Kriiingggg..
Ketika bel istirahat berbunyi, guru yang mengajar di kelas Rahma langsung keluar. Setelah gurunya pergi, Rahma membuka ranselnya lalu mengambil sepucuk surat dengan amplop berwarna soft blue. Kemudian ia keluar menuju alamat surat itu akan mendarat.
Rahma berjalan sambil sesekali menyapa kakak kelas yang ia kenali dan membungkuk sopan ke arah kakak kelas yang tidak ia kenal. Ia tersenyum hingga ia sampai di depan kelas kakak tingkatnya. Melirik ke dalam kelas mencari sosok yang ia cari.
Aryanto, ada yang nyariin." Ujar Gazali memberitahu sahabatnya yang daritadi sibuk dengan Game di ponselnya.
"Siapa?" Tanyanya tidak berminat dan masih fokus pada gamenya.
"Adik kelas. Udah sana samperin" Aryanto atau yang biasa dipanggil Anto menutup gamenya lalu berdiri dan berjalan keluar kelas.
"Ada apa?" Tanya Anto kepada perempuan manis dengan surai coklat kemerahan itu.
"Ini kak. Adek gue nitip surat buat kakak. Dibaca ya. Makasih."
Lalu yang lebih muda dengan name tag Rahma menyerahkan sepucuk surat kepada Anto.
Setelah Anto menerimanya, Rahma kemudian pergi. Anto memperhatikan sepucuk surat yang berada di telapak tangannya, dengan pita silver yang mempercantik tampilannya.
Isi suratnya :
^Hai kak Anto. Kenalin, aku Siska. Coba nanti pas kakak istirahat buka loker kakak, ya. Have a nice day, kak. - Siska Ramdani^
Anto kemudian berjalan menuju tempat lokernya berada setelah membaca surat dari orang yang bernama Siska itu. la hanya menemukan satu roti isi dan satu botol susu pisang. Anto tersenyum tipis.
"Dia lucu." Gumamnya
"Woii! Serem anjir liat lo senyam-senyum. Kesambet?!" Nyolot Idul yang baru saja datang menghampiri Anto yang masih berada di depan lokernya. Anto menutup kasar lokernya itu hingga Idul tersentak kaget.
"Sorry bro. Gue becanda elah. Tapi, lo kenapa bisa senyum? Gak sakit, kan?" Idul mulai mengintrogasi kembali Anto yang sudah memasang ekspresi datarnya. Pemuda dengan surai dark itu tidak menanggapi dan melanjutkan jalannya ke arah rooftop.
"Bangsat! Gue gak dianggap." Umpat Idul lalu menyusul Anto, sahabatnya.
•••••
Rahma kembali mendatangi kelas kakak tingkatnya tempo hari, untuk menyampaikan surat adiknya kepada Anto. Setelah itu ia kembali ke kelasnya.
"Siapa tadi namanya? Siska Ramdani?" Tanya Idul, sohib Anto. Anto hanya mengangguk dan membuka suratnya.
Setelah Rahma tadi keluar, Idul masuk ke kelas Anto dan Gazali. Idul berbeda kelas dengan kedua sohibnya tersebut.
"Kayak pernah denger. Tapi dimana ya?" Idul memasang pose berpikir. Gazali menoyor kepalanya. "Apasih?!" Sewot Idul lalu menatap nyalang kepada Gazali
"Sok kenal lo. Mentang-mentang kang kerdus sekolah!"
"Ck. Gue bilang kan kayak pernah denger, bangsat! Bukan sok kenal!"
Anto berdiri dari duduknya lalu berjalan keluar kelas tanpa menghiraukan perdebatan tidak penting kedua sahabatnya. Anto mendapati satu kotak bekal berwarna soft blue di dalam lokernya. Setelah tadi ia keluar dari kelas, Anto langsung menuju lokernya sesuai arahan isi surat dari adik tingkatnya, Siska.
"Kenapa dia gak ngasih sendiri aja? Malah ribet ngirim-ngirim surat." Anto menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat tingkah aneh adik tingkatnya tersebut.
"Ciyee..dapat bekal dari bucin--argh!" Teriak Idul yang telah jatuh di lantai, ketika yang lebih tua dengan refleks mendorong cukup keras tubuh besarnya karena kaget.
"Bangsat! Bikin kaget aja, setan!" Umpat Anto
"Dosa apa gue dapat kekerasan mulu"
"Hahahah..Mampus lo! Makanya tobat jadi playboy biar gak sial." Gazali tertawa dengan puas melihat sohibnya yang menderita.
•••••
"Kak, kucingnya gak dibalikin aja? Mana tau pemiliknya nyari." Ujar Mama Anto ketika anak sulungnya sedang sibuk dengan seekor kucing yang telah ia rawat sudah lebih dari satu tahun lamanya. Ada kalung tersemat di leher kucing itu dan ada liontinnya yang tertulis dengan "Sista" Jadi, Anto mengambil kesimpulan jika kucing itu bernama Sista.
"Pemiliknya gak nyari kok, Ma. Berarti kucing ini udah jadi hak milik aku. Yaudah, aku ke kamar ya Ma." Anto kemudian beranjak ke kamarnya setelah meletakkan kucingnya ke dalam kandang dan memberi makan.
"Giliran kucing disayang banget. Adeknya dicuekin." Ujar Bagas datar, adik Anto yang baru pulang.
"Hush..jangan gitu. Kakak sayang kok sama adek. Sana ganti baju." Bagas kemudian pamit dan menuju kamarnya setelah Mamanya berujar seperti itu.
"Namanya hampir mirip sama pengirim surat itu. Apa jangan-jangan kucing dia?" Gumam Anto sambil membaca surat-surat Siska yang telah ia terima.
Kini Anto sedang berbaring di kasurnya dan memikirkan hubungan si pengirim surat dan kucingnya.
"Ah, mungkin kebetulan aja. Kalo kucing dia, pasti diminta. Ngapain dibiarin ya kan?" Anto kemudian meletakkan surat-surat tersebut kembali ke dalam laci nakasnya.
"Tapi, dia kok gak nemuin gue langsung kalo suka? Misalnya ngasih bekal langsung, atau ngajak makan bekal di taman berdua. Kayak yang lain. Eh tapi itu gak classy. Atau mungkin karena dia malu kali ya. Kan gue ganteng." Ucapnya percaya diri. Untung saja tidak ada Bagas disana, sehingga tidak ada yang melemparnya dengan bantal atau apapun.
•••••
Anto menatap perempuan cantik yang memperhatikannya dari ujung loker. Ia mengeryit bingung kenapa Perempuan itu bersembunyi dan memerhatikannya.
"Kamu Siska?" Tebak Anto sambil berjalan mendekat kepada perempuan bersurai hitam itu. Perempuan itu tersenyum malu-malu dan mengangguk pelan. la meremas ujung seragamnya yang menandakan ia sangat malu. Anto menatap name tag yang ada di baju Siska, yang tertulis Siska Ramdani dengan sangat jelas disana. Jadi Anto tidak salah orang.
"Kok kamu disini? Gak ada kelas?" Siska menggeleng pelan dan tersenyum tipis berusaha menatap Anto.
"Ikut aku yuk? Aku belum sempat makan bekal yang kamu kasih." Ajak Anto.
Siska mengangguk dan berjalan mengikuti Anto.
"Ayo sini, di samping aku aja. Gak enak kalo kamu di belakang. Aku gak gigit orang kok" Anto tersenyum tipis lalu mengusap pelan surai Siska gemas. Siska menurut dan berjalan di samping Anto.
•••••
Gazali yang mencari Anto - Anto masih kelas olahraga, tadi dia ijin ke loker sebentar mengambil baju olahraganya- menatap sahabatnya dengan aneh ketika ia melihat Anto berjalan berlawanan dengan lapangan.
"Mungkin dia mau pergi ke toilet." Gumam Gazali lalu ia kembali ke lapangan dimana teman sekelasnya sudah berkumpul.
"Kamu udah makan?" Tanya Anto yang kini duduk di kursi panjang yang tersedia di rooftop bersama Siska dan perempuan itu hanya mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Anto. Laki-laki dengan surai dark itu membuka bekal yang diberikan Siska tersebut.
"Ini enak." Siska tersenyum manis hingga matanya tenggelam ketika mendengar pujian dari Anto. Sangat manis. Anto terjatuh ke dalam pesona perempuan di depannya. Dengan refleks tangannya terangkat untuk mengelus pipi gembil Siska lalu tersenyum.
"Kamu manis." Ucapnya. Siska menunduk karena malu. Anto membawa kembali wajah Siska agar mereka bertemu tatap.
"Aku kayaknya udah gila, deh" Ucap Anto ketika kontak matanya dan manik kembar milik perempuan cantik di depannya tidak bisa berhenti.
"Kakak gak gila." Jawab Siska tanpa memudarkan senyuman manisnya.
"Kamu mau?" Tawar Anto ketika kembali fokus ke bekalnya. Siska menggeleng.
"Kakak makan yang banyak, ya. Aku bahagia kakak suka bekalnya."
•••••
"Kak." Panggil Rahma ketika Anto baru akan menaiki mobilnya. Sekolah baru saja usai. Anto menutup kembali pintu mobilnya lalu berbalik untuk berhadapan dengan sumber suara.
"Ada perlu apa?" Tanya Anto. Rahma dengan cepat mengambil sepucuk surat dari tasnya lalu memberikannya kepada Anto.
"Tadi gue gak sempat ngasih ke kakak pas istirahat. Dibaca ya kak. Daah." Lalu Rahma sudah berlalu dan meninggalkan Anto dengan wajah bingung.
Isi suratnya :
^Dear, kak Anto. Ini surat kesekian yang kakak terima. Jangan bosan ya kak. Kakak semangat terus ya belajarnya. Pas istirahat cek loker kakak ya :) - Siska^
"Kenapa masih dikirim surat ya? Kan tadi udah ketemu. Ah, mungkin biar gak kebuang percuma suratnya. Dia benar-benar lucu." Gumam Anto sambil tersenyum memikirkan tingkah manis adik tingkatnya.
"Woiii. Ntar lo beneran masuk RSJ senyam- senyum terus. Gue ngeri lama-lama liat lo, sumpah!" Oceh Idul. Anto langsung memasang wajah datar seperti biasanya.
"Tau tuh. Selama dua minggu ini tampaknya lo udah mulai gila!" Timpal Gazali. Anto membuka pintu mobilnya tanpa menghiraukan ocehan kedua sahabatnya.
"Si Bangsat!" Umpat Idul ketika Anto menutup pintu mobilnya dengan kasar.
Brumm
Dan meninggalkan kedua sahabatnya yang masih menatapnya aneh.
"Aneh banget itu bocah. Gue ngeri lama-lama liat dia!" Ujar Gazali. Idul dan Gazali menatap kepergian mobil Anto.
"Tapi baru kali ini gue liat dia tersenyum bahagia." Timpal Idul.
•••••
Anto mengelus lembut bulu kucingnya. Kini ia tengah berada di taman bersama kucingnya dan Siska tentu saja. Siska menatap senang ketika melihat Anto begitu menyanyangi kucingnya.
"Kakak suka banget ya sama kucingnya?" Tanya Siska yang tidak berani memegang kucing tersebut. Anto mengangguk dan tersenyum cerah.
"Kucing ini aku temuin di sini lebih dari satu tahun yang lalu." Ujar Anto memberitahu, yang kini meletakkan kucingnya ke dalam keranjang. Lalu ia menatap ke dalam manik karamel milik Siska dengan lekat. Tanganya terulur untuk mengelus pipi milik Siska. Perempuan itu hanya memejamkan matanya dan menikmati usapan lembut di pipinya.
Anto mengambil tangan Siska lalu meletakkan tangan itu tepat di dada kirinya.
"Aku gak tau ini apa. Tapi, ini cuma terjadi saat bareng kamu." Ucapnya. Siska tersenyum lalu menunduk.
"Kakak rawat baik-baik ya kucingnya. Jangan dibuang." Pesan Siska, mengalihkan topik pembicaraan.
Ting!
Aidul
^Gue liat lo di taman. Sama siapa?
Anto memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku tanpa membalas pesan Idul. Ia kembali fokus mengelus pelan pipi Siska.
"Nama kucingnya mirip kayak nama kamu. Pantes sama-sama manis. Tapi lebih manis kamu." (huweeek 😷) Siska kembali menunduk menyembunyikan wajahnya.
"Kakak gak pulang? Udah sore." Tanya Siska. Anto merapikan keranjang kucingnya (?)
"Ayo, biar aku antar." Anto meraih tangan Siska untuk ia genggam. Siska menggeleng.
"Gak usah kak. Aku bisa pulang sendiri. Kakak hati- hati, ya." Tolak Siska halus, ia melepaskan genggamannya lalu tersenyum manis.
Anto mengangguk mengerti. "Kapan-kapan aku antar, ya?" Siska mengangguk dan tersenyum lalu melambaikan tangan kepada Anto sebelum berbalik dan berjalan menjauh.
•••••
"Baru pulang dia, pesan gue cuma diread doang!" Anto baru berjalan masuk ke rumahnya dan sudah dicecar oleh Idul. Gazali hanya duduk di sofa dan memakan snack yang diberikan oleh Mama Anto. Tanpa melihat ke arah sahabatnya yang kini tengah bermain PS dengan adiknya - Bagas. Anto berlalu ke kamarnya di lantai 2.
"Gue dicuekin! Bangsat emang! Akh!" Idul mengaduh sakit ketika stick PS dipukulkan Bagas ke kepalanya.
"Bacot lo!" Ucap Bagas kesal.
"Mampus!" Sahut Gazali.
"Kenapa gue kena kekerasan fisik mulu sih. Gak abang gak adek, suka banget kekerasan!" Protes Idul.
"Bacot banget sih kak. Lo cowok apa cewek sih?" Sewot Bagas
"Hahahahahah.mampus. Dikatain sama bocah!" Gazali tertawa terpingkal-pingkal di karpet bulu yang mereka duduki.
"Bacot lo bocah!" Rutuk Idul
"Mirror bangsat!" Ujar Bagas lalu melanjutkan permainannya.
•••••
Anto tersenyum cerah ketika menemukan Siska sudah duduk di salah satu meja kafe, menunggunya. Siska balas tersenyum ketika mata mereka bertemu. Anto berjalan menghampiri meja dimana Siska berada.
"Kamu kok belum pesan? Ayo mau pesan apa?" Siska tampak berpikir.
"Samain aja kayak kakak." Jawabnya. Anto berdiri lalu pergi memesankan makanan dan minuman untuk mereka.
"Ini buat kamu. Matcha latte dan dua potong cheese cake." Anto meletakkan semua pesanannya di depan Siska.
"Makasih ya kak." Anto mengangguk. Tangannya terulur buat mengelus pelan pipi gembil Siska.
"Abis ini kita kemana kak?" Tanya Siska antusias.
"Kamu mau nonton gak? Ada film baru. Judulnya Clou**ds" Siska menatap Anto dengan berbinar-binar
"Mau."Jawab Siska sambil tersenyum sangat manis. Anto berdiri lalu mengulurkan tangannya kepada Siska, menawarkan untuk menggenggam tangan perempuan cantik itu. Siska menyambutnya, jari-jemari mereka saling bertaut. Lalu mereka berjalan keluar dari kafe tersebut menuju bioskop untuk menonton.
"Kamu liat gak?" Tanya seorang waitress kepada temannya.
"lya, aneh emang. Mana itu ditinggalin pesanannnya yang satu lagi." Sahut waitress satu lagi
•••••
Mamanya Anto tersenyum bahagia ketika melihat putra sulungnya tak lagi dingin dan tertutup seperti biasanya. Kini Anto lebih terbuka dan sering tersenyum. Bahkan sudah mulai peduli dengan adiknya. Pasti ada penyebabnya, pikir Mamanya Anto.
"Kak, kalo punya pacar ajak ke rumah. Kenalin ke Mama." Ucap wanita paruh baya itu ketika mereka baru saja usai makan malam. Anto menoleh kepada Mamanya dan tersenyum.
"Kapan-kapan ya Ma. Bakal aku kenalin ke Mama."
"Orangnya kayak gimana kak? Manis gak?" Timpal Bagas.
"Ya pastilah! Lo pasti niat nikung kalo udah liat." Jawab Anto lalu mereka tertawa bertiga. Papanya Anto sedang keluar kota untuk urusan bisnis. Mamanya Anto tersenyum bahagia melihat interaksi kedua putranya yang sudah mulai hangat. Tidak dingin seperti biasanya.
•••••
Anto menatap Rahma yang kini berjalan mendekat ke arah mejanya. la tersenyum tipis kepada Rahma.
"Kak, ini surat dari Siska. Dibaca ya. Jangan bosan." Ucap Rahma.
Sebelum Rahma sempat pergi, langkahnya terhenti saat mendengar kalimat Anto.
"Adek lo manis ya, Rahma. Lucu. Padahal udah sering ketemu. Tapi masih suka ngirim surat." Rahma berbalik untuk menatap Anto kembali. Untuk memastikan apa yang ia dengar.
"Maksud kakak?" Rahma mengeryitkan keningnya mendengar kalimat panjang Anto.
"lya, Siska manis dan lucu. Gue udah sering jalan sama dia. Tapi, dia tetep aja nitip surat ke lo." Kernyitan dahi Rahma makin berlipat.
"Kakak liat dimana? Jalan? Kapan?" Tanya Rahma. Anto kini yang menatap Rahma tidak mengerti.
"Udah hampir sebulan ini gue sering jalan sama adek lo. Masa dia gak cerita." Ujar Anto seperti bertanya. Rahma membuka ponselnya lalu mengarahkannya kepada Anto.
"Seperti ini gak wajahnya?" Anto mengangguk dengan cepat dan senyum tak pernah lepas dari bibirnya ketika melihat foto Siska di layar ponsel Rahma.
"Kak, adek gue udah meninggal. Satu tahun yang lalu." Ujar Rahma memberitahu. Anto kaget, namun tidak percaya tentu saja.
"Becanda lo gak lucu!" Anto tertawa mendengar ujaran Rahma. Namun Rahma menatapnya kasihan.
"Kak, gue serius. Adek gue udah meninggal satu tahun yang lalu karena menderita Leukimia. Semua surat yang gue kasih ke kakak, itu surat yang dia tulis sebelum meninggal." Anto terhenti dari tawanya. Menatap Rahma dengan wajah minta penjelasan. Senyum dan tawanya hilang tak berbekas. Rahma duduk di kursi di depan Anto. Lalu mulai bercerita.
"Adek gue suka sama kucing. Sangat suka. Tapi dia gak bisa nyentuh atau pun melihara kucingnya. Karena alergi. Jadi gue yang ngerawat. Tapi suatu hari, Mama buang kucing tersebut karena gak mau liat adek gue terus sedih tiap liat kucing peliharaannya dari jauh." Hening.
"Siska waktu itu nangis parah sambil nyari dimana kucingnya dibuang. Dan kakak tau apa? Yang nemuin dan melihara kucingnya itu kakak. Dia ngeliat kakak yang bawa kucing itu. Sejak saat itu dia terus nyari tau semua tentang kakak. Awalnya cuma buat sekedar nyari tau tentang orang yang ngerawat kucingnya. Tapi setelah itu gue sadar, dia udah mulai jatuh cinta karena setiap hari, bahkan di sekolah pun dia sering ngeliatin dan nyari tentang kakak. Dia nulis semua surat-surat itu. Tapi gak pernah dikirim karena dia tau umurnya gak lama. Lalu, sehari sebelum dia pergi untuk selamanya, dia berpesan ke gue buat ngasih semua suratnya ke kakak, sesuai urutan dan ngelakuin hal yang ada dalam surat itu. Kayak bikinin kakak bekal atau ngasih susu pisang dan sebagainya."
"Ini bukan prank, kan?" Tanya Anto memastikan. Masih tidak percaya dengan penjelasan panjang dari Rahma. Namun air matanya sudah mengalir. Mengingat semua yang sudah ia lakukan bersama Siska atau lebih tepatnya arwah Siska yang menghampirinya. Rahma memegang bahu Anto. Berusaha menguatkan laki-laki bersurai dark itu. Anto terkenal dingin dan bad boy, tapi Rahma gak nyangka bisa serapuh ini karena adiknya.
"Maafin adek gue ya kak. Udah gangguin lo. Dia pasti nitip pesan ke kakak, kan? Sekarang kakak udah tau, gue harap kakak bisa lepasin dia dan lakuin kayak yang dia bilang, agar dia bisa pergi dengan tenang." Ujar Rahma.
Pikiran Anto kembali ke hari-hari dimana ia berjalan berdua dengan Siska. Hari dimana Idul mengiriminya pesan dan ia hanya membacanya tanpa membalas.
"Ah, pantas saja orang-orang menatap gue dengan aneh. Dan, wajahnya sangat dingin. Sedingin es." Gumam Anto
"Pulang sekolah, tolong antar gue ke pemakaman dia." Pinta Anto yang wajahnya sudah tak ada semangat lagi. Satu-satunya alasan ia bisa tersenyum, ternyata bukan di dunia ini lagi.
•••END•••
Hehe sorry kalau gaje ✌
Siska jangko berharap banyak ke saya kalo cerita uwu² wkwkwk
ns 172.69.6.23da2