikar? Aku di lobby"
"Tentu. Tunggu disitu, apa kau butuh bantuan?
"I-iya aku ingin belanja sebenarnya tapi tidak terlalu mungkin untuk naik taksi dan juga. Yah aku-"
"Kau bisa menghubungiku kapanpun Ajeng! Oh aku sudah sampai"
Ajeng mendengar suara pintu di tutup dan la melihat Fikar datang kearahnya dengan ponsel di telinga serta setelan jas yang masih terpasang.
"Kenapa tidak dimatikan?" Tanya Ajeng. Fikar sudah ada dihadapannya dengan ponsel yang masih saling terhubung.
"Hanya ingin. Suara nafasmu menarik" (hilih) Ajeng mengangkat sebelah alis. Kenapa sih si pengacara ini??
"Bagaimana sidangmu? " Tanya Ajeng
"Tentu sangat buruk! Kau tau si jaksa gila itu. Ugh dia menyulitkan segalanya entah sudah berapa suap yang ia terima" Ujar Fikar.
Makanan pesanan mereka sampai. Sebenarnya mereka memesan seafood untuk dimakan. Suasana hati Fikar sedang tidak baik jadi dia ingin yang pedas dan salah satu restoran rekomendasi temannya ini menyediakannya
"lalu Klienmu? Apa dia baik baik saja?" Tanya Ajeng
Fikar menggeleng "Tentu tidak. Dia masih remaja, dituduh melakukan pembulian terhadap anak orang kaya. Memangnya apa yang akan ia dapatkan?? Dia bahkan tidak punya uang saku untuk makan siang." Ujar Fikar.
"Kasihan sekali. Setiap anak remaja pasti punya masalahnya masing-masing kenapa sih begitu berlebihan?" Ujar Ajeng. la menyodorkan kepiting yang sudah ia lepas dari cangkangnya. Fikar tidak tau cara melakukannya jadi yang ia makan sedaritadi adalah cangkangnya.
Sudah tua tapi bodoh.
"Mereka bersahabat. Hanya saja orang tua si kaya tidak ingin mereka berteman dan membuat keadaan rumit." Ujar Fikar.
"Tapi kau harus membuat mereka berbaikan" Ujar Ajeng.
Fikar mengangguk "Tugasku. Ajeng aku mau lagi. Tapi ajarkan padaku cara membukanya" Ujar Fikar.
"Gigit bagian sini. Hati-hati itu bisa melukai bibirmu. Setelah itu tarik dagingnya keluar dan"
Fikar tidak bisa. Bodoh sekali
"Hahaha sudahlah aku lakukan untukmu saja" Kata Ajeng.
Pertarungan antara Fikar dan Kepiting itu seru.
•••••
Makan siang mereka selesai dan sekarang mereka pergi ke supermarket. Fikar mendorong kursi roda Ajeng sedangkan di pangkuan Ajeng ada keranjang yang berisi telur dan daun bawang.
"Ajeng kau tidak coba pergi ke therapist?" Tanya Fikar. Ajeng menggeleng "Aku lumpuh total Fikar, Kakiku sepenuhnya rusak waktu kecelakaan kemarin dan Kakakku menawariku belajar menggunakan tongkat tapi itu lebih sulit"
"Apa kau merasa kekurangan?" Fikar mengambil beberapa buah-buahan untuk di masukkan di keranjang
"Ya karena kekurangan itu membuat orang-orang pergi dan tidak bisa bertahan"
"Sayang sekali kenyataan memang berkata seperti itu ya?"
"Tapi tidak masalah. Oh ya aku ingin menjual apartemen itu sepertinya" Ujar Ajeng. Fikar berhenti mendorong kursi rodanya
"Kenapa? Katanya ada kenangan indah disana" Tanya Fikar.
Ajeng menggeleng "Kenangannya indah hanya untukku. Makanya lebih baik aku menyimpannya sendiri dan menjual apartemen itu. Aku harus memulai segala hal dengan hal yang baru"
"Mau memulainya denganku Ajeng? Biarkan aku menjadi kakimu"
Ajeng hanya tersenyum
•••••
"Dia berniat memanas-manasiku atau apa?" Kakaknya Ajeng duduk di kursi apartemen Ajeng. Bukan milik Ajeng lagi sih tapi milik pemuda bernama Andrew yang akan pindah besok dan Kakaknya Ajeng serta Fikar membantu Ajeng berbenah. Sebenarnya Ajeng hanya membawa pakaiannya karena apartemen ini dijual dengan isinya. Makanya sekarang mereka sudah beres dan tengah makan siang.
Tapi, undangan sampai di rumah mereka. Dari Asafa dan Revy yang sangat singkat dengan jarak 6 bulan setelah perceraiannya dengan Ajeng.
"memangnya kenapa kakak harus panas? Aku akan datang"
"Jangan! Mereka akan mempermalukanmu." Larang Fikar.
"Kenapa? Aku mantan istri kak Asafa? Tapi aku sahabat Revy dulu dan mereka akan berbahagia aku harus datang"
"Ajeng kamu tidak berpikir akan menghancurkan pernikahan mereka?" Tanya Kakaknya
"Kenapa harus? Aku juga pernah menikah aku tidak norak untuk hal seperti itu bahkan kalau bisa aku juga akan menikah lagi."Ajeng menoleh ke arah Fikar yang blank di tempatnya.
Kakaknya confused. Otaknya lambat untuk memproses kejadian.
"TUNGGU DULU?! APA HUBUNGAN KALIAN BERDUA HAH?!" Seru Kakaknya.
"Aku tidak tuli kak dan apa hubunganmu dulu dengan si penyanyi band itu?" Tanya Ajeng. Wajah kakaknya merah ditanyai tentang orang yang sedang dekat dengannya.
"Ti-tidak ada aku dan Rhika hanya bekerja sama"
"Iya bekerja sama untuk masa depan kan Ajeng?" Fikar merangkul Ajeng.
•••••
Setelah mereka selesai makan siang, Kakaknya Ajeng akan kembali ke kantor dan Ajeng akan ke rumah ehm Fikar. Bukan untuk apa-apa. Tapi Ajeng akan tinggal disana selama ia bekerja pada Fikar sebagai seorang asisten. Fikar mengaku sering keteteran. Pekerjaanya tidak sedikit dan ia suka lupa jadwal sidangnya. Alarm ponsel? la bahkan suka lupa dimana tempat ia menaruh ponsel kecuali kalau benda itu berbunyi dan Ajeng bersedia menyodorkannya bantuan.
Mereka rekan kerja tentu saja (yakin mbak? 🌚)
•••••
"Kau yakin akan turun?" Tanya Fikar. Di depan mereka ada sebuah gereja megah. Tempat dahulu Ajeng melangsungkan pernikahan.
"Tentu."
Ada kenangan yang menghampiri Ajeng membuatnya sedikit berdebar karena takut. Tapi tatapan dari mata Fikar bikin dia lupa
"Ada kamu Fikar. Untuk apa aku takut? Kamu pasti melindungiku kan?" Tanya Ajeng. Fikar memperbaiki poni Ajeng. Mengusap pipinya pelan
"Tentu saja. Bayanganku menjagamu dari depan. Aku menjagamu dari belakang Ajeng. Ayo masuk" Fikar mendorong kursi roda itu menuju bagian taman depan gereja dimana masih ada beberapa tamu di luar.
Pemberkatan belum dimulai
Ajeng tersenyum memasuki gereja seusai mengisi buku tamu dan menyerahkan undangan sebagai bukti. Orang-orang memperhatikannya. Mewanti-wanti apa yang akan ia lakukan diacara pernikahan mantan suaminya. Mereka semua berprasangka buruk tapi hingga pemberkatan selesai, Ajeng tersenyum di bangkunya tidak melakukan apapun. Bahkan sampai Revy berlari padanya kemudian memeluknya
"Ajeng aku merindukanmu. Aku kira kau tidak akan datang dan sangat marah padaku dan.. Aku minta maaf.. " Ujar Revy. la menangis tersedu-sedu begitupun Ajeng.
"Berdirilah bodoh! Gaunmu bisa kotor dan Uh Jelek!! Aku sudah memaafkanmu sialan!! Makanya balas pesanku!" Ujar Ajeng.
"Ponselku hilang huweeehh.. Aku ingin mengunjungi tapi.. Tapi aku terkurung di studio mengerjakan tarian untuk lagu baru" Ujar Revy
"Tidak apa-apa. Toh juga kita ketemu lagi. Berbahagialah yaa? Anggap saja kemarin aku menjaga jodohmu Rev." Ajeng tertawa.
Asafa mendekat kepadanya menjabat tangan Fikar sebelum berlutut di hadapan Ajeng.
"Aku tulus meminta maaf. Sikapku semua dan maaf soal-"
"Tidak usah diungkit ya? Itu sudah jadi masa lalu. Dia masa depanmu kalian harus bahagia" ujar Ajeng tulus.
Asafa berpikir.. Kenapa ia menyakiti orang sebaik Ajeng? Kenapa ia menyakiti diri dan hatinya? Padahal ia tidak pernah melakukan apapun padanya. Bahkan senyuman seperti dulu masih ada di wajahnya.
Tuhan tolonglah Asafa benar benar menyesal. (Hilih bacod. Dah telat. Pengen buat mereka dapat karma tapi nanti-nanti aja deh)
•••••
"Aku tidak bisa berebut bunga. Jadi aku akan mundur kebelakang." Ujar Ajeng menimpali Revy. Ibunya memanggil untuk melempar bunga soalnya. Ajeng mundur lumayan jauh bersama Fikar melihat ke kawanan teman-teman Asafa dan Revy yang berebut posisi terbaik.
"Kau mau aku menangkap bunganya?" Tanya Fikar. Ajeng tertawa "Untuk apa? Kau mau menikah?"
"Apa menangkap bunga artinya akan menikah? Aku pernah dengar soal itu. Kakak sepupuku mendapatkan bunga tapi ia tidak menikah juga"
"kenapa? Dia putus dengan Kekasihnya?" Tanya Ajeng sambil mendongak menatap Fikar.
"Tidak. Dia meninggal karena menyeberang jalan bersama kekasihnya." Ujar Fikar
"Itu romantis. Mereka meninggal bersama-"
"Yang menabrak kakakku saat menyebrang adalah kekasihnya" Ujar Fikar. Ajeng menatapnya mereka terdiam sebelum tertawa
"kurang ajar Fikar!! "
PUKKK
"Yeaaahhh?!!!" Gumpalan benda jatuh mengenai kepala Fikar. Itu buket bunga Revy
"sial. Aku tidak akan menyebrang jalan lagi mulai besok" Gurau Fikar membuat Ajeng tertawa.
•••••
"Aku pulang"
"heii selamat datang" Sambut Ajeng.
Fikar sudah terbiasa. Tiga bulan lebih Ajeng tinggal di rumahnya dan semuanya baik-baik saja. Ada yang menungguinya pulang. Ada yang membangunkan dan menyiapkan makanan. Ada yang mendengarkan saat pulang lelah dan butuh bercerita.
"Aku menang" Satu kalimat keluar dari bibir Fikar bikin Ajeng senyum.
"Kamu selalu jadi pemenang Fikar "
"Mau kusiapkan air hangat?" Tanya Ajeng
Fikar melirik ke cincin perak yang ada di jemari kiri Ajeng. la menemukannya dan sudah memakainya.
Katakanlah Fikar bermain teka-teki tadi pagi. Fikar membuat ruanganya berantakan dan diantara print out kasusnya terletak sebuah cincin dengan catatan yang menggantung.
^However big, however small
The world i can give to you,
Will you take my hand?^
Ajeng cukup paham. Fikar orang paling dewasa dengan segala hal yang bisa ia lakukan. Walaupun sering bodoh dan tersesat. Tanpa mengatakan apa-apa, tapi mata dan sikap tubuhnya yang berbicara.
Ajeng sangat menyukainya
"Aku kira kamu tidak akan menggunakannya Ajeng" Fikar melihat jemari Ajeng yang tenggelam di dalam genggamannya. Cincin perak itu bersinar.
"Ada banyak pertanyaan yang membuatku bingung Fikar"
"Apa itu?"
"Kenapa kau memilihku disaat kamu bisa memiliki yang lebih baik?" Tanya Ajeng.
"Bagiku kamu yang terbaik Ajeng" Jawab Fikar
"Yang aku tau aku mencintaimu, ingin bahagia bersamamu, dan menua bersamamu" Lanjutnya. (Wahh aku menyublim)
Ajeng tersipu
"Aku bisa mencintai seluruh kekuranganmu karena kamu pun begitu Ajeng. Aku ceroboh, pelupa dan suka tersesat. Saat orang lain akan menertawakanku, Kamu bertahan" Kata Fikar tulus
"kamu luar biasa, dan kalau dia tidak bisa menerima kekuranganmu maka aku bisa. Semuanya, bagian dari keindahan" Fikar mengecup tangan Ajeng sebelum memeluknya.
"Bagiku kamu sudah cukup untuk melengkapi duniaku" (serasa mau jadi pelakor. Canda pelakor)
•••••
"Kamu melamun Fikar. Pekerjaanmu belum selesai ada 4 gugatan dan tinggal satu lagi" Ujar Ajeng dihadapan Fikar
"apa yang kamu lamunkan?" Tanya Ajeng
"Hari pernikahan kita waktu itu" Fikar memang melamunkan itu saat ia melihat Ajeng datang bersama Kakaknya yang mendorong kursi rodanya. Saat orang-orang bertepuk tangan riuh karena Fikar yang berlutut di hadapan Ajeng agar bisa menyamakan tingginya. Saat cincin terpasang di jari masing-masing hingga kecupan hangat penuh haru terasakan. Fikar merasa hidupnya sempurna
"Seharusnya kau bertemu denganku sejak awal Ajeng. Tidak dengan dia"
Ajeng menggeleng "Bagaimana kita bisa bertemu kalau kamu berada di London sedangkan aku di sini kuliah di fakultas seni?" Balas Ajeng
"Tapi seharusnya kamu melakukan kejahatan agar aku jadi pengacaramu dan kita-"
"kamu mau aku jadi kriminal dulu? Anggap saja yang lalu hanya persinggahan sebentar. Sekarang kan kita bahagia"
Fikar mengangguk. Benar memang begitu
"Kamu duniaku dan duniaku sempurna ada kamu" Ujar Fikar sambil mengusap pipi Ajeng
"Dan kamu tau apa yang lebih sempurna lagi Fikar?" Fikar menatap Ajeng yang membawa tangannya menuju ke perut datarnya. Alis Fikar terangkat sebelah
"Tebak siapa yang sebentar lagi bakalan jadi Papa. Hai papa Fikar!" Fikar membelalak bahkan langsung berdiri membuat kursi kerjanya terjungkal kebelakang
"Aku jadi ayah?! OMG! MOM YOUR SON WILL BE A DAD! " Ajeng hanya tertawa
112Please respect copyright.PENANAotcfMuka61
112Please respect copyright.PENANAFuU2hunPV2
112Please respect copyright.PENANA2ZuSDT7CyG
112Please respect copyright.PENANA50F1Hv0MOC
112Please respect copyright.PENANANS2vN9CqO6
Bahkan saat mertuanya menerobos masuk ke dalam ruang kerja Fikar untuk memeluknya.
•••END•••
ns 172.70.130.192da2